62. Tidak Ada Persahabatan

1 0 0
                                    

Disiang yang sama, Diara memandangi ikan-ikan yang berebut makanan dari pakan yang ia lempar ke kolam. Air jernih kolam itu memperlihatkan dinding kolam yang terbuat dari batuan yang diukir. Terlihat hijau tua karena di tumbuhi lumut, pemandangan itu tampak indah dengan ikan-ikan yang menari indah di dalamnya.

Pikiran Diara menerawang jauh pada perjumpaannya dengan Samuel beberapa hari lalu di kafe. Walaupun Adrian memintanya untuk tidak memikirkan masalah tersebut, tetap saja ia tidak bisa berpaling dari segala masalah yang ia rasakan.

‘apa benar aku penyebab dari semua masalah yang mas Adrian hadapi sekarang?’ pertanyaan Diara membatin di hatinya.

Mata Diara memandang ikan dengan corak dominan merah dengan gradiasi warna kuning dan putih. Sesekali mulut ikan itu muncul ke permukaan menarik udara. Di bawah ikan itu ada ikan dengan dominasi warna hitam dan putih, ikan itu meliuk-liuk dengan lincah, menciptakan riak gelombang air kolam.

Diara mengambil segenggam pakan ikan lagi dan melemparnya ke kolam. Seketika beberapa ikan yang masih lapar berebut memakannya. Diara memeluk lututnya dengan tetap duduk di sisi teras yang berada dekat dengan kolam itu. “apa yang harus aku lakukan untuk membuat mas Adrian terbebas dari semua masalah itu?”

“Apa mereka melakukan ini semua agar mas Adrian meninggalkanku? apa salahnya aku menikah dengan mas Adrian? mas Adrian juga nggak masalah kalau dia tidak menjadi pimpinan di perusahaan keluarga Hesty, atau ini semua karena Hesty, dia yang membatalkan kerja sama itu” Diara kembali bergumam.

Lalu sebenarnya apa yang menjadi masalah dari pernikahan mereka? Pikiran Diara terus bekerja keras mencerna perkataan Samuel. Namun ia tidak bisa menemukan titik masalah itu.

“Ra, kok melamun nak” Suara bu Aliah mengagetkan Diara. Gadis itu tersentak dan langsung melepas lututnya yang ia peluk.

“nggak bu, Ara lagi ngasih makan ikan aja” Elak Diara dari tuduhan bu Aliah.

Bu Aliah mendekat dan duduk disamping Diara. Tangannya mengelus punggung Diara dengan pelan. “Ara kesepian ya nak” gumam bu Aliah.

Diara melihat bu Aliah dengan tersenyum tipis. “Ara paham kesibukan mas Adrian kok bu” jawabnya.

“Ara sama Adrian udah nggak ada masalah lagi kan?” tanya bu Aliah.

“masalah apa bu?”

“masalah karena trauma Ara” jawab bu Aliah dengan singkat.

Diara menarik lututnya untuk berdiri, ia sandarkan kepalanya disana sembari menoleh kepada bu Aliah. Wajah mertuanya tampak berseri, membuatnya kadang iri, kenapa mertuanya jauh terlihat lebih cantik darinya. Padahal ia jauh lebih muda.

“Ara sama mas Adrian udah menjadi suami istri seutuhnya bu” jawab Diara yang disambut bu Aliah dengan senyuman bahagia.

“kamu udah tes kehamilanmu Ra?” tanya bu Aliah dengan semangat.

Dahi Diara berkerut bingung, matanya mengerjap mencoba memahami pertanyaan singkat itu. “apa ibu ingin segera punya cucu?"

"dari Ara?” tanya Diara dengan polos.

“iya lah Ra, emang menantu ibu siapa lagi? kan cuma Ara” jawab bu Aliah.

Diara menelan salivanya, ia raih tangan bu Aliah dan ia cium dengan dalam. Kenapa mertuanya itu tak hentinya memberinya kenyamanan. Setiap perkataan bu Aliah selalu menghargai dirinya yang lemah dan penuh kekurangan.

“ibu yakin mau punya cucu dari perempuan miskin seperti Ara?” tanya Diara lagi.

“Ara ini bicara apa? apa Ara dan Adrian nggak mau punya anak?” Bu Aliah balik bertanya.

Tiada Hutang Dalam CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang