Baraq kembali menghampiri markas Solar System lagi untuk memeriksa apakah Sena berhasil menemukan Kimo, perempuan yang mati-matian ia cari. Ia mengetuk, lalu langsung masuk tanpa dipersilahkan masuk karena kata Sena tidak perlu menunggu sampai ada yang membukakan pintu. Pasti tidak akan ada.
"Lo ke sini lagi bule," kata Adang yang tidak sengaja melihat Baraq. Ia memperhatikan dengan sinis seraya memakan buah apelnya.
Baraq menoleh ke belakang dan ke samping untuk memastikan apakah bule yang dimaksud oleh Adang adalah dirinya atau orang lain. Baraq tidak menemukan orang lain selain dirinya. Baraq pun berdeham.
"Goblok juga, jelas-jelas gue natapnya ke elo." Kemudian Adang pergi begitu saja meninggalkan Baraq. Ia tidak peduli dengan Baraq. Perlu diingatkan kembali kalau Adang sangat membenci bule. Terlalu tampan.
Mata Baraq mengikuti kepergian Adang. Ia bingung dengan sikap laki-laki itu terhadapnya sejak awal. Ia merasa tidak melakukan apa-apa, tetapi sepertinya Adang begitu membencinya. Baraq menggelengkan kepalanya, berusaha mengenyahkan isi pikirannya tentang Adang. Bukan itu yang harus ia pikirkan sekarang, tetapi Kimo.
Baraq sampai di depan pintu ruangan Sena. Laki-laki itu mengetuknya, kemudian masuk ketika ia sudah dipersilahkan masuk. Lagi-lagi ia menemukan Sena berkutat dengan komputernya. Sepertinya Sena benar-benar serius dengan pekerjaannya. Baraq jadi bertanya-tanya, apakah yang dilakukan oleh Sena sudah legal?
"Lo datang."
"Ya."
Baraq berjalan mendekati Sena, lalu ia duduk.
"Sudah ketemu?" tanya Baraq.
Sena membuka kacamata anti radiasinya, "Not yet," katanya.
"Sulit, sudah gue duga," balas Baraq.
"Lo meragukan gue?" Sena merasa tersinggung.
Baraq menggeleng, lalu membenarkan, "Bukan, bukan karena lo tidak bisa, tapi karena dia memang tidak bisa dicari."
Sena menaikkan sebelah alisnya, ia tidak mengerti. Sejujurnya baru pertama kali Sena sulit sekali menemukan orang yang dicarinya. Seolah takdir melarang untuk menemukan identitasnya. Tetapi tetap saja, Sena tidak mau mengakuinya.
"Lo aja yang terlalu sedikit ngasih identitasnya. Lo harus ngasih tau gue lebih, apapun tentang cewek bernama Kimora ini."
Baraq berpikir lagi. Benar apa yang dikatakan Sena, ia juga terlalu sedikit memberikan identitas Kimo. Baraq ingin, tetapi ia takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan kepada perempuan itu. Baraq tidak ingin membahayakan Kimo hanya karena keegoisannya yang ingin bertemu cepat dengan Kimo.
"Gue Cuma tahu itu," kata Baraq memilih tetap menyembunyikannya.
"Lo menguji gue." Sena kembali memakai kacamatanya dan kembali fokus dengan kerjaannya mencari perempuan itu.
Baraq terkekeh, kemudian berdiri. "Untuk itu gue membayar lo kalau lo lupa."
Sena berdecih, "Lo baru bayar uang depan, ga usah terlalu sombong."
Baraq tersenyum miring. "Gue pergi," pamit Baraq pada akhirnya pergi setelah ia tidak memiliki alasan lagi untuk tetap bertahan di ruangan Sena. Laki-laki itu berjalan keluar, meninggalkan Sena yang masih merasa tersinggung.
"Dasar laki-laki gagal move on kebanyakan gaya."
BRAK!
Sena terkejut ketika Rafael tiba-tiba membuka pintunya dengan sangat tidak santai. Ia terlihat terengah-engah entah karena apa.
"Kenapa lo?" tanya Sena penasaran.
"Gila ya, gue abis dikejer anjing tetangga."
Sena menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia tidak percaya dengan apa yang terjadi dengan Rafael.
"Btw Sen, temen gue itu udah otw ke sini," kata Rafael setelah membaca pesannya barusan dengan Kimo.
Sena yang berada di kursi kejayaannya itu hanya mengangguk, ia tetap fokus dengan pekerjaannya. Ia penasaran sekali dengan mantan Baraq ini, kenapa begitu sulit menemukan identitasnya.
"Kenapa sih? Serius amat?" tanya Rafael. Tidak biasa Rafael melihat urat-urat menonjol di dahi temannya itu. Setahu Rafael kalau urat itu terlihat, tandanya sedang sakit kepala atau banyak pikiran.
"Gue gak nemuin orang yang dicari sama client. It makes me crazy."
"Tidak biasanya lo gagal."
"I know."
Rafael mengangguk-angguk, lalu duduk di kursi yang tadinya diduduki oleh Baraq. Ia dapat melirik layar komputer Sena dari posisinya dan tentu saja isinya begitu membingungkan bagi Rafael. Terlalu banyak aplikasi dan sistem yang tidak ia mengerti.
"Lo ribet amat kerjaan lo." Rafael berdiri lagi untuk melihat layar komputer Sena lebih dekat. Rafael kembali berucap, "Lo udah coba cari di google?"
"Basic banget anjir."
"Nah ini ni, lo terlalu sombong," kata Rafael sampai muncrat ke wajah Sena. Sena dengan malas menghapusnya. "Sini ya gue kasih tau lo Sen, jangan pernah meremehkan sesuatu yang basic."
Sena jadi termenung. Benar juga apa yang dikatakan oleh Rafael. Setidaknya dengan google ia bisa mendapatkan informasi walaupun hanya sedikit tentang sosok bernama Kimora ini.
"Gue nunggu temen gue dulu di luar." Rafael menepuk pundak Sena beberapa kali, lalu keluar seperti apa yang dikatakannya.
Dengan cepat Sena segera menutup semua aplikasi yang hanya ia mengerti itu. Sena mulai beralih ke google. Ia menekan kolom search itu dan mulai mengetikkan sebuah nama di sana. Ketika ia menekan tombol search, keluarlah sosok perempuan di bagian fotonya. Sosok perempuan dengan paras setengah Belanda.
Kimora Hanifza Gelbert.
Sena menekan salah satu foto yang muncul di bagian picture. Sena menatap foto perempuan itu dengan seksama. Ia membuka website yang meng-upload foto perempuan itu. Sena menggeser ke bawah artikel tersebut dan membacanya dengan seksama.
"Kimora Hanifza Gelbert adalah anak dari bapak...," baca Sena. Ia membuka kacamatanya, lalu mengurut pangkal hidungnya karena mulai lelah lagi. Ia mengambil segelas air putih, lalu meminumnya. Selagi meminum, matanya masih membaca artikel berita tersebut.
"Acara ulang tahun perusahaan." Sena berpikir sejenak. "Ga mungkin orang ini yang gue cari. Dia di Amerika, keluarga konglomerat. Ga mungkin."
Tak lama terdengar suara ketukan dari pintu ruangannya. Pintu perlahan terbuka, menampakkan dua sosok manusia masuk ke dalam ruangannya. Sena mendongakkan kepalanya untuk melihat siapa yang masuk. Ternyata dua manusia itu adalah Rafael dan Kimo. Sena membulatkan matanya dan langsung menyemburkan isi mulutnya ke arah keduanya. Ia terkejut dan tidak percaya. Sosok yang baru ia lihat di internet sekarang tengah berdiri di depannya.
"Apa-apaan sih Sen, jorok amat lo. Bikin malu aja asli dah," kesal Rafael yang kini merasa tidak enak dengan Kimo karena ketidaksopanan Sena. Tidak biasanya Sena seperti itu.
Sena tidak bisa mengalihkan pandangannya dari perempuan di depannya. Mulutnya hanya bisa mengatup membeku. Ia masih terlalu terkejut untuk membenarkan keadaan.
"Sen, ini temen gue yang mau ketemu sama lo. Namanya Kimo," ucap Rafael memperkenalkan.
Kimo maju mendekat ke arah Sena, lalu mengulurkan tangannya. Memang tidak biasanya Kimo melakukan ini, tetapi ia mengulurkan tangannya hanya kepada orang-orang yang ia butuhkan. Sena contohnya.
"Gue Kimo. Senang bertemu dengan lo." Kimo berucap lengkap dengan senyum miringnya.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet but Psycho
Teen FictionTerlahir sebagai anak konglomerat mungkin terlihat sangat menyenangkan. Namun mereka tidak tahu senang dan ancaman adalah satu paket yang harus diterima oleh anak konglomerat. Kimora salah satunya, perempuan yang terlahir dari keluarga konglomerat...