deeptalk with shota

54 11 0
                                    

Gisell menunggu shota berbicara. Memang terkesan sangat egois karena gisell memaksa shota untuk bercerita tentang masalah yang shota alami. Gisell juga sadar kalau diri nya mungkin tidak dapat membantu banyak, tapi jika gisell tau ranah masalah yang dimiliki oleh shota, gisell dapat membantu shota dengan lebih leluasa.

Shota saja sudah membantu gisell selama gisell selalu mendapat hukuman dari lemil ataupun tian. Shota selalu mendengar keluh kesah gisell tanpa pamrih, dan selalu mau menenangkan gisell yang terlarut dalam kesedihannya.

Selama mendapatkan sedikit-sedikit ingatannya tentang shota, rasa sayang dan ingin menjaga shota juga tumbuh. Gisell semakin terikat dengan perasaannya pada shota, itulah mengapa di novel gisell tidak rela jika shota harus menanggung rasa sakit dari si kembar. Untung saja sampai saat ini si kembar belum menunjukkan radar merah nya.

"Gisell" Gisell menoleh terkejut saat shota memanggilnya bukan dengan nama panggilan.

"Jangan liat gue kayak gitu, coba lo ngaca deh. Raut wajah lo lucu banget" Gisell memukul lengan shota, bisa-bisanya bercanda diwaktu seperti ini.

"Jangan bercandi, maksudnya bercanda! Gue udah mau nangis tau nggak sampai typo ngomongnya!" Kesal gisell lanjut memukul lengan shota lagi. Shota terkekeh, seru juga jailin anak orang.

"Makanya jangan serius-serius. Inget life style nya esok, hidup itu nggak perlu dibawa serius" Kata shota sambil memandang langit biru yang dihiasi oleh awan. Andai hidup segampang yang esok bilang, padahal esok pun sama saja.

"Tapi dunia itu selalu serius sho. Esok doang emang yang anggap kalau semua nggak perlu dibawa serius" Ucap gisell sambil menggelengkan kepalanya.

"Mau diayun nggak ayunannya?" Tanya shota yang sudah siap-siap ingin bangun, namun gisell menolak nya.

"Bisa sendiri. Ingat nggak dulu lo pernah jatuh dari ayunan gara-gara gue dorong terlalu kuat? Gigi lo sampai patah dua, tapi lo cuma cengengesan doang" Shota mengangguk, dia jadi ingat kejadian kelam yang menyebabkannya susah makan.

"Lo emang udah barbar dari kecil" Ledek shota membuat gisell mendengus.

"Itu mereka jadi deep talk atau engga si? Kok ketawa nggak jelas? Mana sambil naik ayunan lagi!" Kepo shaka melihat shota dan gisell dari jauh.

"Kita aja sembunyi di rumah panjat ya anying. Nggak usah komen deh, nanti gue sruduk lu" Kesal esok karena harus duduk sempit-sempitan.

"Jel, kalau gue bilang semua itu perbuatan ayah gue lo percaya nggak?" Tanya shota membuat gisell memberhentikan laju ayunannya.

"Semua luka yang gue dapet itu, karena ayah gue jel. Nggak masuk akal kan? Ayah gue yang keliatan paling sayang sama gue ngelakuin itu?"

Gisell menggeleng, dia menggenggam tangan shota "enggak sho, itu masuk akal. Kita enggak tau jati diri manusia kayak gimana sebelum dia nunjukin sendiri. Belum tentu yang gue liat itu ayah lo yang sebenarnya kan?"

Shota menggenggam tangan gisell dengan erat "ayah gue bipolar jel. Kadang ayah baiik banget sama gue sampai gue bingung sendiri, ayah juga semangat buat cerita hal-hal yang gue sendiri nggak paham. Kadang ayah juga bisa jahat kayak iblis, karena katanya gue mirip sama kakek. Ibu cerita kalau ayah punya gangguan mental karena perbuatan kakek dulu, itu alasan ayah nggak pernah ngomong soal kampung halamannya"

"Gue nggak pernah mau terlahir mirip sama orang jahat itu jel. Gue cape selalu jadi pelampiasan ayah marah, tubuh gue sakit, batin gue jauuh lebih sakit. Gue seneng kalau berada di luar rumah, karena gue nggak perlu ketemu sama ayah. Itu bukan berarti gue nggak sayang ayah, gue cuma takut ayah ngamuk ke gue. Ibu gue juga sama aja, ibu cuma bilang mengerti, mengerti, mengerti tentang kondisi ayah. Gue juga perlu dimengerti jel, gue cape. Ayah nggak mau diterapi dan ibu manut. Karena kata ayah dan ibu, ayah itu nggak sakit.." Shota men-jeda cerita nya, dia mengatur nafas agar air mata nya tidak keluar.

MisunderstandingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang