Doce

767 37 11
                                    

Tiga tahun yang lalu

Laki-laki itu berlari dengan keringat yang sudah bercucuran. Langkah kakinya terdengar bergitu keras hingga menggema sampai ke ujung-ujung Lorong itu. Namun, lain dengan yang ada di ujung Lorong tidak mendengar langkah kaki tersebut.

"Lo yakin dengan pilihan lo?"

"Gue yakin dan gue benar-benar jatuh cinta dengan adik lo"

"Gue gak percaya sama lo, walaupun lo temen gue"

"Kenapa?"

"I can't tell you. Gue tidak percaya lo akan selalu begitu dengan adik gue. Adik gue berbeda, lo tidak akan sanggup"

Semua kalimat demi kalimat yang diucapkan dengan Kemi mengisi penuh kepalanya. Ia tidak mengerti kenapa semua itu harus teringat di saat-saat genting seperti ini. Isi percakapannya dengan Kemi berhasil membuat dirinya semakin tenggelam dalam ketakutan dan kekhawatiran terhadap perempuannya, Kimo. Dialah yang ia cari hingga ke ujung Lorong ini.

Dalam hati ia merutuki kebodohannya karena tidak bisa menjaga perempuannya. Karena keteledorannya, Kimo harus sampai dijebak oleh laki-laki sialan bernama Eriko. Ia tahu bahwa laki-laki sialan itu sangat terobsesi dengan Kimo, tapi haruskah laki-laki itu melakukan hal kotor seperti ini untuk mendapatkan Kimo?

"Gue akan 'bermain paksa' dengan Kimo kalau itu satu-satunya cara agar Kimo menjadi milik gue 'seutuhnya'. Tenang saja, gue akan bertanggung jawab"

Baraq menggeram marah ketika mengingat kalimat Eriko kepadanya. Eriko sialan benar-benar laki-laki gila. Lihat saja, sampai saja laki-laki gila itu menyentuh perempuannya maka laki-laki itu akan mati saat ini juga.

"Eriko!" Baraq menendang pintu gudang yang terkunci.

BRAK!

Tubuh Baraq membeku. Matanya menatap tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Tangannya gemetaran karena ketakutan saking terkejutnya. Ini benar-benar sudah diluar nalarnya.

"Lo melarang gue dengan Kimo, Kem?"

"Lebih baik lo berhenti jika pada akhirnya lo hanya akan meninggalkan adek gue"

"Dengan alasan apa gue akan meninggalkan Kimo?"

"We'll see"

Jadi ini maksud lo Kem? Batin Baraq tidak percaya. Di depannya berdiri Kimo yang sedang mencekik Eriko yang sudah terduduk tidak berdaya. Wajah laki-laki itu penuh lebam darah dan kedua tangan laki-laki itu juga dalam keadaan yang sama hanya bergantung di sisi tubuhnya tak berdaya.

"Ba-raq, kkh-kkh, to-tolong gu- kkh- e"

Kimo langsung menoleh kea rah yang dilirik oleh Eriko. Dan ia terlihat terkejut ketika melihat Baraq yang berstatus sebagai kekasihnya itu berdiri dihadapannya, menyaksikan bagaimana dirinya menyiksa Eriko.

"Kimo? What have you done?"

Kimo langsung melepaskan cekikannya dari leher Eriko. Laki-laki itu langsung tergeletak tak berdaya di lantai yang kotor itu dengan napas yang singkat dan terbatuk-batuk. Kimo berjalan mendekati Baraq dan bersamaan dengan itu Baraq berjalan mundur. Baraq ketakutan. Baraq takut pada Kimo.

"Raq? Gue " Kimo tidak menemukan kalimatnya. Ia bingung harus berkata apa kepada laki-laki itu. menjelaskan pun tidak ada gunanya.

"Raq, sepertinya kita harus berbicara" ucap Kimo pada akhirnya seraya kembali berjalan mendekati Baraq.

"Jangan mendekat. Lo diam di tempat lo sekarang" bentak Baraq benar-benar ketakutan. Suara laki-laki itu bergetar. Kimo menghentikan langkahnya. Kimo menatap Baraq dengan sendu. Ia merasa sesak melihat Baraq yang ketakutan karena nya. Tatapan Baraq saat ini benar-benar membuat Kimo merasa seperti perempuan keji tidak berhati.

"Gue akan berpura-pura tidak melihat semua ini, oke. Gue pulang. Gue selesai dengan lo" Baraq terlihat panik dan hendak pergi dari tempat itu secepatnya.

Ternyata penjelasan benar-benar dibutuhkan.

"Baraq!" Kimo berlari ke arah laki-laki itu dan menahan tangannya. Tau tangannya dipegangi, Baraq langsung menghempaskan tangannya darI Kimo. "Go away from me!" Setelah mengatakan itu, Baraq pergi dan meninggalkan Kimo yang terdiam berdiri di sana.

Kimo menatap kepergian Baraq. Punggung laki-laki itu bergerak menjauh hingga hilang di belokan lorong. Sekarang tinggalah Kimo seorang diri ditemani dengan Eriko yang sudah tergeletak tidak sadarkan diri. Kimo masih berdiri dan menatap ke arah kepergian Baraq dengan pandangan kosong. Hatinya terasa terhempas begitu keras kemudian diinjak-injak hingga tak berbentuk.

Suara isakan pelan keluar dari mulut Kimo. Tubuh perempuan itu bergetar sampai rasanya isi perutnya naik mendesak ingin dikeluarkan. Penyakitnya kambuh, semua memori buruk yang membuatnya mendapat penyakit kejiwaan ini seketika mengisi pikirannya seolah sedang menertawakannya. Kimo terduduk, kakinya tidak sanggup berdiri. Kepalanya sakit hingga membuatnya berteriak histeris. Ia menarik rambutnya dan memukul-mukulkan kepalanya karena rasa sakit yang mendera kepalanya. Sampai pada akhirnya, perempuan itu juga tidak sadarkan diri.

Kesalahan Baraq pada saat itu adalah kebutaan laki-laki itu akibat rasa takutnya. Laki-laki itu buta sampai pada akhirnya membenci perempuan itu karena tindakan diluar nalarnya. Saat itu ia berpikir bahwa ia telah memiliki kekasih yang tidak waras. Dan kesalahan lain Baraq adalah tidak menyadari kondisi fisik Kimo akibat kekerasan yang dilakukan Eriko terlebih dahulu pada perempuan itu. terlihat dari lebam biru di beberapa bagian tubuh Kimo.

***

Malam ini terasa begitu sepi bagi Kemi. Rumah besar yang seharusnya dihuni oleh empat anggota keluarga itu menjadi tidak bernyawa karena tidak ada satupun yang mengisi. Rumah ini begitu banyak kenangan indah, namun tidak jauh berbeda dengan porsi kepahitannya.

Dalam malam yang begitu sunyi itu, Kemi duduk bertutupkan selimut menatap keluar jendela. Langit terasa begitu gelap dari biasanya. Seolah ikut merasakan kehampaan yang muncul dihatinya. Dalam diam ia menyesap segelas kopi yang hangat. Pahit dengan porsi yang sempurna. Memang dirinya yang terbaik dalam membuat kopi, batinnya senang dengan dirinya. Begitu lah Kemi, rasa senangnya begitu sederhana hanya dengan segelas kopi yang dibuatnya.

Malam itu hatinya terasa sedikit gusar, terlebih ketika mengingat percakapannya dengan Baraq. Bagaimana laki-laki itu dengan mudahnya berkata kepada nya bahwa ia merindukan adiknya benar-benar tidak bisa diterimanya. Bukannya senang, Kemi malah merasa geram dengan rasa rindu yang muncul dari mantan kekasih adiknya itu. Mereka mungkin teman, tapi sekarang sudah berbeda. Dan semua itu karena laki-laki itu sudah berani meninggalkan dan menyakiti Kimo.

Kata-kata Baraq itu mengingatkan kembali dengan kejadian lalu itu. Mungkin sudah tiga tahun berlalu, tapi terasa begitu membekas. Ia masih mengingat bagaimana terpukulnya Kimo saat itu karena Baraq. Rasa terpukulnya persis sekali seperti kasus yang menimpa bunda. Dari situ Kemi tahu bahwa Kimo benar-benar sudah menyerahkan hatinya pada Baraq.

Dan semua itu adalah salahnya, karena sudah membiarkan laki-laki itu mendekati saudarinya.

"Sialan lo Raq. Gara-gara lo gue harus mikir sesuatu yang gak penting" celetuknya sendiri. Ia mengusap wajahnya dengan Lelah.

Tiba-tiba hp nya berdering. Tanpa melihat siapa yang menelepon, Kemi langsung menjawab telfonnya.

"Halo?"

"Gue cuma mau bilang kalau gue akan memperjuangkan adik lo. Gue benar-benar serius kali ini"

Kemi langsung berdiri geram.

"Raq, lo mau mati sekarang di tangan gue?"

Terdengar suara tawa pelan di sana, "Gue serius. Kali ini gue tidak main-main. Adik lo benar-benar berhasil membuat gue bertekuk lutut, gak dulu, gak sekarang, perasaan gue sangat besar buat adik lo"

"Brengsek, jangan ganggu gue adik gue!"

"Maaf, tapi gue sudah di bandara"

Tbc.

Sweet but PsychoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang