19. Jaga Aku dan Perasaanku

3 0 0
                                    

Langit sudah memerah, sebentar lagi akan berganti gelap, Jalanan lumayan padat, membuat mereka cukup lama di jalanan. Sebelum sampai ke rumah, Adrian dan Diara membeli 3 bungkus Sate terkenal di kota itu. Lumayan sebagai ganti makan malam mereka. Adrian turun untuk membelinya sementara Diara menunggu di mobil.

Adrian memesan kepada salah satu pegawai warung sate yang cukup besar itu. “3 porsi penuh ya, Mas, di bungkus,” ucap Adrian.

“Siap, Mas, satenya pake lontong atau daging aja, Mas?”

“Pake lontong, Mas,” jawab Adrian. Namanya juga ganti makan malam, lebih baik pake lontong, biar kenyang, pikirnya.

Adrian melihat ke arah mobil, samar-samar dari balik kaca ia melihat Diara tengah asyik melihat ponsel, ‘apa Diara sedang chattan sama laki-laki itu?’ batinnya. Rasa pernah dikhianati oleh Hesty dulu masih membayangi pikirannya. Tak ingin rasa sakit itu kembali terulang.

Adrian menunggu dengan berdiri di dekat kasir, matanya ia alihkan ke dalam warung sate itu. Banyak pasangan muda mudi disana.

Matanya tertuju kepasa sepasang kekasih yang tengah menikmati sate, tangan si laki-laki terlihat berkali-kali menyentuh bagian-bagian sensitif pacarnya. Adrian menelan salivanya. ‘dasar, di tempat sepi kek, ngapain diperlihatkan jelas-jelas seperti itu’ rutunya.

Pemandangan itu malah bisa membangkitkan hasratnya, Adrian mengalihkan matanya kepada pengunjung lain, sepasang suami istri tengah makan bersama dengan anak mereka ada di tengah mereka. Adrian tersenyum melihatnya, ia juga ingin seperti itu. Dulu hal-hal seperti itu tidak pernah ia rasakan karena ulah ayahnya.

Jika tidak bisa merasakan hal seperti itu sebagai seorang anak, setidaknya ia bisa merasakan hal seperti itu sebagai seorang ayah. Namun apa dayanya, Diara malah menolak untuk disentuh dan mengatakan belum ingin memikirkan untuk punya anak. ‘Apa Diara berpikir aku hanya main-main dengan pernikahan ini?’ batinnya lagi.

“Ini, Mas ...” suara pegawai warung sate tersebut mengagetkan lamunan Adrian.

“Eh, iya, Mas, berapa?”

“ke kasir aja, Mas,” jawab si pegawai.

Adrian membayar sate tersebut dengan harga 75 ribu, ia kemudian segera kembali ke mobil. Dari balik kaca depan, ia melihat Diara buru-buru menyimpan ponselnya, apa itu berarti dugaannya benar?

“Sibuk amat tadi, Ra?” tanya Adrian saat menghidupkan mobil.

Diara melihat ke arah suaminya, apa Adrian tadi melihatnya bermain ponsel? “Sibuk gimana, Mas?” elak Diara.

Adrian mulai melajukan mobilnya, “aku hanya ingin kamu jujur, Ra, kalau kamu nggak mau terbuka sama aku, ya nggak apa-apa, lagi pula kita masih belajar untuk saling mengenal,” ucap Adrian yang terdengar jelas kecewa oleh Diara.

“Maaf, Mas ...” ucap Diara, ia menatap lekat wajah Adrian yang tengah fokus menyetir. Mobil mereka melaju di tengah ramainya jalanan oleh para pekerja yang pulang kantor.

"Dia masih belum terima dengan pernikahan kita,” lanjut Diara. Adrian bersikap datar dengan pengakuan Diara. “Mas, apa Mas nggak punya pacar juga? sama sepertiku?” kali ini Diara yang bertanya balik kepada Adrian.

Adrian tertegun sejenak, Apa dia layak mencurigai Diara seperti itu? ia saja berbohong tadi saat menemui Hesty.

“Aku akan mengakhiri hubunganku dengan pacarku saat kita kembali, Ra, aku sudah janji kepadamu, aku pasti akan menepatinya,” ucap Adrian yang masih fokus melihat jalanan.

Satu lagi hal yang membuat Diara semakin bersalah kepada Adrian. Laki-laki itu mungkin sama terlukanya dengannya saat itu. Demi pernikahan mereka yang terkesan dadakan itu, mereka harus mengorbankan perasaan masing-masing, dan juga perasaan pasangan mereka.

Tiada Hutang Dalam CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang