8. Pacar

4 0 0
                                    

Adrian bangkit dari ranjang, ia kemudian segera keluar dari kamarnya menuju ruang tengah, dari sana ia melihat sebuah jalan ke dapur yang hanya ditutupi kain pintu. Adrian masuk kesana, disana ia melihat Diara tengah memasak di dapur yang sangat sederhana. Mejanya hanya meja kayu dengan gas di taruh di kolongnya.

Adrian melirik ke beberapa bagian dapur, lumayan rapi, namun kesan sederhana membuat dapur itu terlihat kotor dan tak layak di matanya. Adrian mendekat ke arah Diara, ia kemudian berdiri di samping Diara dan melihat apa yang dilakukan perempuan yang baru menjadi istrinya itu.

“Mas kok disini? Istirahat aja di kamar, nanti kalau udah masak aku panggil.” ucap Diara yang menyadari kehadiran Adrian.

Adrian melihat wajah Diara, mulai sekarang ia harus belajar mencintai Diara, dan belajar melupakan Hesty, gadis cantik yang sedang menunggunya di kota. Sebuah kesalahan, harus ia bayar dengan mahal, sekarang ia tidak ingin menyesali apa pun lagi, belajar mencintai Diara adalah pilihan satu-satunya yang ia miliki.

“Aku ingin dekat sama kamu, Ra. Kita harus belajar untuk saling mencintai mulai sekarang,” Tutur Adrian memandangi wajah Diara.

“Aku sudah bilang sama kamu, Mas. Kamu nggak perlu sampai nikahin aku, biaya operasi ibuku sudah sangat besar untuk kamu tanggung,” ucap Diara dengan nada sesak.

Sejujurnya Ia sangat menginginkan pernikahan itu, karena takut tidak ada lagi laki-laki baik yang mau menikahinya, gadis miskin, tampang pas-pasan, dan tidak perawan. Mengingat itu saja hati Diara sudah terlanjur sesak. Jika Adrian bersikeras menolak menikahinya, dia takkan memaksa, namun Adrian malah dengan gentleman mengatakan siap bertanggung jawab. Membuat dirinya merasa serba salah pada posisinya saat ini.

“Maaf Mas, tapi aku memang egois.” Suara Diara terdengar gemetar, "Sekalipun aku mengatakan tidak perlu, tapi aku memang ingin kamu tanggung jawab, setidaknya jika aku menjadi janda, laki-laki lain tidak akan memandang rendah diriku sebagai perempuan murahan.” Tuturnya.

Adrian merangkul bahu Diara, ia mendekatkan tubuhnya dengan tubuh Diara, “Kamu ini bicara apa, Ra. kita baru saja menikah, tapi kamu udah bicara yang nggak-nggak seperti ini.”

“Kita harus belajar untuk saling mencintai, Ra. Aku bukan laki-laki yang memperlakukan perempuan seperti itu.”

Diara merasa haru mendengar ucapan Adrian, “Makasih Mas. Mas sudah baik bangat sama aku, padahal Mas tidak salah sama sekali dalam masalah kita ini.”

“Aku tetap salah, Ra. Aku tidak seharusnya meniduri perempuan yang tidak ada hubungan pernikahan sama aku." Adrian melihat Diara yang masih menggoreng tahu dengan mata sendunya. Jika dulu ia tidak melakukannya dengan Hesty, pasti ia bisa mengendalikan diri saat bersama Diara malam itu.

“Mas, kalau Mas mau ceraiin aku, aku nggak masalah, tapi setidaknya setelah kita nikah beberapa bulan atau setahun dulu.” Gumam Diara, ia tidak ingin menjadi beban untuk Adrian, status janda sudah cukup menyembunyikan aibnya itu.

Adrian mencium rambut Diara untuk menenangkan hati istrinya itu yang terlihat masih labil atas pernikahan mereka. Bau rambut Diara terasa hambar, sepertinya gadis itu tidak memakai shampoo atau sangat jarang untuk berkeramas.

“Ra, aku mau nikah sekali seumur hidupku, jangan bicara seperti itu lagi ya, kita harus belajar untuk saling memiliki sekarang,” gumam Adrian.

Diara menatap Adrian dengan datar, apa itu berarti ia bisa menjadi istri Adrian selamanya? Tanpa perlu takut menjadi janda. Apa itu berarti Adrian menerimanya sebagai istrinya dan tidak akan pernah meninggalkannya?

Diara mengangguk pelan menandakan ia mengerti dengan ucapan Adrian, “Baik Mas, aku akan berusaha menjadi istri yang baik untuk Mas,” gumamnya.

Adrian kemudian melangkah keluar saat ponselnya berdering, Hesty menelfonnya. Ia harus menghindar dari Diara agar gadis itu tidak curiga kepadanya. Adrian menuju teras rumah Diara, dan segera mengangkat panggilan.

Tiada Hutang Dalam CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang