57. Mobil Merah

3 0 0
                                    

Diara terpaku, berdiri melihat taman kompleks perumahan. Menangis tak bersuara, menahan rasa perih di hati. Terkadang dadanya gemetar saat menahan suara tangis itu agar tidak keluar. Melihatnya sungguh menyayat hati. Dan Diara tengah mengalami itu semua, rasa percaya yang coba ia tumbuhkan sekarang terasa luruh. Kebahagiaan yang membawanya terbang setinggi langit, sekarang terasa terhempas ke bumi.

Adalah foto Adrian dan Hesty yang menjadi penyebabnya, hatinya tak ikhlas. Dia sudah meminta Adrian tak menemui Hesty lagi, hanya itu, dan Adrian tidak menepatinya. Saat sore menerpa langit ibukota, Diara masih disana, mengingat lagi keluarga kecil yang pernah ia lihat di taman itu. Sepasang suami istri yang bercanda bersama dengan 2 orang anak mereka.

“mas, apa kita takkan pernah seperti itu?” gumam Diara menahan sesak.

Adrian yang baru pulang sore itu tidak menemukan Diara di kamar. Padahal Diara selalu disana menunggunya, mempersiapkan segala kebutuhannya sehabis pulang kantor. Adiran mengusap dahinya yang sedikit keringatan, ia keluar kamar dan segera menuju ruang lepas, menduga Diara ada disana. Benar saja dugaannya itu, Diara terlihat tengah termanggu melihat taman kompleks. Adrian mendekat dan mendekap tubuh istrinya dari belakang. “kok melamun disini Ra?” tanya Adrian.

Diara diam tak menjawab, memasrahkan dirinya di dekap Adrian, dada Adrian masih nyaman seperti biasanya, apa dia yang salah paham dengan foto yang dikirim Riyana tadi? Sebenarnya dia tak ingin peduli, kalimat provakor yang dikirim Riyana ia abaikan, namun tidak dengan foto Hesty yang tersenyum memandang Adrian.

“mas” gumam Diara dengan nada gemetar.

Adrian tersentak mendengar gemetar suara Diara, ia segera memutar tubuh Diara untuk melihat ke arahnya. Matanya membulat, melihat pipi Diara yang basah dan matanya yang sembab. “Ra, kamu kenapa?” tanya Adrian penuh kekhawatiran.

“mas, semalam Ara sudah bilang sama mas, jika hati mas nggak menginginkan Ara, biar Ara pergi mas” ucap Diara dengan masih gemetar, tangannya menutup mulut dan hidungnya untuk menahan isakan yang terasa menyesak dadanya.

“Ada apa Ra? ngomong sama mas, jangan kayak gini” ucap Adrian menekup wajah Diara, kecupan hangat ia berikan di kening istrinya.

Diara masih terdiam, berusaha mengendalikan gejolak hatinya, teringat lagi foto senyuman hangat Hesty kepada Adrian.

“jujur sama Ara mas, jika mas masih pengen sama Hesty, bilang aja, Ara sadar diri kok mas, jangan main belakang-belakangan, itu menyakitkan mas” ucap Diara dengan nada sedikit lebih tenang, namun ia masih menunduk dan berdiri membatu di hadapan Adrian.

Adrian menelan salivanya seketika, ia menggeleng, Diara pasti sudah tahu pertemuannya tadi dengan Hesty. Apa itu berarti Hesty juga menjebaknya? Adrian mengeram menahan kesal, sekarang ia tarik kepada Diara ke dadanya.

“Ara, tadi mas hanya menyelesaikan semuanya sama Hesty, mas bilang sama dia untuk nggak mengganggu kita lagi, mas hanya ingin bicara baik-baik sama dia Ra, agar dia move on dan mencari laki-laki yang lebih baik dari mas” jelas Adrian dengan pelan.

Tangannya mengusap rambut Diara dengan lembut, sesekali bibirnya menciumi ubun-ubun Diara, menunjukkan rasa sayangnya agar Diara dapat merasa tenang.

“percaya sama mas Ra, hanya Ara sekarang yang ada di hati mas”

“Tapi kan Ara udah minta mas untuk nggak menemuinya lagi” ucap Diara dengan nada rendah, kepalanya semakin ia sembunyikan di dada Adrian. Menghirup aroma wangi yang khas dari suaminya.

“Mas juga nggak kepengen nemui dia Ra, tapi dia mengirim chat sama mas terus, menelfon mas terus, jadi mas temui dia untuk bicara langsung dan memintanya untuk melupakan mas” jelas Adrian akan maksudnya menemui Hesty tadi.

Tiada Hutang Dalam CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang