Treinta

398 31 11
                                        

Kimo tidak bisa berbuat banyak karena memang keadaannya sendiri tidak mendukungnya untuk melakukan sesuatu sendiri. Sekarang ia membiarkan laki-laki yang sering ia sebut bodoh itu menariknya dan membawanya pergi dari kelas. Keluar dari kelaspun Kimo tidak membantah dan hanya mengikuti laki-laki di depannya. Sampai akhirnya ia benar-benar berada di depan ruangan kepala tata usaha.

"Udah sampai," kata Ray, ia masih menatap Kimo masih dengan menggenggam tangan perempuan pucat itu. Ray merasa kasihan tapi tidak ia tunjukkan kepada Kimo. Ray takut Kimo akan marah karena akan menyentil egonya yang tinggi itu. Dingin, itu yang Ray rasakan di genggamannya.

Kimo melepas tangannya sendiri dari genggaman tangan Ray dengan gerakan lemah. Ia mengedarkan pandangannya, kemudian kembali bertatapan dengan manik mata hitam milik Ray.

"Kita emang dipanggil sama kepala tata usaha?" tanya Kimo.

Ray sedikit tergelak dengan pertanyaan Kimo. "Nggak lah."

"Terus kenapa lo bawa gue ke sini?" tanya Kimo lagi tidak mengerti.

Ray tersenyum, kemudian kembali mengambil tangan Kimo dan menggenggamnya. "Liat aja."

Kimo memperhatikan genggaman tangan itu dalam diam. Tidak tau kenapa Kimo saat ini tidak ingin membantah apa yang dilakukan oleh Ray. Ia hanya lelah karena terlalu sering membantah. Ia tidak ingin melawan sekarang.

Akhirnya kedua remaja itu masuk ke dalam ruang kepala tata usaha. Di sana ada seorang wanita paruh baya yang mungkin seumuran dengan mamanya sedang sibuk mengotak-atik komputer yang ada dihadapannya. Matanya terlihat begitu fokus, lengkap dengan kacamata yang menempel di hidungnya. Kimo dapat melihat bayangan layar komputer wanita itu lewat kacamatanya.

"Hai tante," sapa Ray dengan cengiran.

Wanita yang Kimo yakini adalah kepala tata usaha itu melirik ke arah yang menyapanya. Sebentar saja ia melirik, setelah itu tatapannya kembali fokus. "Mau apa lagi kamu Ray? Udah ya, tante sibuk."

Ray merengut, ia melepas genggamannya dari Kimo, kemudian berlutut di samping wanita yang ia panggil tante itu.

"Tan, bantuin Ray dong," kata laki-laki itu.

"Bantuin apa lagi Ray? Tante ga mau ya bantuin kamu bolos. Tante males dengerin ceramah mama kamu."

Ray memperlihatkan wajah merengutnya yang menjadi-jadi. "Bukan bolos, tan. Bantuin izinin temen Ray ya?"

Ibu kepala tata usaha itu menghentikan gerakannya yang menari di atas keybord komputernya. Ia mengalihkan pandangannya ke arah Kimo dan kembali menatap ke arah Ray. Wanita itu terkekeh.

"Teman? Pacar kali."

"Iya, bentar lagi jadi pacar eh?" Ray menatap Kimo setelah mengatakan itu. Tetapi Kimo tidak bereaksi apa-apa. Seperti biasa perempuan itu tidak peduli. "Nggak, canda."

"Hmm, diizinin."

Ray tersenyum, kemudian pergi begitu saja meninggalkan tantenya untuk kembali sibuk dengan pekerjaannya sebagai kepala tata usaha. Tidak lupa Ray kembali menarik Kimo dalam genggamannya. Sepertinya Ray mengambil kesempatan dalam kesempitan.

"Sekarang lo udah bisa pulang. Gaada yang bakal tau kalau lo pulang karena sakit. Tenang aja," kata Ray dengan posisi tangan yang berada di dalam sakunya. Mau tebar pesona ceritanya.

Kimo diam. Ia hanya menatap Ray dengan tatapan datar. Kemudian rasa sakit di kepala Kimo yang sempat hilang kembali datang. Reflek ia kembali memegangi kepalanya seraya menutup matanya untuk menahan sakit itu.

"Lo mau gue anter pulang?"

"Nggak."

"Oke," balas Ray sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia mengusap tengkuknya karena salah tingkah, bingung harus melakukan apa lagi selanjutnya. Sudah tidak ada lagi yang bisa Ray lakukan, artinya Ray sudah bisa kembali ke kelasnya.

Sweet but PsychoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang