20. Istriku Bu

7 0 0
                                    

Diara membuka matanya lebih dulu daripada Adrian, seperti malam sebelumnya, ia tidur di dalam pelukan Adrian. Diara sejenak memejamkan matanya lagi, ia mendekat dan mencium dada Adrian. Laki-laki tempatnya mengabdikan hidupnya, sekarang dan ia berharap untuk selamanya. Diara kemudian duduk, ia tatap sejenak wajah Adrian, tampan, sekalipun Adrian tengah terlelap tidur.

Diara kemudian berdiri dan segera keluar, di ruang tengah ia melihat Ayu tengah bersiap-siap ke sekolah.

“Kakak udah bangun?” gumam Ayu, “Mas Adrian mana?”

“Masih tidur, Yu, kamu masih ada uang kan?” tanya Diara.

Ayu mengangguk, “masih kak, uang yang kakak kasih kemarin masih ada kok.”

“Kamu pegang dulu ya, nanti kalau kakak dikasih uang sama Mas Adrian, kakak kirim lagi ke kamu,” ucap Diara.

Ayu menunduk tak menjawab, ia kemudian memeluk Diara dengan erat, tak ingin rasanya untuk berpisah, tapi ia harus ikhlas demi masa depan kakaknya.

“Kakak jangan cerai sama mas Adrian ya, Kak," ucap Ayu dengan pelan, “Mas Adrian orangnya baik kok, kak.”

Bahkan Ayu saja bisa merasakan kebaikan mas Adrian' batin Diara.

Diara membalas pelukkan Ayu, ia masih merasa belum menjadi istri yang baik bagi Adrian. Malam tadi ia masih belum memberikan dirinya untuk suaminya itu.

“Kamu baik-baik disini ya, Yu, jaga ibu, hubungi kakak jika terjadi sesuatu.”

“Kakak juga, hati-hati disana, kabari Ayu juga apa pun masalah kakak disana,” ucap Ayu.

Ayu kemudian mencium tangan Diara, ia pamit dan segera pergi ke sekolah, perpisahan mereka pagi itu terasa cukup berat. Sejak kecil mereka sering bertengkar untuk sesuatu yang sepele. Namun juga selalu saling membahu untuk kehidupan mereka, terutama sejak ibu mereka mulai terkena sakit jantung, empat tahun lalu.

Setelah kepergian Ayu, Diara segera ke belakang, ia menyiapkan minuman untuk Adrian. Kemudian ia ke sumur, menimba air di sumur untuk segera mandi dan bersiap-siap. Pesawat mereka dijadwal akan terbang jam 11, ada waktu sekitar 3 jam lagi untuk ke Bandara.

Saat terbangun, Adrian mengusap posisi Diara tidur dengan mata masih terpejam, gadis itu sudah tidak ada disana. Adrian membuka matanya dan segera bangkit, di meja hias Diara, sudah ada segelas teh untuknya. Adrian menarik nafas panjang, ia kemudian berdiri dan meminum teh tersebut. Ia kemudian keluar dan langsung ke belakang dengan membawa handuk dan peralatan mandinya.

Saat berjalan ke sumur, Adrian mendengar guyuran air dari dalam tempat mandi yang tertutupi pintu karung goni. Ia menelan salivanya, ‘pasti Diara’ gumamnya. Jika Diara mau menerimanya, ia akan langsung masuk dan mandi bersama disana. Tapi saat itu ia masih harus menahannya. Saat Diara keluar dari dalam, ia kaget melihat Adrian tengah berdiri melihat langit di depan pintu sumur itu.

“Mas!” gumam Diara tersentak kaget.

“Kamu udah selesai, Ra?” tanya Adrian, Diara mengangguk dan menunduk, ia segera masuk ke dalam rumah.

Adrian menatap punggung Diara hingga gadis itu masuk ke dalam rumah. Adrian kemudian segera masuk dan mandi, ia juga harus segera bersiap-siap.

Jam 7.30 mereka mereka keluar dari rumah, Adrian sudah menelfon PO mobil yang ia rental. Mobil itu akan dijemput pihak rental di bandara. Adrian memasukkan semua barangnya ke bagasi mobil, sementara Diara masih di dalam rumah memastikan semuanya aman.

Setelah yakin untuk pergi bersama Adrian, dan melepas rasa sedihnya meninggalkan rumah yang penuh kenangan bersama almarhum ayahnya, bersama ibu dan adiknya, Diara segera menggembok pintu rumah. Adrian sejenak menatap Diara yang masih berada di depan pintu rumah, ‘dia ini terlalu drama sekali, kayak nggak bakalan kembali kesini lagi,’ batin Adrian.

Tiada Hutang Dalam CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang