Gadis tinggi berambut panjang serta mata bulat khasnya sudah menginjakkan kaki di sebuah kantor yang menjulang tinggi. Senyumnya merekah indah setiap dia melangkah memasuki kantor tersebut.
Ting
Pintu lift sudah terbuka. Gadis itu langsung masuk ke dalam dan menutupnya kembali.
Lift mengantarkan dirinya ke lantai tujuh dimana bos besar kantor itu berada. Dengan percaya diri, dia melangkah mendekati pintu ruangan seseorang.
Tok tok tok
"Masuk" Sahut seseorang dari dalam.
Menekan gagang pintu ke bawah, ia masuk ke ruangan itu perlahan. "Permisi"
Wanita pemilik ruangan itu pun mengangkat kepalanya lalu tersenyum manis. "Eh sudah datang" Dia berdiri mendekati gadis itu.
"Yuk langsung aja saya antar ke ruangan bu bos"
Feni mengantarnya ke ruangan Shani yang berada tepat di sebelahnya.
Tok tok tok
"Yaa.. masuk"
Feni lantas membuka pintu itu dan mempersilahkan gadis di belakangnya untuk masuk lebih dulu.
"Terimakasih"
Feni berjalan di belakang gadis itu. "Nih anaknya udah dateng yang kemarin lu suruh gue buat panggil kesini" Ucap Feni.
Shani yang tadinya sedang fokus menandatangani berkas dengan kepala menunduk, seketika tangannya berhenti bergerak. Pandangan wajahnya terangkat secara perlahan.
Shani meneliti gadis yang berdiri tak jauh darinya mulai dari ujung kaki hingga kepala.
Deg
Senyum yang tadinya terpatri di bibir gadis yang di tatap Shani perlahan pudar. Mata mereka saling menatap lekat tanpa lepas sedetik pun.
Bangkit dari posisinya, Shani berjalan mendekati perempuan itu. Perempuan yang sangat amat Shani kenali. Wajahnya masih sama seperti dulu, tidak banyak yang berubah.
Tinggi badannya hampir sama dengan Shani sekarang.
Feni yang tak paham apa yang sedang terjadi memutuskan untuk keluar saja. "Eum.. saya pamit keluar ya, permisi"
Berbeda dengan Shani yang terus melangkah mendekatinya, gadis itu tetap diam di posisinya. Beberapa kali dia menelan ludahnya untuk membasahi tenggorokan yang rasanya tercekat.
Shani berhenti tepat di depan gadis itu dengan jarak yang sangat dekat. Air matanya yang menumpuk tak mampu dia bendung lagi.
Salah satu tangannya terangkat menyurai rambut samping gadis di hadapannya. Sepasang mata mereka masih saling menatap intens. Seakan-akan mata mereka bisa berbicara.
Gadis yang bernama Alurra Christy Alkantara itu menyeka air mata Shani. Gadis yang sedari awal bertemu dengan Shani sudah menyukai mata indah Shani. Bedanya kali ini Christy tidak lagi melihat kedua mata cicinya yang bersinar seperti dulu.
"Dede" Ucap Shani pelan sekali.
Christy tidak langsung menjawab melainkan tangannya aktif mengusap air mata Shani lalu menyelipkan rambut Shani ke belakang telinga.
"Dede, kamu masih hidup" Kata Shani lagi.
Christy tersenyum simpul. "Aku ga akan mati karna masih ada cici yang menyalakan nyawa aku"
Grep
Shani menarik adiknya ke dalam dekapannya. Mereka saling memeluk erat satu sama lain. Akhirnya Christy pecah juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
THOSE EYES [END]
FanfictionAllura Christy Gadis remaja polos nan lugu yang kerap kali mendapat bullyan dari semua siswa siswi di sekolahnya. Bagaimana tidak, sekolahnya saja sekolah internasional yang memiliki murid dari berbagai negara. Ia bisa sekolah disana karna mendapa...