Sampai pulang sekolah, Ray tidak lagi berbicara banyak kepadanya. Laki-laki itu seperti menghindarinya, mungkin karena laki-laki itu ketakutan. Namun walaupun kondisinya seperti itu, mereka masih berada di meja yang sama.
Kimo berjalan keluar sampai gerbang dengan santai, tidak mempedulikan pandangan orang-orang yang ketakutan dengannya. Dari pandangannya, ia dapat melihat mobilnya yang dikendarai oleh pak Joko. Kimo membuka pintu tersebut dan langsung duduk sambil menghela napas kasar.
"Terjadi sesuatu di sekolah, Mbak?" tanya pak Joko.
Pak Joko tidak buta, selama Kimo berjalan ke mobil, pak Joko melihat bagaimana reaksi murid-murid lainnya ketika Kimo lewat. Pak Joko pernah melihat kejadian seperti ini sebelumnya, tepatnya saat dulu di Amerika yaitu saat Kimo dengan terang-terangan menyiksa temannya di sekolah di koridor. Berita yang sangat besar.
"Tidak ada apa-apa, Pak," jawab Kimo sambil bertopang dagu ke jendela.
Pak Joko mengerti sebenarnya, tanpa harus bertanya. Hanya saja, ia ingin mengajak Kimo berbicara, siapa tahu keajaiban datang dan Kimo berubah menjadi pribadi yang terbuka. Makanya pak Joko tidak pernah bosan bertanya walaupun sebenarnya ia tidak butuh jawaban.
"Hari ini kita ke kedai kopi yang kemaren saya mintak antar ya Pak."
Pak Joko tersenyum. "Pergi lagi dengan laki-laki yang kemaren?"
Kimo tidak menjawab. Dibanding menjawab, ia lebih memilih untuk mendengus. "Bapak sok tau."
Pak Joko tertawa, lalu mulai menjalankan mobil menuju tujuan yang Kimo inginkan.
***
Kimo sampai duluan sebelum laki-laki bernama Faras itu tiba. Ia duduk seraya memain-mainkan hpnya. Ia malas sekali menunggu, apalagi yang ditunggunya adalah Faras. Menyebalkan sekali, tapi kalau bukan ingin tahu tentang website itu, Kimo tidak akan mau berdekatan dengan Faras. Ia akan berusaha mendapatkan informasi lebih dari seorang Faras.
"Maaf gue telat. Biasa, Jakarta macet."
"Santai."
Kimo menyeruput minuman yang sudah lebih dulu ia pesan. Faras pergi sebentar untuk memesan minumannya sendiri. Beberapa menit kemudian ia kembali.
"Lo suka sekali kopi hitam ya?" tanya Faras karena tidak sengaja ia melirik ke arah minuman yang dipegang oleh Kimo.
"Ya gue suka. Pahit, seperti kehidupan."
"Espresso?"
"The best."
Faras tersenyum mendengarnya.
Baiklah ini saatnya Kimo menjebak Faras. Kimo pun sengaja sibuk sekali dengan hp nya.
"Lo terlihat sibuk sekali? Apa sih yang ada di hp lo itu?" tanya Faras dengan nada bercanda.
Kena lo, Bodoh.
"Gue tidak sengaja menemukan hal yang menarik di internet."
"Menarik seperti apa?"
"Menarik seperti website yang menghasilkan uang," jawab Kimo seraya diam-diam melihat reaksi Faras.
Faras terlihat gagu, tapi sekali lagi dia berhasil mengendalikan dirinya. "Jangan percaya yang kayak gituan. Biasanya sih penipuan."
"Oh ya?" Kimo berpura-pura memikirkan perkataan Faras barusan. "Tapi sepertinya mendapatkan uang di website ini masuk akal. Kita harus mengerjakan misi dulu untuk mendapatkan uang. Lo mau lihat?"
Faras menatap Kimo dengan tatapan lurus yang aneh. Bahkan senyumannya pun aneh. Ekspresi laki-laki itu sekarang seperti berusaha mencari tahu apa motif yang Kimo lakukan. Laki-laki ini mencurigai Kimo.
"Boleh, mana gue liat."
Tanpa bermaksud benar-benar memberikan hpnya kepada Faras, Kimo hanya memperlihatkannya dari jauh kepada Radit. Ia tidak akan membiarkan Radit menyentuh hpnya.
"Itu penipuan. Blokir saja website yang seperti itu. Akan menambah virus di hp lo nanti."
Kimo mengangguk paham.
"Gue jadi penasaran, siapa yang membuat website seperti ini ya? Dan tujuannya apa?"
"Gue tidak tahu." Faras menyeruput minumannya. "Mungkin untuk bersenang-senang."
"Oh begitu."
Ternyata Faras memang laki-laki berpendirian. Ia bahkan tidak mau menjelaskan sedikitpun tentang website ini.
"Lo kenal Rahma? Dia satu sekolah dengan lo."
Faras sempat menghentikan pergerakannya untuk sejenak. Ia seperti sedikit terkejut ketika Kimo menyebutkan nama Rahma.
"Gue kenal dia, Lo juga kenal?" tanya Faras balik.
"Gue kenal, tapi kami bukan teman. Keluarga gue bekerja sama dalam bisnis dengan keluarga Gantoro, keluarga Rahma." Kimo sangat pandai mengarang cerita.
Faras mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Apa dia punya pacar sekarang? Seingat gue ketika acara bisnis, dia sangat pendiam. Kapan ya terakhir gue bertemu dia? Ahh, dua tahun yang lalu. Kita sempat ngobrol ringan soal masa remaja. Dia perempuan yang menyenangkan."
"Oh ya?" Faras mulai tertarik. "Rahma ga punya pacar, tapi sebenarnya gue lagi deket sama dia."
Rasanya Kimo ingin menghamburkan tawanya keras-keras sekarang ketika mendengarkan penuturan Faras. Omong kosong apa lagi yang akan diceritakan oleh Faras kali ini? Kimo penasaran.
"Lo jatuh cinta dengan Rahma?" Kimo berpura-pura terkejut dan takjub. "Gue tidak menyangka akan bertemu dengan calon pacar Rahma di sini."
Faras tertawa mendengarkan candaan Kimo.
"Lo sepertinya mengetahui sosok Rahma cukup baik ya?"
Kimo hanya tersenyum setelah ia menyeruput minumannya.
"Ada rumor menarik soal Rahma di sekolah dan itu sampai sekarang membuat gue penasaran. Kebetulan lo lumayan tau soal Rahma, apa boleh gue bertanya sesuatu kepada lo tentang Rahma?"
"Sure."
"Banyak orang yang bilang Rahma punya tanda lahir berwarna merah di punggungnya. Katanya tanda lahir seperti huruf G. Apa rumor itu beneran."
Kimo menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa lo tertarik dengan tanda lahir seorang perempuan? Gue tidak menyangka lo adalah laki-laki yang nakal Faras."
Faras tertawa lagi, "Bukan itu maksud gue, tapi berita itu sangat terkenal di sekolah gue. Semua orang penasaran. Bukan gue saja."
Kimo terlihat berpikir sejenak. Untuk beberapa saat Kimo dan Faras saling menatap dalam diam, seolah sedang sama-sama menerawang pikiran masing-masing. Mereka terlihat seperti dua orang yang diam-diam ingin membunuh.
"Sangat aneh juga ya sekolah lo, ribut karena masalah tanda lahir seorang Rahma. Kenapa tanda lahir Rahma menjadi rumor yang sangat penting di sekolah lo?"
"Gue juga tidak tahu jawabannya kenapa. It's silly, right?"
Kimo tertawa kecil, "Gue juga tidak tahu Ras. Gue bahkan tidak pernah melihat punggung Rahma. Kami tidak sedekat itu untuk mengetahui hal itu."
Faras mengangguk-angguk paham.
Kimo merasa harus mengakhiri pertemuannya dengan Faras sekarang.
"Udah jam segini. Gue harus pergi les. Nanti ayah gue marah kalau gue ketahuan bolos."
Faras mengangguk mengerti.
"Next time ya seperti ini lagi?"
"Oke, next time," jawab Kimo ramah.
Akhirnya Kimo pamit dan pergi meninggalkan Faras yang masih betah di kedai kopi itu. Kimo buru-buru mencari nama Sena di hpnya. Ketika ia menemukannya, ia tekan nama itu hingga tersambung ke hp Sena. Kimo menelepon Sena.
"Halo?"
"Sen. Misi itu ngincar gue, bukan Rahma."
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet but Psycho
Teen FictionTerlahir sebagai anak konglomerat mungkin terlihat sangat menyenangkan. Namun mereka tidak tahu senang dan ancaman adalah satu paket yang harus diterima oleh anak konglomerat. Kimora salah satunya, perempuan yang terlahir dari keluarga konglomerat...