Treinta y tres

347 23 10
                                        

Zea baru saja sampai di sekolah. Dia hampir saja telat karena tadi malam dia lupa menghidupkan alarmnya. Keringatnya bercucuran ketika baru saja sampai depan kelas. Ia memegang lututnya dan terengah-engah. Beberapa orang melihatnya dengan tatapan aneh seolah menunjukkan reaksi Zea terlalu berlebihan. Tetapi Zea tidak peduli dan hendak masuk ke dalam kelasnya.

"Zea," panggil seseorang sambil menarik kembali tangan perempuan itu keluar. Zea tersentak, ia terkejut ketika orang yang menariknya adalah Vino, pacar brengsek kembarannya sendiri, Zia.

"Lo mau kemana sih? Buru-buru banget?" tanya Vino dengan ekspresi genit yang mampu membuat Zea bergidik ngeri. Bulu kuduknya meremang ketika kulit Vino menyentuh kulitnya.

"Zia kan lagi ke Dubai, temenin gue main yuk?" ajak laki-laki itu sambil menunjukkan seringainya. Zea ketakutan.

"Jangan ganggu gue Vino. Gue gak mau!" tolak Zea mulai panik. Tapi cengkraman Vino begitu kuat sampai ia sendiri merasa kesakitan. Zea yakin tangannya sudah memerah saat ini. Jika Vino seperti ini terus, lama-lama Zea bisa menangis karena ketakutan. Ia cukup trauma dengan pelecehan yang dilakukan oleh Radit. Ia tidak mau dilecehkan lagi.

"Lepasin gue, Vino!"

"Kenapa sih lo nolak gue? Sama Radit aja lo mau dimainin." Zea memucat ketika Vino mengatakan itu. Orang-orang yang tak sengaja lewat langsung menatap Zea dengan tatapan tidak percaya. Mereka langsung berbisik-bisik dan menatap Zea dengan tatapan rendah. Melihat reaksi yang diberikan orang-orang kepada Zea, membuat Vino senang. Laki-laki itu malah semakin gencar menggoda Zea.

"Gue penasaran, udah sejauh apa permainan lo sama Radit? Ngeliat badan lo sih gue yakin Radit bakal puas banget sih. Puasin gue dong."

Plak!

"Lo jaga omongan lo!" kata Zea dengan suara bergetar. Matanya berkaca-kaca. Zea marah, marah kepada dirinya sendiri yang tidak bisa melindungi harga dirinya sendiri. Mungkin benar kata orang kalau ia benar-benar perempuan bodoh yang sangat lemah.

"Why? Gaada yang salah sama kata-kata gue." Mata Zea sudah berkaca-kaca, tetapi bukannya merasa bersalah karena sudah merendahkan harga diri Zea, Vino malah merasa senang dan puas karena telah menyakiti Zea lewat kata-katanya. Bagi Vino, Zea pantas mendapatkannya.

"Gue bukan perempuan murahan Vino!" Zea berucap pelan dengan suara yang masih bergetar. Ia tidak mau semakin menarik perhatian orang lagi. Berhadapan dan berbicara seperti ini dengan Vino saja sudah sangat menarik perhatian.

"Lo murahan Ze. Lo udah dipake sama Radit."

"Jaga mulut lo, gue bilang!" Zea memukul dada Vino, membuat laki-laki itu sedikit terdorong.

Vino tertawa mengejek. "Makanya kalau waktu itu lo mau gue ajak jalan, lo gak bakal berakhir seperti itu sama Radit."

"Maksud lo apa hah? Lo nyuruh Radit buat ngelecehin gue gitu?"

Vino menyeringai. "Gue bukan nyuruh tapi gue ngizinin." Zea membelalakkan matanya tidak percaya. Ia tidak pernah menyangka Vino akan berbuat di luar batas seperti ini. "Lo..." Zea tidak tahu harus berkata apa lagi. Dadanya sesak, ia begitu terpukul.

Vino mendekatkan wajahnya ke arah telinga Zea. Kemudian ia berkata dengan tajam, "Makanya, lo jangan coba-coba nolak gue lagi." Setelah itu laki-laki itu pergi meninggalkan Zea yang mematung ketakutan. Ia merasa sangat terpukul.

Dari kejauhan Kimo berjalan mendekati kelas bersama dengan Rafael. Entah keajaiban apa, Kimo mau saja berjalan beriringan dengan Rafael menuju kelas. Padahal sebelumnya Kimo merasa sangat terganggu dengan kehadiran laki-laki itu. Mungkin karena ketertarikan Kimo terhadap cerita Rafael lah yang membuat Kimo tidak terlalu terusik dengan kehadiran Rafael.

Sweet but PsychoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang