Kimo sama sekali tidak mengerti dengan laki-laki yang ada di belakangnya. Ray tidak menyerah dan terus saja mengikuti langkahnya kemanapun ia pergi. Jujur saja, apa yang Ray lakukan sangat mengganggu.
"Bisa berhenti gak sih?" tanya Kimo benar-benar kesal. Karena Kimo berhenti, Ray jadi ikut berhenti. Entah dapat keberanian darimana, laki-laki itu tidak takut dengan kata-kata Kimo. Walaupun sebenarnya jantung laki-laki itu tidak aman sekarang.
"Gue gak bisa," jawab Ray dengan sedikit canggung melipat kedua tangannya di depan dada. Tapi tetap saja jauh dalam hatinya, Ray juga merasa tidak enak melakukan ini semua. Ray juga merasa tidak nyaman mengusik Kimo.
"Gue gak mau jadi teman siapapun, oke? Bisa lo mengerti kata-kata gue? Gue tidak mau berteman dengan siapapun, termasuk lo atau Zea atau siapapun," ucapnya dengan dingin dan tajam.
"Kenapa?"
Kimo tidak habis pikir dengan Ray. Perempuan itu mengusap wajahnya, tidak percaya dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh laki-laki bodoh itu. Apapun alasannya itu kan bukan urusan Ray. Kenapa laki-laki itu sangat penasaran dan keras kepala?
"Bukan urusan lo!"
"Urusan gue dong, kan gue mau jadi teman lo." Kimo menatap Ray dengan wajah yang tidak bisa dideskripsikan. Laki-laki ini membuat Kimo merasa sangat muak.
"Lo menjauh dari gue!"
Ray terdiam. Jantungnya mencelos. Seketika tenggorokan Ray terasa kering. Rasanya terlalu berat untuk membalas penolakan Kimo yang sudah sangat jelas di telinganya. Ray kecewa dan marah. Iya, laki-laki itu marah karena Kimo tidak mau berteman dengannya. Alasan marah yang sangat konyol. Seperti amarah anak SD yang tidak dapat teman.
"Gue gak nyaman sama laki-laki bodoh kayak lo. Pergi lo," ucap Kimo dengan sangat dingin dengan nada yang begitu datar.
Ray dan Kimo terdiam untuk beberapa saat. Kimo terdiam karena menunggu jawaban laki-laki di depannya, sedangkan Ray terdiam karena ia kehilangan kata-katanya. Untuk sesaat Ray lupa bagaimana caranya berbicara.
"Oke. Gue gak akan ganggu lo lagi." Kata terakhir dari laki-laki itu sebelum ia berbalik dan meninggalkan Kimo sendirian dengan tatapannya yang begitu tajam.
Kimo menatap punggung Ray dengan tatapan yang sangat tajam. Ia benar-benar tidak suka dengan laki-laki itu, walaupun terbisit sedikit rasa kasihan kepada laki-laki itu. Kimo akui Ray memang sedikit membuatnya takjub karena kekeras kepalaannya melawan kata-katanya. Tapi tetap saja, memangnya siapa yang akan tahan dengan kata-kata tajam Kimo? Hanya Kemi dan lagi-lagi laki-laki yang dulu ia anggap istimewa.
Setelah punggung Ray menghilang, hp baru Kimo itu bergetar tanda ada notifikasi yang masuk. Kimo pun membukanya.
Zea : Gue di depan coffee shop. Lo dimana?
***
"Mau dicoba?" tanya Sena kepada Farel yang berada di sebelahnya.
Mereka berdua terlihat ragu, tetapi juga penasaran. Keduanya kini tengah menatap ke layar komputer milik Sena yang sudah terpampang jelas situs web forum yang baru-baru ini mereka masuki. Ceritanya persoalan data dan berbagai macam tetek bengek untuk bergabung ke forum itu sudah mereka selesaikan. Alasan mereka terlihat ragu sekarang adalah mereka penasaran bagaimana cara mereka bisa mendapatkan uang dari forum itu.
"Jadi gimana? tanya Farel kali ini.
Sena menatap datar laki-laki di sebelahnya. "Napa jadi lo nanya balik sih?"
"Ya, gue kan juga ragu. Kalau kita mati gara-gara ginian gimana? Itu yang gue pikirin."
Diam-diam Sena setuju dengan apa yang dipikirkan oleh Farel. Lagi-lagi mereka hanyut dalam kesunyian yang membingungkan seraya menatap layar terang komputer yang menampilkan web itu. Dalam hati mereka bertanya-tanya, sampai kapan mereka akan berada di posisi seperti ini? Lama-lama bisa sakit juga mata mereka.
"Kalau coba tanya anak-anak aja gimana?" Sena menoleh ke Farel yang masih menatap lurus ke arah layar. "Maksud gue ya gak kita aja yang memutuskan gitu lho."
Farel menatap lurus ke arah Sena dengan tatapan yang lebih datar lagi dibanding yang diberikan Sena sebelumnya. "Tanpa ditanya, gue juga udah tau apa jawaban mereka kalau udah ada sangkut pautnya sama duit."
"Ternyata kita-kita matre juga ya," gumam Sena pelan, ia kembali menatap ke arah layar. "Yaudah sih ya, coba aja kali gak papa?"
Farel diam, terlihat berpikir lagi.
"Lagipula Radit sama temen-temennya juga udah dapat duit kan dari sini?"
"Hah?"
"Itu Black Fire maksud gue."
Farel meng-oh-kan kata-kata yang dimaksud Sena. Farel memejamkan matanya sejenak, kemudian kembali membukanya. Setelah mengatur napasnya, barulah ia mengangguk dan menatap yakin ke arah Sena. Ya, mereka akan mencobanya daripada tidak melakukan apa-apa dan mati penasaran.
Sena pun mulai mengklik tulisan misi di web tersebut. Setelah itu keluarlah peringatan berupa syarat-syarat. Satu persatu mereka baca sampai mereka berdua saling menatap ketika membaca persyaratan terakhir.
Menerima segala resiko yang didapat. Pihak forum tidak akan bertanggung jawab atas apapun yang terjadi.
Oke sepertinya forum ini mulai mengkhawatirkan.
***
"Makasih udah anterin gue pulang Kim," kata Zea sambil tersenyum. Kimo yang sengaja keluar dari mobil untuk mengantarkan Zea tersenyum mengiyakan.
"Gue juga harus berterimakasih ke elo." Zea tersenyum mendengarnya.
"Mau mampir dulu?" tawar Zea dan Kimo jelas terlihat ragu untuk mengiyakan. Kimo belum pernah bermain ke rumah orang lain sebelumnya, kecuali ke rumah laki-laki yang dulu itu.
Kimo hendak menggeleng, tetapi tangannya langsung dipegang oleh Zea. Perempuan itu terlihat berharap agar Kimo mengiyakan tawarannya. Kimo jadi tidak tega.
"Gue..."
"Ayolah, kapan lagi?"
Mata perempuan itu lagi-lagi terlihat sangat berharap. Kimo bingung harus bagaimana. Ia merasa tidak nyaman.
"Lo diam, berarti gue anggap iya ya?" Tanpa rasa sungkan atau takut lagi kepada Kimo, Zea menarik tangan Kimo dengan semangat, membuat Kimo sedikit susah untuk menyamakan langkahnya dengan Zea.
Kimo diam memperhatikan rumah di depannya yang terlhat begitu sunyi seperti rumah hantu yang ada di film-film. Kimo sedikit bergidik, tetapi tetap saja mengikuti langkah Zea yang sama sekali tidak masalah dengan keadaan rumahnya yang sunyi, seolah semua itu sudah biasa baginya.
"Anggap rumah sendiri aja ya. Lagian gak ada orang kok di rumah ini sekarang."
Kesunyian ini, mengingatkan Kimo akan rumahnya di negara luar sana. Bedanya mungkin rumah Zea lebih sunyi lagi karena tidak ada asisten rumah tangga yang membantu.
Zea membawa Kimo ke dalam kamarnya, lalu setiba di sana Zea langsung menghempaskan badannya di atas kasurnya yang empuk. Kimo jadi bingung harus melakukan apa. Akan sedikit aneh jika Kimo ikut-ikutan menghempaskan badannya ke kasur Zea seperti yang dilakukan oleh Zea.
Kimo pun berjalan ke arah balkon yang di sana ada kursi kain yang terlihat begitu empuk. Balkon Zea terlihat unik karena ada kaca bening yang menutupinya. Tetapi kaca itu masih tetap bisa dibuka sehingga terlihat seperti balkon pada umumnya. Kalau hujan pasti akan menyenangkan duduk di balkon itu seraya menatap rintik hujan yang jatuh.
"Keknya lo suka spot yang ini ya?"
Kimo hanya tersenyum.
"Gue juga paling suka di sini kok. Kalau hujan ya bikin mellow banget tuh perasaan gue kalau duduk di sini."
Kimo merasa tidak enak mendengar kalimatnya. Ekspresi itu tertangkap oleh mata Zea, Zea hanya tersenyum maklum.
"Jangan kasih gue ekspresi gitu, udah biasa buat gue."
"Maaf, tapi agak aneh ngeliat orang lain yang kurang lebih juga ngerasain apa yang gue rasain." Zea sedikit bingung dan Kimo tersenyum kecil. "Ternyata kita punya sedikit kesamaan ya? Kesunyian ini misalnya."
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet but Psycho
Fiksi RemajaTerlahir sebagai anak konglomerat mungkin terlihat sangat menyenangkan. Namun mereka tidak tahu senang dan ancaman adalah satu paket yang harus diterima oleh anak konglomerat. Kimora salah satunya, perempuan yang terlahir dari keluarga konglomerat...