27. Aku Milikmu

4 0 0
                                    

Adrian menatap datar ke arah rekan bisnis baru perusahaannya, “Samuel,” gumamnya dengan dingin.

Samuel tersenyum menyambut kedatangan teman kuliahnya dulu. Samuel, Adrian dan Kamil dulu sama-sama kuliah di Amerika untuk memperdalam pengetahuan mereka dalam dunia bisnis dan pengelolaan perusahaan.

Hubungan mereka sangat dekat, namun Adrian tidak terlalu menyukai prilaku Samuel, laki-laki itu suka minum-minum dan nongkrong di bar hingga pagi.

“Wah, wah, apa di perusahaan ini tamu yang harus menunggu kedatangan pemilik perusahaan?” sindir Samuel melihat keterlambatan Adrian.

“Lo rupanya yang mau kerja sama dengan perusahaan kami,” ucap Adrian yang tidak memperdulikan sindiran Samuel.

Samuel tersenyum sinis, Adrian masih tak berubah dari dulu. Namun dibalik sikap Adrian itu, ia tahu kebaikan hati Adrian. Adrian adalah tempatnya sering mengadu jika ada masalah dengan orang tuanya yang sering menghukumnya dengan tidak mengirimkan uang.

“Anggap saja ini reunian kita, Yan, gue benar-benar kangen dengan kehidupan kita bertiga dulu,” ucap Samuel, “kalau lo nggak ada hutang sama keluarga Kamil, gue akan bawa lo kerja untuk perusahaan gue di Singapura"

Adrian tak memperdulikan ucapan Samuel, ia mengeluarkan dokumen yang semalam ia kerjakan. Dokumen kerjasama mereka.

"Kamu ini terlalu terburu-buru, Yan.” Samuel ikut mengeluarkan dokumennya dan mereka mulai membahas kerja sama yang telah disusun sedemikian rupa untuk mereka kerjakan.

Belum sampai satu jam mereka membicarakan kerja sama itu, ponsel Adrian bordering, Bu Aliah menelfonnya. Samuel melirik kesal Adrian yang mengeluarkan ponsel dari saku jas.

“Lo ini nggak profesional sekali, ini lagi bahas masalah penting, seharusnya ponsel Lo matikan dulu.”

“Ini ibu gue, Sam, pasti ada masalah genting, kalau nggak dia nggak bakalan nelfon gue di jam kerja kayak gini.” Adrian kemudian segera mengangkat panggilan itu.

“Halo, Bu,' jawab Adrian pada panggilan itu.

“Kamil tadi kesini, dia bicara dengan Diara, kamu cepat ke sini dulu, kasihan Diara, sepertinya ia tertekan dengan ucapan Kamil tadi,” ucap Bu Aliah langsung pada inti maksudnya menelfon Adrian.

Mata Adrian membulat tak percaya, Kamil terlalu berlebihan mencampuri urusan pribadinya. Adrian kemudian berdiri, wajahnya memias karena kesal.

“Sam, gue tinggal dulu ya, bentar lagi Kamil kesini,” ucap Adrian dengan perasaan tak menentu di hatinya.

“Ini kita masih diskusi, Yan, lo jangan seenaknya ninggalin gue,” ucap Samuel menatap kesal kepada Adrian yang sudah berdiri, “diskusi sama lo lebih enak dibandingkan bocah tengil itu.”

Adrian melihat datar ke arah Samuel, “Gue ada masalah, gue harus pulang dulu.” Adrian segera berjalan cepat meninggakan ruangan Kamil tempatnya berdiskusi bersama Samuel.

Sementara Samuel mengeram menahan marah, diskusi mereka tadi tengah sedang alotnya membahas projek baru mereka, tapi Adrian malah pergi dan menyuruhnya menunggu Kamil.

“Ha, sial!!” umpat Samuel, “diskusi sama Kamil buang-buang waktu ku aja.”

Adrian keluar dari ruangan Kamil, ia menuju ke meja Rina yang tengah mengetik laporan disana. Rina yang melihat Adrian berjalan cepat ke arahnya langsung berdiri dan memberi hormat.

“Na, nanti kalau Pak Kamil datang, kamu temani dia menemui Pak Samuel ya, aku ada keperluan mendadak,” ucap Adrian dengan nada datar.

“Maaf, Pak, tapi Pak Kamil tidak suka jika saya yang menemaninya, selama Bapak tidak ada, beliau sendiri yang menemui klien dan rekan bisnis perusahaan,” jelas Rina dengan tertunduk.

Tiada Hutang Dalam CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang