26

3.2K 429 28
                                    

Siswa siswi mulai bermunculan memenuhi setiap sudut sekolah karna kepo dengan kejadian di lapangan yang sedang berlangsung.

"Ayo bangun de" Ujar Shani sambil membantu Christy berdiri.

Ia memeluknya, menyembunyikan wajah Christy di dadanya. "Dede gapapa, hm?"

Christy menggeleng pelan.

Dengan emosi yang mendidih, Muthe berusaha memisahkan mereka agar melepas pelukan tersebut.

"Sana ga, lepasin cici akuuu!" Ucap Muthe dengan mendorong bahu Christy.

Karna dekapan Shani yang begitu erat, usaha Muthe jelas tidak membuahkan hasil.

"Muthe udah! Kamu apa-apaan sih, sadar ga kamu itu salah" Tegas Shani sambil menghalangi tangan Muthe yang terus saja mendorong-dorong bahu Christy agar menjauh darinya.

Muthe menulikan telinganya dan tetap berusaha memisahkan mereka berdua.
"Minggir Christy! Kamu ga pantes di peluk ci Shani. AWAS CHRISTY MINGGIR!!!!"

"CUKUP RANNERA MUTHE HALVORSEN!" Sentak Shani dengan menghempas tangan Muthe yang sedari tadi tidak bisa diam.

Muthe yang mendengar nada tinggi Shani untuknya tentu saja merasa tertohok.

"Jangan pernah kamu kasar sama adik saya, Muthe" Ucap Shani datar dan formal.

"Ci?"

Shani menatap penuh kepada Muthe dengan wajah tegas yang jarang ia tunjukkan. "Selama ini aku selalu sabar ngadepin kamu, nurutin semua mau kamu, dan aku rela mengorbankan kebahagiaan aku buat kamu. Tapi pernah ga sekaliii aja kamu ngertiin cici?"

Muthe menelan ludahnya susah payah sambil menatap Shani intens.

Air mata Shani menetes ke pipi ketika teringat akan semua perlakuan keluarganya yang sama sekali tidak paham mengenai dirinya.

"Cici juga pengen ngerasain gimana rasanya di mengerti sama orang lain, gimana rasanya punya tempat berkeluh kesah, dan gimana rasanya disayang dengan rasa yang sangat tulus tanpa menuntut cici. Apa selama cici ada di hidup kamu, kamu pernah melakukan itu, hm? Sekali aja Muthe, pernah ga?"

"Ga pernah kan? Bisa kamu ngelakuin itu buat cici? Ga bisa juga kan? Itu karna cuma kamu yang maunya di ngertiin tapi kamu ga bisa mengerti orang lain, Muthe"

Lingkaran lengan Christy di pinggang Shani terasa dieratkan oleh anak itu. "Ci udah" Cicit Christy.

Walaupun Shani mendengarnya, tapi ia tetap ingin memberi nasihat yang tegas pada Muthe agar anak itu tidak terus menerus seperti ini.

"Kita hidup bareng udah berapa lama si, mumuchang? Selama itu kamu juga ga pernah bisa, ga pernah tau gimana cara ngertiin cici? Kamu tau kan mama sama papa cici itu kayak apa ke cici?"

"Awalnya cici pikir kamu bisa jadi satu-satunya orang yang akan mengerti cici di saat apapun, selalu bisa menjadi orang yang cici andalkan saat cici butuh, dan satu lagi, cici pikir kamu ga akan sama kayak mama papa yang mengekang cici"

"Cici udahh hikss" Ucap Christy yang masih menyembunyikan wajahnya di dada Shani. Ia tetap memeluk Shani sangat erat berharap Shani menghentikan bicaranya.

"Harusnya kamu sadar Muthe kenapa cici akhirnya deket sama Christy. Orang yang belum lama cici kenal ini lebih mengerti tentang cici"

"Dia tau gimana caranya bikin cici merasakan kenyamanan, kehangatan, dan sentuhan kasih sayang yang belum pernah cici rasakan di hidup cici. Dia bisa jadi apapun disaat cici butuh, dia bisa ngasih semuanya yang cici inginkan, dan dia ga pernah memaksakan kehendaknya kepada cici"

THOSE EYES [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang