3. Tanggung Jawab

4 1 0
                                    

Kamil dan Adrian baru saja selesai dengan pekerjaan mereka, malam itu mereka ada pertemuan khusus untuk membahas kerja sama pembukaan anak perusahaan keluarga Kamil di kota itu. Mereka kemudian diantar ke hotel tempat mereka menginap yang telah disediakan oleh rekan bisnis yang mengundang mereka.

"Biasanya kalau kayak gini kita dikasih cewek, Yan, mudah-mudahan jatahku malam ini cantik dan hot," ucap Kamil dengan tersenyum.

Adrian melepas nafas kasar, ia tidak terlalu tertarik untuk yang satu itu, apa lagi memakai wanita malam, takut terkena penyakit yang tidak-tidak.

Hanya sesekali ia mau meniduri perempuan malam yang disediakan rekan bisnisnya. Selama ini ia cukup selektif memilih teman tidur yang diberikan oleh rekan bisnisnya.

"Cara-cara kayak gini memang ampuh ya untuk memuluskan kerja sama bisnis," gumam Adrian dengan pelan.

"Ini hal biasa, Yan. Sejak kita ngurus perusahaan, memang selalu kayak gini kan? kita aja yang harus pintar menjaga rahasia ini dari pacar kita." Kamil melirik sinis ke arah Adrian, "Nikmati aja, selama bisnis kita berjalan lancar, rahasia kayak gini akan aman."

Adrian menatap jengah ke arah Kamil, Ia kemudian mengeluarkan ponselnya untuk mencari kesibukkan lain. Ada pesan chat dari Hesty, pacarnya itu mewanti-wanti dia agar tidak macam-macam selama di luar kota.

Adrian menarik nafas kasar, dulu waktu dia kuliah bersama Kamil di luar negeri, gadis itu dengan seenaknya bermain dengan cowok lain di belakangnya selama ia kuliah. Namun karena rasa sayangnya yang sangat besar kepada Hesty, ia memaafkan gadis itu dan melanjutkan kembali hubungan mereka.

Mobil mereka sudah sampai di depan lobi hotel. Adrian dan Kamil segera masuk ke dalam menuju kamar mereka masing-masing.

Benar saja perkataan Kamil, di dalam kamar Adrian seorang perempuan tengah berbaring di ranjangnya dengan berselimut.

Adrian masuk, ia melepas dasi dan jasnya, "Pergilah, aku tidak ingin diganggu malam ini," ucap Adrian dengan dingin.

Gadis itu masih diam di dalam selimut, seketika saja Adrian melepas nafas kasarnya.

"Pergilah, bukannya kamu sudah dibayar, atau kamu mau uang lagi dariku?" Adrian berbicara dengan menahan kesal.

Diara masih terdiam, tubuhnya masih panas karena gejolak hasrat, tangannya menyentuh dada dan bagian bawahnya, berusaha menahan rasa gatal yang melanda area sensitifnya.

Adrian yang telah membuka kemeja kemudian menarik handuk dari dalam lemari, "Aku mau mandi, setelah aku mandi, kamu sudah harus pergi dari sini," ucap Adrian masih dengan dingin.

Adrian kemudian masuk ke dalam kamar mandi. Sementara Diara berusaha melawan rasa gejolak hasratnya, tubuhnya berkeringat, ia berusaha bangkit untuk pergi. Ia bersyukur karena laki-laki itu tak ingin menyentuhnya.

Namun tubuhnya masih melemah, saat ia berusaha berjalan untuk pergi, ia kembali roboh ke atas ranjang, pakaiannya yang serba kurang bahan membuka bagian-bagian indah tubuhnya.

Hampir 15 menit berlalu, Adrian keluar dari kamar mandi berdecak kesal, "Gadis ini! Aku sudah suruh pergi masih saja disini."

Adrian berjalan cepat ke arah Diara, ia melihat wajah gadis itu. Seketika saja ia ingat sosok Diara yang tadi ia lihat di restoran. Adrian tersenyum sinis seketika.

"Jadi siang menjadi pelayan restoran, dan malam jadi wanita jalang."

"Mencari uang sampai menjual tubuhmu sendiri, dasar perempuan gila uang," umpat Adrian, namun semua kata Adrian tidak bisa dicerna dengan baik oleh Diara, gadis itu sudah dibawa melayang oleh obat perangsang yang diberikan oleh Reni.

Tiada Hutang Dalam CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang