34. Mengerti Kesibukanmu

3 0 0
                                    

“Maaf, Paman, aku tidak bisa menikahi Hesty,"  gumam Adrian dengan pelan.

“Tidak bisa? apa maksudmu, Yan?” tanya Pak Subagyo dengan menyipitkan matanya kepada Adrian, ia tak percaya dengan ucapan Adrian.

Adrian melepas nafas panjang, mungkin sekali lagi ia harus berbohong, tapi setidaknya itu lebih baik untuknya dan juga Diara.

“Paman masih ingatkan waktu aku kuliah sama Kamil di luar negeri, Hesty mengkhianatiku saat itu, aku sudah berusaha menerimanya, Paman, tapi aku nggak bisa, rasa sakit itu terus membayangiku,” jelas Adrian.

“Itu semua sudah berlalu, Adrian, lagi pula Hesty sudah berubah, buat apa lagi kamu mempermasalahkannya?” suara Pak Subagyo terdengar dingin di telinga Adrian.

Adrian mengalihkan pandangannya kepada Hesty, wajahnya masih cantik seperti dulu. Tapi sekarang pikiran Adrian tidak ada lagi untuknya, hanya Diara yang ia ingat sekarang. lagi apa Ara sekarang ya? pikirnya.

“Aku sudah menemukan perempuan yang cocok denganku, Paman, aku rasa Hesty pantas mendapatkan laki-laki yang selevel dengan keluarga Paman,” jawab Adrian dengan datar.

“Saya pamit dulu, Paman, sebentar lagi bakalan gelap, saya harus segera pulang,” lanjut Adrian.

Ia kemudian segera keluar dari ruangan Hesty, meninggalkan Pak Subagyo yang tampak gelisah dengan kalimat yang diucapkannya. Sebuah pukulan telak dirasakan Pak Subagyo, Adrian satu-satunya jalan untuk menghancurkan Kamil. Sekarang Adrian malah memilih meninggalkan Hesty.

“Kamu pikir kamu bisa pergi seperti ini dariku Adrian? kamu satu-satunya jalanku, aku takkan melepaskanmu” gumam Pak Subagyo dengan sinis.

Pak Subagyo mendekat ke arah ranjang Hesty, ia usap kepala putrinya yang masih belum sadar setelah kecelakaan naas itu.

“Bangunlah, Hes, bukannya kamu menginginkan Adrian untukmu dan untuk merebut apa yang seharusnya menjadi milik kita, ayo bangun,” gumamnya di dekat telinga Hesty.

Adrian melajukan mobilnya meninggalkan rumah sakit untuk segera pulang, jingga langit sore sudah terlihat. Sepertinya ia akan malam lagi sampai di rumah, jalanan yang macet membuatnya berkali-kali mendengus kesal. Adrian kemudian mengeluarkan ponselnya di saku jas.

Mengecek siapa saja yang menchatnya, seharian tadi ia terlalu sibuk, sehingga tidak kepikiran lagi untuk sekedar mengusap layar ponselnya. Disana ada beberapa pesan dari Diara yang belum dibaca, ada pesan dari Rina, hingga Kamil.

Adrian menutup lagi layar ponselnya tanpa membaca pesan itu satu pun, ia mencoba mencari jalan lain, walaupun jauh tak masalah, asalkan cepat sampai di rumah. Badannya benar-benar letih, setelah bekerja keras beberapa hari belakangan ini.

Setelah sampai di rumah, ia segera menuju lantai 2, melewati Bu Aliah yang sedang berjalan ke dapur. Ia membuka pintu kamarnya dengan cepat, namun ia tidak mendapati Diara disana.

“Mana Ara?" gumam Adrian, ia segera melepas jas dan dasinya dan melemparnya ke ranjang.
Adrian kemudian mendekat ke pintu kamar mandi, tidak ada suara dari dalam. Dan ketika dibuka, kamar mandi itu kosong.

“Apa sama ibu di bawah tadi, ya?” pikir Adrian.

Mata Adrian tertuju ke pintu ruangan kerjanya yang tidak tertutup rapat. Adrian berjalan cepat kesana, ia membuka pintu itu dan melihat Diara tengah duduk santai di sofa sembari membaca buku.

“Malam, Ara!" gumam Adrian yang membuat Diara tersentak kaget.

“Malam, Mas Adrian!” gumamnya, Ia berdiri, berjalan cepat menuju Adrian dan mencium tangan suaminya.

Tiada Hutang Dalam CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang