Adrian membereskan beberapa dokumen yang akan ia bawa besok ke Jepang. Beberapa dokumen sudah ia masukan ke dalam tas kerjanya. Di sela kesibukannya, Rina datang menghampirinya dengan memberikan Adrian 2 tiket pesawat.
“ini tiketnya pak,” ucap Rina.
“kok 2 Na?” tanya Adrian saat menerima tiket tersebut.
“Satu lagi buat Andre pak, di yang akan menemani bapak besok” jawab Rina.
Adrian melepas nafas kasar, ia akan pergi bersama Andre, asistennya yang lain. Seharusnya Kamil langsung yang pergi ke Jepang. Itu akan jauh lebih baik untuk kerja sama mereka dengan perusahaan besar asal negera matahari terbit itu.
“makasih Na” jawab Adrian, ia kemudian berdiri dan masuk ke ruangan Kamil.
Sementara Rina hanya bisa menarik nafas kasar melihat Adrian masuk ke ruangan Kamil, gagalnya rapat minggu lalu membuat beberapa laporan anak perusahaan mengalami defisit.
Sekarang malah ia yang disibukkan untuk mencari jadwal rapat untuk Adrian. Jika tidak, defisit akan semakin besar jika tidak segera dicarikan solusinya.
Kamil yang tengah menanda tangani beberapa berkas melirik Adrian yang masuk ke ruangannya dengan kesal. Sahabatnya itu sama sekali tidak berubah, selalu saja masuk ke dalam tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
“mau apa lo?” tanya Kamil dengan ketus.
“kenapa Cuma gue yang ke Jepang? lo kok nggak ikut Mil?” tanya Adrian dengan kesal.
“kerjaan gue banyak, lo aja yang urus masalah di Jepang”
Adrian menyipitkan matanya menahan marah, padahal semua pekerjaan dia yang ngehandle, bosnya itu hanya ongkang angking kaki saja di kantor. Kerjaannya Cuma tanda tangan, itu pun tidak membaca apa yang ia tanda tangani, seperti yang tengah dilihat Adrian saat itu.
“lo itu pemimpin perusahaan ini Mil, lo yang seharusnya mengurus masalah kerja sama dengan perusahaan lain, bukan gue” ucap Adrian dengan nada menekan.
“ini perusahaan keluarga gue, lo nggak usah ikut camput tentang apa yang gue kerjakan” ucap Kamil dengan ketus.
Adrian mendesis kesal mendengar jawaban Kamil, ia benar-benar gerah dengan bosnya itu.
“lo tahu nggak kalau banyak anak perusahaan yang defisit, kalau lo mau ikut rapat minggu lalu, mungkin semuanya bisa dicegah, tapi apa? lo malah pergi senang-senang sama Riyana” lanjut Adrian
Kamil tersenyum sinis, ia tidak terlalu memikirkan masalah itu. Selama perusahaan masih untung besar walaupun defisit, tapi itu tak masalah baginya.
“gue mau jenguk Hesty ke rumah sakit, lo siap-siap buat antar gue” ucap Kamil yang tidak ingin melanjutkan pembicaraan mereka.
“lo dengerin gue sih Mil, capek gue sama lo” ucap Adrian menahan marah.
Kamil menarik nafas panjang, ia tatap Adrian dengan tajam, ia benar-benar tidak suka dengan sikap Adrian yang terlalu berlebihan mengaturnya.
“udah keluar sana, siap-siap, gue udah lama nggak menjenguk Hesty di rumah sakit” perintah Kamil lagi.
Adrian mengeram menahan marah, ia berbalik badan untuk keluar dari ruangan itu.
Lagi, ia menyesali janji yang dulu pernah terucap kepada mendiang pak Herman, janji yang membuatnya terkekang disana. Ia tak pernah mengira jika Kamil akan jauh berubah seperti sekarang.
****
Diara baru saja selesai membersihkan tubuhnya di kamar mandi, ia lihat jam di nakas sembari memakai pakaiannya, masih jam 5 sore. Semua pekerjaan rumah sudah selesai, ia bingung harus melakukan apa sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiada Hutang Dalam Cinta
Romansakali ini cerita drama ya teman-teman, yang suka drama bisa ngumpul, yang nggk suka, bisa diskip kok, Novelme ini pernah terbit di platform lain, sekarang diterbitkan disini, biar tulisan ku bisa di satu tempat aja