Sebagian orang percaya bahwa menjadi anak tengah berarti sering terlupakan. Bagi Erick, itu bukan sekadar mitos. Dia merasa terabaikan-ayahnya terlalu sibuk dengan kakaknya, sementara ibunya lebih fokus pada adiknya. Di tengah kesepiannya, Erick ber...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Setelah mengobrak-abrik rumah lama Yuga, akhirnya Azka menemukan sesuatu-sebuah dokumen tersembunyi. Itu adalah sertifikat atas nama Gilang Purnama, yang menunjukkan kepemilikan sebuah gudang. Insting Azka langsung mengatakan bahwa mungkin Yuga menyekap Erikc di tempat itu. Tanpa menunggu lama, ia segera menemui Rangga bersama beberapa penyidik.
"Kamu yakin mereka ada di sini?" tanya ayah kepada Azka.
Azka mengangguk, meskipun ada keraguan di dalam hatinya. Ia hanya memiliki sedikit keyakinan, tapi mereka harus mencoba setiap kemungkinan.
Akhirnya, pihak kepolisian, ayah, dan Azka bersiap menuju gudang tersebut. Bunda ingin ikut, tetapi Rangga segera mencegahnya.
"Bunda di sini saja bersama Bik Sum. Bunda berdoa saja, semoga si kembar baik-baik saja," ujar Rangga dengan lembut.
Bunda menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Dengan suara bergetar, ia berkata, "Temukan adik-adikmu, ya, Bang." Jemarinya mencengkeram lengan kemeja Rangga, seolah berharap putranya bisa menjamin keselamatan Erikc dan Henry.
"Iya, Bunda," jawab Rangga mantap.
Bik Sum, yang berdiri di samping Bunda, memeluknya erat, berusaha menenangkan majikannya yang diliputi kecemasan.
Tanpa menunggu lebih lama, Rangga segera masuk ke dalam mobil ayahnya. Di jok belakang, Azka sudah duduk dengan ekspresi tegang. Mobil pun melaju, diikuti oleh beberapa mobil polisi yang mengawal mereka menuju gudang misterius itu.
Tak lama kemudian, mereka tiba di sebuah gudang yang terbengkalai. Tempat itu begitu terpencil, jauh dari pemukiman warga, hanya dikelilingi oleh hamparan sawah yang luas.
Ayah terdiam sejenak. Jika benar putra kembarnya berada di tempat ini, ia tak bisa membayangkan betapa ketakutannya mereka.
"My twins, Ayah pasti akan menyelamatkan kalian," bisiknya pelan, tetapi penuh keyakinan.
Rangga dan Azka berjalan di belakang, sementara di depan mereka, beberapa tim polisi bersenjata mengamankan jalan, melindungi tiga warga sipil yang ikut dalam pencarian ini.
Saat memasuki gudang, mereka mendapati tempat itu kosong dan sepi, seolah tak ada siapa pun di sana. Kekecewaan mulai terlihat di wajah Azka, begitu pula Ayah dan Rangga.
Salah satu polisi di depan mereka mulai merasa bahwa ini mungkin bukan tempat yang mereka cari. Namun, ketika mengedarkan pandangannya ke sekitar, matanya menangkap sesuatu-sebuah pintu besi di sudut gudang yang sedikit terbuka.
"Cap, ada pintu di sana," lapor polisi itu dengan nada waspada.
Kapten polisi segera memberi perintah. "Kita periksa tempat itu!"
"Siap, Kapten!" jawab timnya serempak sebelum mereka bergerak menuju pintu besi tersebut.
Beberapa polisi masuk ke dalam untuk memeriksa. Mata mereka tetap waspada. Mereka membuka pintu besi itu dengan senjata api siap di tangan.