Cuarenta y siete

123 5 0
                                    

Kimo sedang makan bekalnya dengan tenang seraya mendengarkan lagu klasik seperti biasa dari earphone-nya. Perasaannya begitu damai, begitu pun dengan laki-laki di sebelahnya yang juga ikutan damai karena melihat perempuan di sebelahnya damai. Sepertinya mood Kimo sedang baik, pikir Ray. Jarang sekali melihat Kimo dengan perasaan setenang ini.

"Berhenti memandangi gue Ray. Itu sangat mengganggu."

"Menyenangkan bukan diganggu?"

Kimo mengerutkan dahinya. "Lo kenapa sih?"

"Lo belum jawab pertanyaan gue Kim."

"Pertanyaan yang mana Ray? Gue tidak merasa ada sesuatu yang harus gue jawab."

Ray menghela napas. Ia harus sabar karena dengan kesabaran cinta akan datang.

"Pertanyaan yang gimana kalau gue itu su,-"

"Kim!" panggil Rafael memotong perkataan Ray.

Kimo mengalihkan pandangannya dari Ray ke Rafael yang sedang menatapnya dengan serius. Kali ini Rafael tidak sendirian, justru ia ditemani oleh Farel yang juga menatap nya dengan serius.

"Kenapa?" tanya Kimo datar.

"Gue perlu bicara. Lo harus ikut gue."

"Kalau gue tidak mau bagaimana?" tanya Kimo menatap kedua laki-laki di depannya dengan malas. Bukannya menghiraukan, Kimo malah melanjutkan aksi makannya. Suasana tampak ricuh karena ketegangan yang dibuat oleh Farel dan Rafael, tetapi lagi-lagi Kimo tidak peduli. Termasuk dengan Ray yang Kimo yakin juga penasaran dengan situasi di hadapannya. Kimo juga tidak peduli.

"Sena udah cerita semuanya," kata Farel.

Kimo mengangguk dengan santai. "Good, maka gue tidak perlu menjelaskan apapun lagi kepada kalian."

"Tapi bukan tentang itu yang ingin kami bicarakan kepada lo."

Kimo tidak peduli. "Gue haus. Gue akan beli minum."

Ray menahan Kimo, "Air gue saja. Gue bisa beli lagi. Kalian sepertinya butuh berbicara."

Ray meletakkan minumannya di depan Kimo, lalu beranjak keluar kelas untuk membeli minuman seperti yang dikatakannya di awal.

Kimo memperhatikan kepergian Ray dengan ekspresi yang sulit dideskripsikan. Tetapi setidaknya ia tahu kalau dia sedikit merasa kehilangan karena laki-laki itu pergi. Apa? Apa yang baru saja gue rasakan?

"Dia udah pergi, silahkan kalian berbicara."

"Cowo lo, Baraq. Dia bergabung dengan Radit. Kita semua ga tau kenapa."

Kimo mengepalkan tangannya. "Laki-laki itu, selalu merusak segalanya," geram Kimo.

"Apa itu berarti kita juga harus balas dia?" tanya Farel.

Kimo memejamkan matanya. Ia merasa lelah. "Ya."

"Lo gaada masalah sama semua itu?" Kali ini Rafael yang bertanya.

Kimo membuka matanya, lalu menyeringai. "Tentu saja. Kenapa harus jadi masalah?"

***

Kimo duduk termenung di pinggiran kolam belakang sekolah. Belakang sekolah selalu menjadi tempat yang sangat bagus untuk menyendiri. Apalagi di bawah pohon beringin ini. Kimo merasa sejuk.

Kimo mengambil batu yang berada tak jauh dari posisinya. Ia menatap batu itu sebentar, lalu memejamkan matanya.

"Kimo, jangan bersedih. Mama lo ga akan kenapa-napa."

Sweet but PsychoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang