"Gue, Zianata Aera--"
"Gue gak peduli. Langsung aja ke inti. Lo cuma punya waktu satu menit." Setelah Kimo mengucapkan itu, ia langsung mengatur stopwatch di jam tangannnya. Zia geram, hendak menjambak rambut Kimo sekarang juga. Namun dia harus menahan emosinya agar tidak lepas kendali dan malah menjadi tontonan baru untuk anak sekolah.
"Gue minta lo jangan kasih tau ke siapapun tentang gue dan Zea," kata Zia membuat sebelah alis Kimo tertarik dan itu sukses membuat ekspesi Kimo tampak bengis.
"Kenapa gue harus melakukan itu?" tanya Kimo berusaha menantang perempuan di depannya.
"Apa yang lo mau? Uang? Berapa? Gue kasih lo semua," kata Zia berusaha keras agar Kimo mau menurutinya. Tapi sayangnya seorang Kimo tidak akan pernah bisa diperintah. Dia benci diperintah.
"Gue mau uang," kata Kimo, membuat Zia menganggukkan kepalanya. Zia meraih hp yang ada di sakunya, lalu menunggu Kimo sampai perempuan itu mengatakan angka nominal yang ia minta.
"Satu miliar, lo sanggup?"
Zia membulatkan matanya, ia tidak percaya dengan deretan angka yang baru saja Kimo katakan.
"Lo gila? Satu miliar?" tanya Zia dengan nada memprotes.
"Kenapa? Gak sanggup?" tanya Kimo dan tidak dijawab oleh Zia. Perempuan itu malah menatap Kimo dengan tajam. "Gue rasa pembicaraan kita udah selesai. Masih tinggal dua puluh detik lagi kalau lo mau bicara."
"Gue bakal kasih lo apapun supaya lo gak umbar tentang kemaren. Tapi kalau satu miliar, gue gak bisa," ujar Zia kembali memberikan tawaran.
"Gue gak mau. Gak ada untungnya buat gue," kata Kimo, kemudian berbalik ke kelas. Melihat itu, Zia langsung menahan Kimo. "Lo mau kemana? Pembicaraan kita belum selesai"
"Satu menit lo udah abis, jadi jangan ganggu gue," kata Kimo yang langsung menghentakkan tangannya agar pegangan Zia terlepas. Kimo melanjutkan langkahnya, meninggalkan Zia yang sedang menatap tajam dirinya.
***
Bel istirahat sudah berbunyi sejak lima belas menit yang lalu. Kimo memilih tetap di dalam kelas berhubung karena dia malas ke kantin dan membawa bekal. Teman-teman sekelas Kimo sudah mulai kembali ke kelas. Termasuk teman sebangkunya, Ray.
"Lo gak ke kantin?" tanya Ray yang langsung duduk di kursinya. Kimo melirik sekilas laki-laki di sampingnya, namun seperti biasa ia kembali memfokuskan perhatiannya kepada buku di depannya.
"Gak, gue bawa bekal."
Ray menganggukkan kepalanya, lalu mulai bermain-main dengan hp-nya. Sebenarnya, Ray merasa sangat canggung sekarang. Namun tidak ada pilihan lain selain duduk di bangkunya karena teman-temannya juga sibuk dengan urusan masing-masing.
Berdekatan dengan Kimo selalu membuat Ray merasa canggung.
"Guys! Nilai ulangan fisika udah sampai nih. Gue bagiin ya," sahut Tara yang langsung membuat kelas menjadi berisik.
Hal itu sukses membuat Ray langsung mendongakkan kepalanya karena penasaran dengan nilai ulangannya. Tapi berbeda dengan Kimo yang tetap tenang dan malah terlihat semakin tenggelam dengan bacaannya.
"Gila! Nilai lo sembilan lima?" tanya Tara tidak percaya seraya memperhatikan nilai sembilan lima itu dari kertas ulangan Ray. Ray membulatkan matanya, buru-buru merebut kertas ulangannya yang berada di tangan Tara dan benar saja memang sembilan lima nilai yang ia dapatkan.
"Asem dah, gue dapet empat puluh," gerutu Tara yang kemudian beralih pergi ke meja yang lain. Ray tidak menanggapi kata-kata Tara barusan karena ia terlalu sibuk dengan nilainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet but Psycho
Teen FictionTerlahir sebagai anak konglomerat mungkin terlihat sangat menyenangkan. Namun mereka tidak tahu senang dan ancaman adalah satu paket yang harus diterima oleh anak konglomerat. Kimora salah satunya, perempuan yang terlahir dari keluarga konglomerat...