60. Sumber Kehancuran

2 0 0
                                    

Diara menatap lekat wajah Samuel yang tersenyum manis kepadanya. Pemuda itu tak kalah tampan dengan suaminya. Tubuhnya lebih berotot, mungkin karena rutin berolah raga. Menggunakan kemeja putih dengan jas donker. Belum lagi rambutnya yang disisir rapi, serta rahangnya yang tegas, membuatnya menjadi banyak sorotan perempuan disana.

Namun Diara tak tergoda sedikit pun dengan itu. Toh dulu dia mencintai Hendra sekalipun tubuh laki-laki itu kurus dan wajahnya tak setampan Adrian.

“jadi mas mau bicara apa?” Tanya Diara dengan lugas.

“santai Ra, jangan buru-buru seperti ini, kita masih punya banyak waktu untuk berbicara santai” jawab Samuel.

Samuel memanggil seorang pelayan dan memesan minuman serta pasta untuk makan siangnya. Ia kemudian dengan santai mengeluarkan ponselnya dan mengetik sesuatu disana.

“maaf mas, aku nggak bisa lama-lama” Diara memperingatkan Samuel dengan tegas.

“temani aku makan dulu Ra, kalau kamu mau makan, kamu juga bisa pesan, kali ini aku yang traktir”

Diara memalingkan wajahnya dari Samuel, sekarang ia mulai merasa tak nyaman berada disana. Pikirannya tadi kembali berputar, apa ini hanya jebakan untuknya? Sama dengan yang sebelum ini terjadi.

“sebeum kita bicara soal Adrian, aku ingin tahu tentang perasaanmu Ra, apa yang kamu lihat dari Adrian? sehingga kamu ingin memintanya menikahimu” Ucap Samuel.

Pikiran Diara seketika mengingat pagi yang memilukan itu, ia terisak, meminta Adrian untuk bertanggung jawab. Namun ia juga mengatakan kepada Adrian tidak perlu menikahinya setelah Adrian membiayai operasi ibunya, dan Adrian tetap ingin bertanggung jawab.

Diara menoleh kepada Samuel, “mas Adrian yang ingin bertanggung jawab, dan memang seharusnya itu yang ia lakukan” jawabnya dengan tegas.

“dan dia telah melakukannya, sekarang kamu bisa meninggalkannya, aku akan mencintaimu Ra, akan kuberikan lebih dari segala yang Adrian berikan kepadamu” ucap Samuel dengan nada penuh asa.

Diara menggeleng pelan, “nggak mas, mas Adrian menerimaku apa adanya, kamu hanya melihat seperti apa aku sekarang, jika kamu tahu seperti apa aku dulu, kamu takkan pernah memandang diriku mas” ucap Diara memalingkan wajahnya dari Samuel yang menatapnya penuh perasaan.

Samuel mendesis geram dengan jawaban Diara, Ia tidak menyukai perempuan yang dia incar meninggikan orang lain selain dirinya.

“apa karena dia yang lebih dulu bertemu denganmu, itu berarti dia yang lebih pantas untukmu Ra? dia sudah melecehkan mu, dia bukan laki-laki baik”

"lalu siapa laki-laki baik mas? kamu?" sambar Diara dengan cepat. "kamu bahkan mengatakan cinta pada perempuan yang sudah bersuami, apa itu berarti kamu laki-laki baik?"

“aku ngga mau basa basi mas, katakan saja apa yang ingin mas katakan tentang mas Adrian” ucap Diara yang tidak ingin berlama-lama disana.

Diara mulai merasa tak nyaman, Samuel seperti terus memprovokasi untuk dengan menjelekkan Adrian. Diara mengedarkan pandangannya ke seluruh bagian cafe, membuang jauh-jauh rasa khawatirnya.

“temani aku makan dulu Ra, baru kita bicara, pembicaraan ini akan sedikit serius” ucap Samuel dengan sikap santainya.

Diara kemudian berdiri, “aku nggak bisa mas, aku nggak mau ada yang melihat kita lalu mas Adrian salah paham”

“duduklah Ra" pinta Samuel. "ini demi karir Adrian, kamu harus tahu masalah ini, karena Adrian tidak akan pernah menceritakan ini kepadamu”

Diara menelan salivanya, ia tatap lamat-lamat wajah Samuel. Karir Adrian? ada apa dengan karir Adrian? pikiran Diara berpikir keras. Suaminya selalu bekerja hingga malam, apa itu semua tak cukup memuaskan Kamil?

Tiada Hutang Dalam CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang