Harapan

166 26 3
                                    

Pagi hari di Bali kali ini di selimuti rasa dingin, bukan hanya cuaca saja tetapi suasana hati Salbila tepatnya. Salbila terduduk di sofa kamar memainkan beberapa produk skincarenya untuk ia pakai pada wajahnya, sementara Arlian yang baru saja menyelsaikan kegiatan bersih-bersihnya. Salbila hanya melirik suaminya, tanpa berniat menyapa Arlian, ia masih mengingat kejadian semalam yang membuat dirinya masih marah, kesal, dan kecewa terhadap suaminya. Arlian berjalan menghampiri Salbila untuk mengambil tempat duduk di sebelah istrinya, Arlian memperhatikan Salbila yang pagi hari ini sudah terlihat cantik sekali meskipun hanya menggunakan skincare routinenya.

"Kenapa?" tanya Salbila dengan dingin.

"Kamu cantik sayang." puji Arlian.

Salbila hanya terdiam ketika mendapatkan pujian dari suaminya, ia masih marah pada Arlian.

"Hari ini mau kemana ada planning buat ngisi weekend kita disini?" tanya Arlian.

"Ke bar." sarkas Salbila yang beranjak dari sofa tersebut dan meninggalkan Arlian.

"Sayang, kamu masih marah?" tanya Arlian yang masih terdiam di sofa, hanya memperhatikan Salbila yang sedang membereskan barang-barang yang bercecer di nakas samping kasur.

"Menurut kamu aja mas." sahut Salbila.

"Bu, kamu tau kan kalo aku minum aku selalu punya alasan?" tanya Arlian.

"Tau, tapi kamu juga tau kan kalo aku ngga suka sama hal itu?" timpal Salbila.

"Sayang aku ngerti kamu ngga suka, tapi aku ngga ada temen cerita waktu semalam. aku kalut sayang, maaf juga aku khilaf."

Salbila membalikan badannya, menatap tajam Arlian. Salbila sesak hatinya ketika suaminya berbicara tidak memiliki teman cerita katanya.

"Apa mas? Kamu ngga punya temen cerita? Selama ini aku cuma jadi istri ngga berguna ya buat kamu, bahkan aku ngga tau cerita kamu. Kamu tuh sebenernya bego apa lupa sih? atau kamu sengaja ngga mau cerita sama aku, kamu memilih menutupi itu semua iya gitu? Kamu lupa kamu punya aku buat aku jadi temen tukar pikiran kamu? Ternyata tawaran atau bujukan aku buat selalu cerita aja ya sama aku tuh cuma kalimat yang kamu anggap itu angin ya mas?" pertanyaan beruntun itu keluar dari Salbila.

"Sal, bukan itu maksud aku..."

"Ya terus maksud kamu apa? bukti nya gitu kan? setiap ada masalah solusi kamu tuh mabuk, mabuk, dan mabuk. ketauan sama aku, minta maaf, terus janji ngga akan di ulangi tapi nyatanya?" potong Salbila.

"Terserah deh mas, aku udah ngga mau urus kamu kalo soal masalah itu. mau kamu minum berapa gelas juga silahkan, percuma aku marah, aku kesel sama kamu. Aku cuma kecewa aja sama diri aku sendiri, aku ngga bisa bikin suami aku berhenti dari dunia malam kamu. Maaf ya mas, kalo aku belum bisa jadi istri yang bikin kamu berubah jadi lebih baik." lanjut Salbila.

Arlian beranjak dari sofa, menghampiri Salbila yang berdiri di samping kasur. Arlian memeluk istrinya, baru kali ini Salbila mengutarakan hal penyesalan dan meminta maaf atas kelakuan dirinya sendiri.

"Sayang, bukan kamu yang kurang, tapi aku. Aku Sal yang kurang jadi suami, aku bu yang ngga pernah dengerin larangan ibu, aku bu yang selalu kecewain ibu, aku yang selalu bikin kamu sakit hati, aku penyebabnya." jawab Arlian dengan suara bergetar, sementara Salbila yang di dalam pelukannya hanya meneteskan air mata.

"Aku minta maaf." lanjut Arlian.

"Aku cape mas." jawab Salbila.

"Aku cape harus ngertiin posisi kamu terus, sementara keinginan aku ngga pernah kamu wujudkan. Aku cuma minta hal itu aja mas, ngga lebih." isak Salbila.

Kita dan Perbedaan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang