Tring! Tring!
Suara dering dari ponsel di nakas memaksa Al yang baru lelap tidur, terbangun. Pria yang tampak kelelahan dengan kantung mata tebal di bawah mata mengucek sepasang netranya. Tangannya meraba-raba nakas, meraih benda persegi demi mematikan alarm.
"Andin?"
Al mengedarkan pandangan ke sekeliling, pada ruangan berinterior putih dan krem yang tidak ada orang sekali pun kecuali dirinya. Dia baru saja tertidur dan sekarang istrinya tidak ada di bangsalnya?
Ke mana Andin pergi?
Al mencari keberadaan sang istri di seluruh ruangan. Namun, nihil. Andin tidak ada di mana pun. Ia melangkah pergi ke luar, menatap koridor putih yang jarang dilewati orang.
Mulai cemas memikirkan sang istri yang hamil tua dan berjalan sendirian dengan perut besar, Al kembali ke dalam, melakukan panggilan ke suster yang berjaga untuk menanyakan keberadaan sang istri.
Beberapa menit kemudian setelah panggilan, Al langsung keluar seraya membawa jaket. Ia turun menggunakan lift, pergi ke halaman rumah sakit dimana kata suster, istrinya sedang berjalan-jalan.
Waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari, udara malam di luar rumah sakit terasa dingin. Al rasanya ingin marah, tak sabar mau mengomeli istrinya begitu bertemu. Sayangnya, niat itu tidak bisa ia lakukan setelah melihat langsung bagaimana keadaan Andin di depan sana tidak baik-baik saja.
Andin pergi ke luar tidak sendirian. Melainkan ada Surya dan Rossa yang berada di sisi istrinya untuk menemani.
"Sakit, Ma...."
Terdengar suara Andin merintih kesakitan.
"Ya, Sayang. Mama paham. Coba atur napas pelan-pelan. Kita jalan-jalan lagi ya," ajak Rossa dengan penuh kesabaran seraya memeluk menantunya agar kembali berjalan mengitari taman rumah sakit yang dirawat dengan baik itu.
Surya mengamati dengan seksama punggung putrinya yang sedikit membungkuk sebab kontraksi. Andin sudah seperti itu dari siang hari. Perkiraan lahirannya sudah berlalu satu hari dan tak ada tanda-tanda kedua cucunya itu mau keluar.
Dokter sudah memberikan saran agar di operasi saja, namun Andin menolak dan berkata ingin mencoba dulu agar bisa melahirkan normal.
"Ma, Pa,"
Al datang menghampiri. Berdiri di depan sang istri yang berwajah pucat dan berkeringat padahal udara terasa dingin, dia merasakan hatinya hancur. Apalagi saat sesekali dia mendengar suara sakit terus berulang di ucapkan Andin, semakin bertambah sakit hatinya menyadari beban yang istrinya harus tanggung.
"Ah, sial! Suami macam apa aku ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
KESETIAAN SEORANG WANITA (TAMAT)
Fiksi PenggemarMendapati suaminya sendiri berselingkuh dengan adik tirinya, Andin merasa hatinya hancur berkeping-keping. Ia akhirnya percaya, bahwa peringatan Aldebaran - sahabat tersayangnya - benar. Namun semuanya telah terlanjur terjadi, ia telah memilih melep...