Kimo menutup pintu mobilnya ketika ia sampai di rumahnya pada malam hari. Pikiran Kimo rasanya begitu kacau hari ini setelah ia mengetahui dimana keberadaan laki-laki yang sudah mematahkan hatinya di masa lalu. Rasanya begitu lelah ketika mengetahui bahwa laki-laki itu berada sangat dekat dengannya. Untuk saat ini Kimo tidak akan melakukan apa-apa terhadap laki-laki itu. Ia hanya diam dan menunggu sampai kapan semesta akan berpihak dengannya untuk tetap menyembunyikan diri dari laki-laki itu, Baraq.
Kimo memijit keningnya lelah, hal itu membuat perempuan itu memilih untuk bersandar sejenak kepada mobilnya seraya memejamkan matanya.
"Kimo."
Kimo langsung membuka matanya lebar. Matanya terbelalak, nyaris keluar ketika melihat Ray tengah berdiri di teras rumahnya.
"Lo ngapain di sini?" tanya Kimo sambil berjalan cepat ke arah Ray. Ia menarik tangan Ray untuk membawa laki-laki itu keluar dari rumahnya.
"Lo kenapa bisa ada di sini? Lo ngapain?" tanya Kimo lagi tidak percaya.
Ray tersenyum, senyuman yang begitu Kimo benci karena sesuatu itu kembali ia rasakan sedang muncul di hatinya entah apa.
"Pertanyaan lo banyak sekali. Gue bingung," kata Ray dengan tampang tak bersalah.
"Gue serius Ray, jawab pertanyaan gue." Kimo menoleh ke kanan dan ke kiri, takut ada orang lagi selain Ray yang mengetahui tempat tinggalnya.
Ray mengikuti arah selidik mata Kimo, kemudian terkekeh ketika mengetahui apa maksud dari tatapan selidik itu. "Gue ga bawa siapa-siapa selain diri gue sendiri."
Kimo menghentikan pandangannya kembali ke arah Ray, lalu diam-diam menghembuskan napas dengan lega. Ia takut sekali jika jejaknya diketahui oleh banyak orang. Kimo benar-benar tidak menyukainya.
Ray menyodorkan sebuah cup dengan ukuran medium yang berisikan sebuah kopi. Ternyata itu adalah merk toko kopi yang tadi siang Kimo dan Ray kunjungi bersama. Esnya sudah mencair, bahkan dinginnya kopi sudah hilang digantikan dengan suhu yang biasa-biasa saja.
"Gue mau kasih ini ke elo."
"Apa?" tanya Kimo tidak percaya.
"Lo tadi main pergi aja, gue jadi bingung harus melakukan apa sama kopi ini, jadi ya gue memutuskan untuk bawa ini ke tempat lo aja." Laki-laki itu tersenyum, kali ini dengan menampakkan deretan gigi putihnya yang rapi.
Kimo mengusap wajahnya, merasa frustrasi dengan laki-laki di depannya. "Ray, kopi itu sudah tidak bisa diminum lagi. Sudah dingin, menjijikkan. Buang aja."
Senyuman Ray perlahan menghilang. Ia menunduk, menatap kasian ke arah kopi yang dipegangnya. Seketika Ray merasa kasihan kepada kopi yang rela-rela ia bawa ke tempat Kimo. Ray berpikir betapa teganya Kimo membuang kopi yang mahal ini. Ray menangis di dalam lubuk hatinya, mengingat berapa uang yang dikeluarkannya untuk kopi di tangannya.
"Lebih baik lo pulang."
Kimo sudah berjalan beberapa langkah melewati Ray, tetapi lagi-lagi Kimo tertahan karena lagi-lagi laki-laki itu menahan lengan Kimo.
"Lo bilang kopi ini udah ga bisa diminum kan?" tanya Ray memastikan. "Kalau gitu kita harus beli yang baru."
Ray menarik tangan Kimo cepat untuk membawa Kimo masuk ke dalam mobilnya. Sementara itu, Kimo hanya bisa membelalakkan matanya karena saking terkejutnya dengan apa yang dilakukan oleh Ray sampai tanpa sadar kini ia sudah berada di dalam mobil Ray.
Kimo tersadar, ia cepat-cepat membuka pintu mobil Ray, tetapi tidak bisa. Ray bergerak lebih cepat lagi karena ia telah mengunci pintu dan menggas mobilnya menuju jalanan bebas.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet but Psycho
Teen FictionTerlahir sebagai anak konglomerat mungkin terlihat sangat menyenangkan. Namun mereka tidak tahu senang dan ancaman adalah satu paket yang harus diterima oleh anak konglomerat. Kimora salah satunya, perempuan yang terlahir dari keluarga konglomerat...