Tres

1K 71 4
                                    

Sudah, sampai di sini dulu pelajaran kita. Setelah ini kalian langsung tukar baju ya."

"Iya, Pak!" seru anak-anak murid kelas 12 IPA 3 dengan lantang. Kemudian mereka pergi ke ruang ganti seperti yang disuruh.

Kimo hanya mengikuti teman-teman perempuan sekelasnya dari belakang sendirian. Ia sadar sejak tadi pagi, teman-teman perempuan sekelasnya itu sengaja mengasingkan dirinya. Kimo tidak keberatan dengan semua itu. Malah, masa bodoh untuknya.

Kimo mengambil bajunya dari loker yang disediakan di dalan ruang ganti tersebut. Bertepatan setelah ia menutup lokernya, ia mendengar sesuatu yang menarik perhatiannya.

"Gimana Ze? Diajak gak lo sama papi mami lo ke Dubai? Atau jangan-jangan lo ditinggal aja buat jaga rumah?" tanya salah satu perempuan yang mengundang tawa anak satu kelas.

Perempuan yang ditertawakan hanya diam. Ia menatap teman-temannya sekilas, kemudian berjalan ke ruang ganti. Melihat perempuan itu sengaja melarikan diri, anak-anak kelas kembali tertawa.

"Yah kabur. Sedih kali karena emang bener gak diajak sama bonyoknya."

"Mungkin. Kayaknya emang anak angkat beneran tuh cewek."

Sekali lagi anak-anak perempuan itu tertawa karena kata-kata perempuan yang berbicara tadi.

Kimo tidak mengerti dengan apa yang sedang dibicarakan oleh teman-teman sekelasnya itu, tapi yang pasti ada yang tidak beres antara teman sekelasnya dengan perempuan tadi, Zea.

***

Ray baru saja selesai mengganti seragamnya. Ketika ia berjalan keluar ruang ganti, bertepatan sekali Kimo berjalan melewatinya. Ray menatap punggung perempuan itu dalam diam.

Perempuan itu, ada banyak pertanyaan di dalam benak Ray tentang perempuan itu.

"Napa lo, Bro? Ngelamun di tengah jalan, tumben?" celetuk Tara, laki-laki itu mengejutkan Ray dari lamunannya karena pukulan Tara di pundaknya.

"Gak napa-napa. Kepo lo," jawab Ray, kemudian memasukkan permen minsnya ke dalam mulutnya.

Tara menyipitkan kedua matanya, lalu mengalihkan pandangannya ke arah yang ditatap oleh Ray sebelum ia menepuk pundak laki-laki itu.

"Bro, lo ngeliatin si Kimo?" tanya Tara tidak percaya.

Reflek Ray menggaruk kepala bagian belakangnya, lalu menggelengkan kepalanya. Sebenarnya, dirinya tidak mengerti kenapa dia harus berbohong di depan Tara.

"Gak, gue gak liat dia."

"Lo jelas-jelas liatin dia! Lo suka sama Kimo?"

"Gak lah! Gila aja lo." jawab Ray dengan nada bicara yang meninggi. "Karena cuma ngeliatin dia doang gue sampe dikira suka sama tuh cewek? Somplak lo!"

"Nah tuh kan! Bener lo tadi lagi ngeliatin tuh cewek! Ngaku lo, barusan lo ngomong sendiri."

Dalam hati, Ray merutuki ucapannya sendiri yang kelepasan. Lagipula tidak ada gunanya berbohong, apalagi kepada Tara.

"Iya gue ngeliatin dia, tapi bukan karena suka. Gue ngerasa tuh cewek agak aneh aja." Akhirnya apa yang bercokol di benak Ray tentang Kimo terucap sudah kepada Tara.

Tara mengangguk paham. "Iya, lo bener. Dia agak aneh," kata Tara setuju dengan pendapat Ray. "Tapi lebih aneh cewek itu," tambah Tara lagi seraya menunjuk seorang cewek yang tak lain adalab Zea.

Ray memukul puncak kepala Tara dengan keras. "Lo ketua kelas gak boleh gitu. Bukannya ikut-ikutan kemakan gosip, tapi lo nya harus membuat Zea nyaman di kelas. Bukan jadi terasing karena gosip gak jelas."

Tara menatap Ray dengan malas. "Napa gak lu aja yang jadi ketua. Ribet mah ini jabatan."

Ray terkekeh singkat, kemudian menepuk pundak laki-laki itu singkat. "Berarti anak kelas percaya sama lo dibanding gue. Buktinya mereka ngasih suara buat lo kan?"

"Napa lu jadi bijak banget hari ini? Entah kenapa jadi jijik." Tara menunjukkan ekspresi jijiknya pada Ray sampai membuat Ray kesal jadinya.

"Si bangsat kalau dibilangin emang susah."

Tara tertawa karena gerutuan sahabatnya itu. "Yuk, balik ke kelas."

Ray mengangguk, lalu berjalan ke kelas beriringan dengan Tara.

***

"Kita ulangan sekarang!" seru bapak guru tersebut ketika beliau baru saja menempelkan pantatnya pada kursi guru. Bapak itu menatap murid-muridnya dengan datar, kemudian mulai menyusun soal-soal ulangan yang dipisahkan menurut paketnya.

"Gak bisa gitu dong, Pak. Kita kan janjinya mau praktek." seru salah satu murid yang bernama Rafael.

"Praktek apanya, kalian saja tidak membawa alat dan bahan." jawab bapak tersebut.

"Tapi di kelas ada anak baru. Kasihan dia gak tau materi apa-apa, Pak."

Kimo sedikit menyipitkan matanya ke arah perempuan yang menjadikan dirinya sebagai alasan.

Bapak guru di depan langsung mengarahkan pandangannya kepada Kimo, lantas bapak itu bertanya, "Apa benar kamu tidak bisa mengikuti ulangan saya?"

Kimo melihat teman-temannya sedang menatap dirinya dengan tatapan penuh harap. Namun, Kimo yang sekarang tidak mengenal lagi tatapan seperti itu.

"Gak, Pak. Saya bisa mengikuti ulangan bapak," jawab Kimo dengan tenang seraya menatap teman-teman sekelasnya dengan datar. "Anak baru bukan berarti buta materi, Pak."

Bapak itu terdiam sejenak, lalu menganggukkan kepalanya senang dengan jawaban Kimo. "Bagus kalau begitu. Paket A mulai dari kelompok ujung terus selang-seling."

Murid-murid kelas menghela napas karena ulangan mendadak itu benar-benar terjadi hanya karena jawaban Kimo. Kimo yakin, setelah ini dia akan dibenci dan akan mendapat berbagai tatapan sinis dari teman-teman sekelasnya. Lagipula, Kimo tidak peduli karena ia tidak ingin berdekatan dengan orang-orang bermuka dua.

"Kenapa lo jawab gitu? Sekarang kita jadi ulangan beneran," ucap Ray yang tidak disangka mengomentari jawaban Kimo.

"Emangnya kenapa kalau ulangannya sekarang jadi? Cepat atau lambat, kita juga bakal ulangan materi ini," jawab Kimo datar, lalu meraih kotak pensilnya untuk mengeluarkan penanya.

"Iya, tapi masalahnya gue gak belajar tadi malem. Seharusnya lo bisa batalin ulangan ini."

"Gue gak mau. Lo aja yang batalin karena gue ingin ulangan ini cepat berakhir. Tentang lo gak belajar? Itu salah lo. Harusnya lo belajar tiap hari, bukan sehari sebelum hari ulangan."

Ray menatap Kimo tidak percaya. Ia merasa perempuan itu terlalu naif untuk remaja normal yang ada di zaman sekarang ini. Ia pun menghela napas, kemudian mengambil soal ulangan yang diberikan oleh teman depannya.

Waktu terus berjalan, Ray mulai frustrasi dengan ulangan fisikanya. Kepalanya berdenyut karena kerumitan soal tersebut. Sudah hampir dua jam terlewat, tapi baru tiga soal yang terisi dari sepuluh soal. Miris, memang. Tapi mau bagaimana lagi.

Ia dapat melihat perempuan di sebelahnya berdiri hendak memberikan hasil ulangannya. Melihat itu, dia semakin frustrasi termakan dengan rasa paniknya.

"Gimana nih? Bisa gila nih gue gara-gara nih soal bangsat."

"Nih." ucap seseorang membuat Ray menolehkan kepalanya. Kimo, teman sebangkunya terlihat mengambil hpnya, kemudian meletakkan hpnya di sebelah soal Ray. "Jawaban soal ulangan paket B. Kalau lo mau, lo bisa salin."

Ray mengerutkan keningnya karena ucapan perempuan tersebut. Sejujurnya, ia benar-benar tidak mengerti.

"Gue ada di kantin, lo bisa balikin hp gue di sana," ujar perempuan itu lagi, lalu berjalan ke depan lengkap dengan tas yang sudah disandangnya.

Ray mengambil hp perempuan itu, lalu melihat jawaban ulangan untuk paketnya. Sekali lagi, perempuan itu benar-benar aneh. Kenapa perempuan itu tiba-tiba mau membantunya?

Merasa tidak ada pilihan lain, Ray pun akhirnya menyalin jawaban tersebut. Tentunya secara diam-diam agar tidak ketahuan.

Tbc.

Sweet but PsychoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang