Setelah Ray menyelesaikan ulangannya, segera laki-laki itu berjalan cepat ke kantin mencari perempuan yang sudah meminjamkannya hp.
Sesampai di kantin, pandangan Ray jatuh kepada seorang perempuan yang sedang membaca buku di meja tengah kantin. Ray membetulkan posisi tas yang disandangnya, kemudian berjalan ke arah perempuan itu.
"Hey!" sapa Ray sangat canggung, tanpa sadar ia mengusap tengkuknya. Kimo mendongakkan kepalanya, menatap Ray dengan datar. "Ini hp lo. Makasih buat tadi."
Ray memberikan hp tersebut dan Kimo langsung mengambilnya. Kimo memasukkan hpnya ke dalam saku, kemudian kembali berfokus ke bacaannya tanpa mempedulikan Ray lagi.
"Baca apa?" tanya Ray dengan canggung. Ia sadar kalau ia sudah tidak dipedulikan lagi oleh perempuan itu, tapi ia berpikir sangat tidak sopan jika ia langsung pergi begitu saja setelah meminjam hp perempuan itu. Hitung-hitung mendekatkan diri dengan teman sebangku.
"Fisika, bab 10 materi semester dua" jawab Kimo singkat tanpa menatap lawan bicaranya.
"Lo baca bab 10? Buat apa? Kita masih semester 1 bahkan belum ujian mid." Ray berkata seraya mengambil tempat di seberang perempuan itu.
Kimo melirik laki-laki itu sekilas. Untuk sesaat ia bingung kenapa laki-laki itu duduk di depannya, tapi ia berusaha tidak peduli. Ia menghela napas pelan, kemudian menjawab sambil tetap berfokus pada bacaannya, "So, apa gue harus menunggu semester 2 dulu untuk baca bab ini?"
Ray menggeleng pelan, seraya menunjukkan senyum paksanya walaupun Kimo tidak melihat. Sejujurnya ia menyesal mengajak perempuan itu berbicara.
Kimo menurunkan bukunya, kemudian berkata, "Daripada lo duduk di sini, mending lo pulang. Lo buang-buang waktu lo sendiri." Setelah mengatakan itu, Kimo berdiri dan hendak pergi dari sana.
"Lo mau kemana?" Ray ikut berdiri ketika perempuan itu berdiri.
"Lo ganggu gue, gue mau pulang," kata Kimo yang kemudian pergi begitu saja meninggalkan Ray yang sedang cengo. Ray menatap Kimo bingung sampai sosok perempuan itu menghilang dari kantin. Ia menghempaskan pantatnya di kursi kemudian menenggelamkan kepalanya di antara lipatan tangannya.
"Ditolak ya sama ceweknya? Mending makan bakso Mamang aja biar bisa move on ke cewek lain."
"Apaan deh Mang?! Somplak si Mamang," kata Ray kesal, kemudian langsung bangkit meninggalkan kantin.
***
"Udah berapa kali gue bilang sama lo? Jangan deket-deket sama gue waktu ada di sekolah!" pekik perempuan tersebut sedikit tertahan karena takut suaranya terdengar keras sampai ke luar ruangan.
"Maafin gue, Zi. Tapi gue gak maksud buat deketin lo. Gue cuma--"
"Cuma apa Ze?" tanya perempuan tadi dengan kesal. Ia mengepalkan tangannya keras hingga jari-jarinya memutih. "Gue malu sama lo! Gue malu jadi saudara lo tau?"
Perempuan itu, Zea. Matanya berkaca-kaca ketika mendengar penuturan saudara perempuan satu-satunya itu. "Gue gak maksud buat deketin lo, Zi. Gue tadi cuma minta tolong supaya Vino gak gangguin gue."
"Buat apa Vino gangguin lo sementara ada gue sebagai pacarnya?" Zea menggelengkan kepalanya tidak tahu apa jawaban dari pertanyaan Zia. "Apa lo sekarang nyoba buat rebut pacar saudara lo sendiri, Zea?"
"Gak!" jawab Zea cepat dan Zia tidak mempedulikan jawaban tersebut karena sudah terlanjur tenggelam dalam emosi.
"Terus apa?!"
Zea tidak menjawab dan memilih untuk menunduk daripada melihat mata saudarinya sendiri. Matanya berkaca-kaca karena faktanya Zia lebih membela pacarnya dibanding dirinya yang merupakan saudari perempuan itu.
"Gue ingetin ya sama lo. Lo jangan cari gara-gara ya sama gue atau enggak lo bakal dapet akibatnya," kata Zia, kemudian meninggalkan Zea yang sudah menangis tersedu-sedu.
Zia keluar dengan amarah yang masih berada di ubun-ubun, namun langkahnya terhenti ketika ia menemukan seorang perempuan asing tepat berada di depan pintu. Mata Zia membulat, takut jika perempuan tersebut mendengarkan percakapannya dengan Zia.
"Lo siapa?" tanya Zia dengan suara yang sangat pelan.
Perempuan itu tidak menjawab dan hanya menatap Zia dengan datar. "Satu kali," ucap perempuan itu sangat pelan dan mampu membuat Zia kebingungan. Zia yang tidak tahan berlama-lama berhadapan dengan perempuan tersebut memilih untuk pergi dari sana.
Baru saja Zia pergi, giliran Zea lah yang keluar dengan mata yang sudah mengeluarkan air mata. Zea terkejut, lalu mengucapkan nama perempuan itu dengan pelan. "Kimo?"
Kimo tidak menjawab, hanya memperhatikan wajah Zea yang basah karena air mata. Namun, tak lama ia berbalik dan ikut meninggalkan Zea begitu saja, sama dengan Zia.
***
Ray menghentikan pandangannya pada perempuan yang sudah duduk di sebelah kursinya. Kimora, seperti biasa perempuan itu duduk diam sibuk dengan bacaannya yang sangat membingungkan bagi Ray.Tanpa sadar, laki-laki itu sudah cukup lama berdiri di depan kelas sampai Tara datang dan mengejutkan dirinya dengan mendorong kepalanya tiba-tiba.
"Woy! Nape lu?" tanya Tara sambil merangkul laki-laki tersebut.
Ray melirik Kimo sekilas dan tidak disangka perempuan itu sedang menatap dirinya. Tidak lama, karena perempuan itu kembali kepada bacaannya.
"Apaan sih lo anjing?" tanya Ray kesal karena dikejutkan.
"Lo yang kenapa? Lagi liatin si ono lagi?" tanya Tara sengaja mengeraskan suaranya, membuat semua pandangan jatuh kepada kedua laki-laki tersebut.
Dengan cepat Ray menyikut perut Tara. "Sante aja ngomongnya, gak usah keras-keras." kata Ray sambil menekankan setiap kata-katanya agar laki-laki itu mengerti.
"Lah apa urusannya? Emang bener kan?"
Ray berdecak, lalu memilih untuk berjalan ke bangkunya. Ia malas lama-lama berurusan dengan Tara, pasti akan panjang masalahnya.
Ray meletakkan tasnya, lalu duduk. Ia menoleh ke kiri, kemudian dengan ragu menyapa teman sebangkunya itu. "Hey, pagi?"
Kimo melirik laki-laki itu sekilas, lalu kembali lagi ke arah bacaannya. Melihat itu, Ray menghela napasnya pelan. Ia sudah duga pasti akan dicuekin lagi.Ketika Ray hendak memperpanjang percakapannya, seorang perempuan masuk ke dalam kelas dan menghampiri Kimo.
"Hai," sapa perempuan itu dengan senyum manisnya. Kimo mendongakkan kepalanya, menatap perempuan itu dengan sebelah alis yang terangkat.
"Lo anak baru ya? Kimora? Nama lo kan?" Kimo tidak menjawab dan terus saja menatap perempuan itu dengan tatapan yang sama.
"Hmm.. gue boleh minta waktu lo gak? Lima menit?"
Kimo menggeleng. "Satu menit," jawab Kimo memilih untuk kembali membaca bukunya.
"Tiga menit?" tawar perempuan itu lagi.
Kimo mengangkat kepalanya, lalu menatap perempuan itu dengan tajam. "Buang-buang waktu gue. Satu menit atau gak sama sekali."
Perempuan itu tersenyum sambil menarik napasnya pelan karena kesal. Ia mengangguk, lalu memaksakan senyum kepada Kimo. Kemudian, perempuan itu berjalan keluar kelas membiarkan Kimo untuk menyusulnya.
"Lo izinin gue bentar kalau guru masuk. Gue punya urusan sama cewek bodoh itu," kata Kimo kepada Ray yang langsung pergi begitu saja.
Ray mengerutkan dahinya sejenak karena ucapan Kimo yang terdengar memerintah. Namun, kerutan dahi itu menghilang tergantikan dengan kekehan. Ia baru sadar bahwa Kimo baru saja mengejek Zia si cewek yang terkenal memiliki hati seperti malaikat.
"Lo lucu, Kimo," gumam Ray dengan kekehan kecilnya.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet but Psycho
Teen FictionTerlahir sebagai anak konglomerat mungkin terlihat sangat menyenangkan. Namun mereka tidak tahu senang dan ancaman adalah satu paket yang harus diterima oleh anak konglomerat. Kimora salah satunya, perempuan yang terlahir dari keluarga konglomerat...