Hari itu matahari tidak terlalu terik. Semilir angin membawa kesejukan bagi siapa saja yang merasakannya. Diara tengah asyik memotong daun bunga yang mati di taman depan rumah. Bu Aliah juga ada disana mengatur pompa air untuk mengganti air kolam yang mulai kotor karena kotoran ikan.
Mertua dan menantu itu tampak kompak dalam menekuni hobi itu. Bak seperti simbiosis mutualisme, Diara mendapatkan pengalaman baru tentang cara merawat taman bunga. Sementara bu Aliah mendapat teman baru mengisi harinya yang selalu sepi selama ini.
Bu Rita yang cukup dekat dengan bu Aliah, seperti biasa mengunjungi rumah mereka. Saat ia hendak membuka gerbang, ia melihat satu buket bunga di tepi gerbang. Ia mengernyitkan dahinya dan mengambil bunga itu.
"kenapa ada bunga disini?" gumamnya.
Ia kemudian melangkah masuk ke dalam halaman rumah Adrian dengan tersenyum menyapa bu Aliah.
“wah, bu Aliah udah senang ya sekarang, ditemani ama menantu setiap hari” ucap bu Rita menghampiri bu Aliah.
“makanya bu, anak ibu itu disuruh menikah cepat, biar ada teman juga ibu di rumah, apa lagi suami ibu juga sering nginap diluarkan” jawab bu Aliah.
Bu Rita mengangguk pelan, membenarkan kata bu Aliah, suaminya seorang pilot, terkadang saat kembali kota, suaminya memilih tidur di hotel agar lebih dekat dengan bandara. Jadwal penerbangannya cukup padat sebagai pilot senior. Pulang jauh ke rumah bisa menguras energinya, apalagi ia sudah cukup berumur.
“ini bunga untuk siapa bu?” tanya bu Aliah melihat bunga yang dipegang bu Rita.
Mata Diara membulat tak percaya melihat bunga itu, ‘bukannya itu bunga yang dibawa mas Samuel semalam?’ batinnya bertanya.
“loh ibu nggak tahu? saya nemu ini di depan gerbang rumah ibu lo” gumam bu Rita dengan bingung.
“di depan rumah saya? siapa yang taruh bunga disana?” tanya bu Aliah tak kalah bingung.
Diara menelan salivanya, tubuhnya terasa sayu, takut jika tuduhan buruk itu mengarah kepadanya. Dan benar saja, sesaat kemudian mata bu Rita mengarah tajam kepadanya.
“2 malam ini saya lihat ada mobil merah di depan gerbang rumah ibu lo, laki-laki yang bawa, dia berdiri di depan gerbang melihat ke jendela itu” tunjuk bu Rita ke arah jendela kamar Diara.
Nafas Diara terasa tercekat seketika, lututnya terasa gemetar, jangan sampai bu Aliah berpikir macam-macam sama dirinya.
“masa sih bu?” gumam bu Aliah lagi.
Tubuhnya ia putar melihat ke arah Diara yang masih memegang gunting untuk memotong daun bunga yang mati. Menantunya itu memakai daster putih selutut, pasti mengundang mata laki-laki untuk menikmati kecantikannya.
“A, Ara” ucap Diara terbata melihat sorot mata bu Aliah.
Ia menelan salivanya, “kamu itu sudah bersuami, ngapain ngundang laki-laki lain ke rumah suamimu sendiri?” sindir bu Rita dengan tajam.
Diara menggeleng, ia sama sekali tak mengundang Samuel datang ke rumah mereka.
“Siapa dia Ra?” tanya bu Aliah dengan dingin.
“Te, teman mas Adrian bu” jawab Diara dengan lemah.
“teman Adrian? siapa?” tanya bu Aliah lagi dengan nada lebih menekan.
“mas Samuel bu”
Alis bu Aliah bertaut bingung, ia tidak kenal dengan laki-laki yang namanya Samuel, setahunya Adrian juga tidak memiliki teman bernama Samuel. Dan yang membuatnya semakin bingung adalah masalah bunga yang masih dipegang oleh bu Rita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiada Hutang Dalam Cinta
Romancekali ini cerita drama ya teman-teman, yang suka drama bisa ngumpul, yang nggk suka, bisa diskip kok, Novelme ini pernah terbit di platform lain, sekarang diterbitkan disini, biar tulisan ku bisa di satu tempat aja