9. Cinta dan Nafsu

10 0 0
                                    

Adrian menarik nafas panjang, “Kamu punya pacar Ra?” tanya Adrian yang seketika membuat suapan Diara terhenti.
Adrian menatap Diara penuh selidik. Sikap Diara sudah membenarkan tuduhan ibu-ibu tadi.

“Kita sudah menikah, Mas! Apa itu penting untuk dibahas?” jawab Diara. "Kamu tadi bilang kalau kamu hanya ingin menikah sekali seumur hidupkan? Dan kita sudah menikah, buat apalagi memikirkan yang lain.”

Jawaban Diara sudah mengiyakan bahwa Diara benar memiliki pacar. “Kamu pasti sangat mencintai laki-laki itu, dia pasti kecewa jika tahu kamu sudah menikah denganku dan aku telah melakukan itu kepadamu,” gumam Adrian.

“Jangan bahas lagi, Mas!" ucap Diara dengan wajah menunduk, ia tidak ingin menunjukkan rasa sedihnya kepada Adrian.

Hal itu hanya akan membuat hatinya semakin sedih, kotor sekali dirinya terasa. Padahal ia selalu menolak Hendra untuk melakukan itu, tapi ia malah memberikan dirinya kepada Adrian, orang yang sama sekali tidak ia kenal.

Hati kecilnya sangat mencintai Hendra, laki-laki yang sudah mau menerima segala kekurangannya. Tapi ia malah mengkhianati Hendra.

“Maaf, Ra! Aku benar-benar menghancurkan masa depanmu,” gumam Adrian dengan nada bersalah. “Kamu pernah ngapaian aja sama dia Ra?” tanya Adrian penuh selidik. Ia tidak ingin tertipu, jadi ia harus menanyakan hal itu kepada Diara.

“Maksud, Mas?”

“Ya! Sejauh apa hubungan kalian?”

“Mass! Aku nggak mau bahas itu,” jawab Diara dengan sendu.

Adrian terdiam, ia memang kotor dan bajingan, tapi ia juga tidak terima jika Diara menipu dirinya yang sudah beritikad baik. Adrian mengingat lagi malam itu, ia merasakan sendiri merenggut mahkota Diara. Gadis itu benar-benar perawan malam itu, ia juga melihat sendiri darah keperawanan Diara. Berarti ibu-ibu itu yang salah, pikir Adrian.

“Kamu makannya dikit kali, Ra.” Adrian menambahkan nasi ke piring Diara.

“Jangan banyak-banyak, Mas! Nanti nggak habis sama aku."

****

Hendra melepas nafas panjang setelah mencapai pelepasannya.

“Kamu hebat, Ren,” gumamnya dengan mengecup rambut Reni.

Reni hanya tersenyum malu karena gombalan Hendra, “Kamu belum pernah sama Diara ya, Hen?” tanya Reni, ia ingin memastikan hal itu kepada Hendra.

“Belum, Ren! Dia katro! Masa pacaran nggak sampai kayak ginian,” ucap Hendra.

Reni menarik nafas kasar, ia sudah menghancurkan hidup Diara. “Kita udah sering kayak gini, tapi kamu sama pacarmu malah belum pernah, Hen,” gumamnya.

“Nggak pa-pa lah Ren, aku cinta sama dia, kalau kita kan cuma nafsu,” jawab Hendra tanpa beban.

Benar kata Hendra, cinta dan nafsu adalah hal yang berbeda. Reni dulu bahkan terbawa perasaan karena tidak bisa membedakan cinta dan nafsu. Namun sekarang ia melakukannya dengan Hendra hanya untuk nafsu dan sedikit tambahan uang saku.

“Hen! Jika Diara udah nggak perawan sama cowok lain, kamu masih akan mau sama dia?” tanya Reni dengan hati-hati.

Hendra melepas nafas berat, pertanyaan Reni sedikit berat untuk ia jawab. “Aku mau yang pertama buat dia, Ren!” jawab Hendra, “Jika dia memang nggak perawan dari dulu, aku juga nggak masalah sebenarnya. Tapi jika sekarang ia sampai selingkuhin aku, aku jelas marahlah, apa lagi tidur sama cowok lain dibelakangku!”

“Oh! Truss kalau dia minta izin sama kamu tidur sama cowok lain, kamu ngizinin gitu?” Tanya Reni lagi.

“Gila lo, Ren.” Hendra mencubit pipi Reni dengan kesal.

Reni dengan cepat mendorong tangan itu dari tubuhnya, “Sakit!?! Gila, Lo!” teriak Reni.

“Kamu sih! nanyanya yang benar aja!"

“Kamu enak-enak sama cewek kesana kesini, nah Diara nggak boleh, enak di kamu aja dong," balas Reni.

Hendra mengusap kasar wajahnya, ia sadar itu egois, tapi ia sudah terlanjur menikmati kehidupan seperti itu. “Aku nggak mau Diara ama orang lain, aku cinta sama dia Ren, perempuan seperti Diara pasti akan mudah terbawa perasaan sama orang yang menyentuhnya, beda kayak kita yang hanya nafsu gini, Ren,” jelas Hendra.

“Sekarang yang aku tanya jika Diara enggak perawan lagi, kamu mau nggak sama dia?" tanya Reni dengan nada lebih menekan.

“Sialan Lo!" umpat Hendra, "Aku tetap mau lah, aku udah cinta bangat sama dia, kalau bukan karena ibunya yang sakit-sakitan, aku udah nikahin dia,” ujar Hendra, “Masa aku kerja, uangnya untuk pengobatan ibunya Diara sama biaya sekolah adiknya, rugilah aku, Ren."

Reni menarik nafas kasar, mungkin kata Hendra ada benarnya juga. Namun jika Hendra benar-benar menginginkan Diara, tentu laki-laki itu juga harus menerima segala kondisi hidup Diara yang memang sulit, termasuk juga ibu Diara yang sedang sakit.

“Lagian kamu ngapain nanya kayak gini sih, Ren?” kali ini Hendra yang balik bertanya.

Reni membelakangi Hendra, “Aku tahu Diara cinta bangat sama kamu, aku nggak mau dia kecewa nanti,” kilah Reni, “Lagi pula kita sama-sama nggak tahu kan kalau dia masih perawan atau nggak, bisa jadi saja ia sedang berubah jadi baik dari masa lalunya yang buruk.”

“Bisa saja dia bilang kalau dia masih perawan sama kamu agar kamu nggak ninggalin dia,” lanjut Reni untuk mempengaruhi Hendra agar menerima Diara jika memang gadis itu tidak perawan lagi.

“Aku nggak akan ninggalin Diara, jika dia memang seperti itu, aku juga tidak masalah, karena aku juga kayak gini. Sekarang jaga aja rahasia kita ini agar dia nggak marah sama aku."

Hendra tersenyum, “Selagi kamu tutup mulut, dia nggak akan kecewa sama aku, Ren. Cuma kamu yang dia percaya, orang lain dianggap angin lalu saja sama dia.”

Jika harus jujur, Reni tidak ikhlas jika Hendra sama Diara. Diara terlalu baik untuk Hendra, sahabatnya itu berhak mendapatkan laki-laki yang jauh lebih baik dari Hendra. Namun ia juga tidak tega menceritakan kelakuan Hendra kepada Diara, tidak tega melihat sahabatnya itu terluka dan hancur.

Jika Diara tahu semuanya, bisa saja gadis itu akan kesulitan membuka hati bagi laki-laki lain. Selama ini Ia berharap hubungan Hendra sama Diara akan berakhir dengan alasan lain.

“Hen, jika kamu sudah menikah sama Diara, kamu akan tetap seperti ini?” tanya Reni lagi.

“Ini hasrat, Ren. Bukan cinta, Diara tak cukup untuk Hasratku, aku butuh kamu dan yang lainnya," jawab Hendra.

Diara, kenapa kamu harus pacaran sama Hendra? sekalipun Hendra mencintaimu, tapi ia telah mengkhianatimu karena nafsunya. Tapi sekarang mau gimana lagi, malam itu pasti kamu sudah kehilangan keperawananmu. Seandainya aku nggak kasih kamu obat perangsang, kamu pasti bisa menyelamatkan dirimu.

Ahh Diara! Kenapa kamu nggak mengangkat telfon ku Ra? Kenapa kamu nggak membalas pesanku? Aku tahu aku salah, aku ingin meminta maaf kepadamu. Aku ingin katakan kalau Hendra tidak akan marah sama kamu. Hendra akan tetap memilihmu dan mencintaimu sekalipun kamu tidak perawan lagi, dia mencintaimu apa adanya Ra. Jadi kamu nggak perlu merasa bersalah, kotor dan merasa tidak pantas untuk Hendra. batin Reni. Ya, mungkin karena itu ia bisa menyetujui hubungan Hendra dan Diara.

Ra, kamu dimana? Gimana keadaanmu sekarang? Kenapa aku ke rumahmu, rumahmu selalu kosong? Aku nggak tahu ibumu dirawat dimana, aku tahu kamu marah sama aku, aku ingin meminta maaf dan membayar kesalahanku, aku akan bantu mencarikan uang untuk operasi ibumu.

Tiada Hutang Dalam CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang