Adrian seketika kaget dengan apa yang dilakukan Diara, namun ia membiarkan itu semua. Ia menikmati apa yang dilakukan Diara. Gadis itu jelas masih awam untuk hal tersebut. Diara hanya menempelkan bibirnya di bibir Adrian dengan mata terpejam tanpa melakukan apapun.
Setelah beberapa saat, Adrian mulai merasa jengah, ia menahan tengkuk Diara dan melumat bibir istrinya itu. Adrian memainkan lidahnya memaksa masuk ke mulut Diara.
Namun Diara masih menahan mulutnya tertutup. Adrian mencoba memaksa Diara membuka mulutnya dengan memainkan lidah, namun Diara tetap menutup mulutnya. Adrian menghentikan lumatannya dan melihat ke arah Diara. Mata Diara terlihat berkaca-kaca.
“Kalau kamu belum siap, jangan dipaksa, Ra,” ucap Adrian dengan pelan, deru nafasnya terasa di wajah Diara yang begitu dekat dengan wajahnya.
“Aku nggak mau ngecewain kamu, Mas, aku mau jadi istri yang baik untukmu,” ucap Diara dengan nada gemetar.
“Jangan dipaksa, Ra, aku nggak mau saat aku senang tapi kamu malah tersiksa.” Adrian mengusap pelipis mata Diara, dan mengecup air mata Diara.
Diara kembali memeluk Adrian, ia bersandar di dada Adrian, dada yang menjadi tempat yang nyaman baginya. Adrian membelai rambut Diara, dan sesekali mengecup ubun-ubun Diara.
“Kalau ada apa-apa langsung bilang sama aku ya, Ra,” ucap Adrian, “jangan pendam sendirian, aku nggak mau kamu merasa nggak nyaman disini.”
Diara mengangguk, ia menguatkan pelukannya, menikmati kehangatan tubuh suaminya. Perasaan takut itu masih ada, terkadang tubuhnya yang menempel di tubuh Adrian membuat romanya berdiri karena rasa takut. Tapi rasa nyamannya mampu membuat roma itu segera rebah menghangatkan tubuhnya.
Adrian melihat ke arah jam di ruang tengah, sebentar lagi jam makan siang. Pekerjaannya akan banyak menumpuk. Kamil sekarang membebani pemikirannya, ia mengenal Samuel termasuk orang yang licik dalam memanfaatkan kelemahan lawan. Sikap itu sudah ia lihat sejak mereka kuliah dulu.
“Mas, aku ...“ gumam Diara, ia masih ragu mengakui perasaan itu. Perasaan yang sekarang ia rasakan untuk Adrian.
“Ra, aku harus balik ke kantor, Ra,” ucap Adrian.
Diara melepas nafas kecewa, "aku kesini hanya ingin memastikan keadaanmu, jangan terpengaruh dengan kata-kata Kamil ya, pemikirannya masih belum dewasa.”
Diara melepas pelukkannya, ia harus mengerti dengan kesibukkan Adrian. "Mas sibuk sekali ya?” ucapnya, “maaf Mas, kalau aku malah merepotkan, Mas”
Adrian menyentuh pipi Diara, “nggak, Ra, kalau ada masalah, langsung beritahu aku, jangan sembunyikan apapun dariku.”
“Aku senang melihatmu baik-baik saja seperti ini, tidak terpengaruh dengan semua kata-kata Kamil kepadamu.”
Diara menunduk, kehadiran Adrian lah yang membuatnya nyaman dari segala perasaan takutnya, ia ingin mengatakan itu, tapi lidahnya terasa kelu mengakuinya.
Adrian kemudian berdiri, ia lihat lagi ke arah jam. “Ra, aku pamit dulu ya, tunggu aku pulang, nanti sore kita pergi belanja."
“Baik, Mas,” ucap Diara sembari berdiri, ia mencium tangan Adrian, dan Adrian membalasnya dengan mengecup kening Diara.
Adrian segera keluar dari rumah, meninggalkan Diara yang menatap sendu kepergiannya.
Sebelum meninggalkan rumah, Adrian melirik lagi ke arah pintu. Ia menyentuh dadanya, ada perasaan berbeda saat meninggalkan Diara kali ini. ahh, kalau bukan karena pekerjaan, ia tak kan rela meninggalkan gadis itu sendiri lagi. Adrian menghidupkan mobilnya untuk segera kembali ke kantor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiada Hutang Dalam Cinta
Romansakali ini cerita drama ya teman-teman, yang suka drama bisa ngumpul, yang nggk suka, bisa diskip kok, Novelme ini pernah terbit di platform lain, sekarang diterbitkan disini, biar tulisan ku bisa di satu tempat aja