29. Masih Belum

6 0 0
                                    

Jam menunjukkan pukul 19.46, masih setengah jam lagi Adrian akan keluar dari ruangan kerjanya. Diara  membawakan segelas teh hangat menuju lantai 2. Ia berharap dengan minuman itu bisa membantu kerja suaminya yang terlihat benar-benar sibuk.

“Teh buat siapa, Ra?” tanya Bu bu Aliah yang sedang menonton tv di ruangan tengah.

“Buat Mas Adrian, Bu,” jawab Diara dengan pelan.

Bu Aliah menatap datar kepada Diara yang berjalan menuju tangga. ‘apa Diara bisa mengubah sikap Adrian yang satu ini ya?’ batinnya berpikir.

Pintu ruangan kerja itu terkunci dari dalam saat Diara mencoba membukanya. Diara mengetuk pintu ruangan kerja Adrian 2 kali.

“Kenapa Mas Adrian selalu mengunci pintu ini, sih?” gumam Diara dengan rasa penasarannya.

Selang beberapa saat, Pintu ruangan itu terbuka, Adrian melihat Diara dengan tatapan datar, salah satu hal yang tidak disukai Adrian adalah ada yang menganggunya saat di ruangan itu.

“Ada apa, Ra?” tanya Adrian.

“Aku buatkan teh untuk, Mas,” jawab Diara dengan tersenyum.

Adrian mengusap dahinya, ia tidak boleh egois, Diara juga tidak tahu ketidak sukaannya tentang yang satu ini, apalagi saat di rumah Diara, gadis itu menemaninya selama bekerja di ruang tamu.

“Makasih ya, Ra,” gumam Adrian sembari mengambil gelas teh bikinan Diara.

“Aku nggak boleh masuk ya, Mas,” ucap Diara saat melihat Adrian hendak menutup pintu.

Adrian menarik nafas kasar, ia membukakan pintu lebih lebar untuk Diara.

“Kalau Mas nggak suka, aku nggak apa-pa kok,” ucap Diara yang merasakan ketidak sukaan Adrian atas ucapannya tadi.

Adrian tersenyum, “masuklah, temani aku di dalam,” ucap Adrian.

Diara tersenyum senang, ia kemudian mengikuti langkah Adrian untuk masuk ke dalam.

Mata Diara takjub melihat isi ruangan itu, sebuah meja kerja dengan susunan beberapa dokumen yang rapi di atasnya dan sebuah laptop yang terbuka, ada juga sofa berwarna abu-abu disana. Di sekeliling ruangan itu ada rak yang berisi banyak buku.

Suasana di dalam sedikit redup, cahaya terang hanya terlihat dari lampu khusus di meja kerja Adrian. Ruangan itu cukup wangi, khas wangi mobil Adrian yang Diara naiki tadi sore. Wanginya juga hampir sama dengan wangi baju Adrian yang ada di lemari. Sepertinya itu aroma kesukaan Adrian.

“Duduk, Ra,” ucap Adrian mempersilahkan Diara duduk di sofa. Sementara ia kembali ke meja kerja sembari membawa teh yang dibuat Diara.

“Mas, kalau aku ganggu kerja, Mas, aku ke bawah aja,” gumam Diara merasa tak enak.

Adrian yang hendak duduk mengurungkan niatnya. Ia mendekat ke arah Diara dan memeluknya. Melawan rasa ketidak sukaannya akan kehadiran Diara disana. Mungkin ia harus menerima jika Diara akan sering menganggu kerjanya.

“ini tempat paling nyaman untuk ku Ra” ucap Adrian dengan pelan.

Dulu ia mengurung diri disana untuk menenangkan dirinya saat mengetahui perselingkuhan Hesty. Buku-buku disana mampu menyibukkannya dan membuang pemikiran yang menyakitkan itu. Suasana sejuk dari pendingin ruangan, ditambah suasana hening karena ruangan itu ia beri pengedap suara, benar-benar memberinya ketenangan.

“aku juga merasa nyaman disini mas” ucap Diara.

‘tapi aku lebih nyaman ada di dekatmu mas’ lanjut Diara di hatinya.

Adrian kemudian menarik Diara ke kursi kerjanya, ia duduk di kursi kerjanya dan mendudukan Diara di pahanya.

“temani aku sebentar ya Ra”

Tiada Hutang Dalam CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang