Cuarenta y cuatro

137 6 0
                                    

"Kim, kalau gue suka sama lo gimana?" tanya Ray yang kini sudah berdiri di depan Kimo. Tatapan kedua remaja itu bertemu, saling beradu dengan pikiran yang berbeda.

Untuk saat itu rasanya tubuh Kimo rasanya tak bisa bergerak. Rasanya tubuhnya membeku seperti di tenggelamkan di dalam lautan es. Jantungnya rasanya ingin meledak saat itu juga dan perutnya terasa menggelitik entah karena apa. Bibir Kimo bergetar pelan, terlihat sekali ia ingin membalas pernyataan Ray, tetapi lidahnya pun juga ikut membeku. Semua ini seperti semesta melarang Kimo untuk berbicara. Mungkin semesta takut jikalau nanti kata yang akan diucapkan oleh Kimo akan menyakiti laki-laki di depannya.

Oh, baiklah. Apa sekarang semesta sedang berpihak kepada Ray?

Akhirnya Kimo menghembuskan napasnya kasar, ia memutar tubuhnya dan berusaha berjalan meninggalkan Ray sesantai mungkin. Kimo meninggalkan Ray tanpa sepatah kata apapun. Ray jadi bingung di tempatnya, ia tidak tahu harus berbuat apa lagi.

Ray menatap kepergian Kimo dengan tatapan nanar. Di kepalanya muncul beribu-ribu pertanyaan, apakah Ray baru saja ditolak? Rasanya begitu tertohok saat Kimo pergi begitu saja tanpa mengeluarkan sepatah kata. Ray masih bersyukur jika Kimo mau menanggapi walaupun dengan nada sarkas perempuan itu, tetapi masalahnya sekarang tidak. Ray jadi cemas karena pertanyaannya tadi malah membuat hubungannya dan Kimo menjadi renggang seperti saat mereka pertama kali bertemu.

Ray mengacak rambutnya kesal. Ia terlihat begitu frustrasi. Laki-laki itupun berbalik berlawanan arah dengan arah jalan Kimo tadi. Ia ingin pergi sekarang, jauh-jauh dari Kimo. Seketika rasa malu muncul, itu membuat Ray jadi tidak berani untuk berhadapan dengan Kimo. Untuk saat ini Ray akan menghindari Kimo. Ray akan menganggap kepergian Kimo tadi adalah penolakan untuknya.

***

"Sampai kapan lo mengancam gue seperti ini Vin?" tanya Zea yang begitu lelah mengikuti Vino kemanapun laki-laki itu pergi.

"Sampai gue bosan." Vino menyeringai.

Hari ini adalah hari kepulangan Zia-kembaran Zea- dari Dubai. Sudah satu minggu Zia tidak bersekolah dan selama satu minggu itu juga Zea tersiksa karena hari-hari yang ia habiskan selalu saja bersama Vino. Vino adalah laki-laki menjijikkan yang pernah Zea temui di dunia ini.

Semenjak Vino mengancamnya, orang-orang mulai membuat gossip tentang kedekatan dirinya dan Vino. Dan tentu saja semua hal yang buruk adalah tentang dirinya, bukan tentang Vino. Zea dicap sebagai jalang sekolah. Zea juga disebut pelakor kelas kakap karena berani-beraninya telah menggoda pacar anak populer di sekolah dan anak itu adalah Zia, kembarannya sendiri.

Mungkin benar Zia tidak pernah mau mengakui kalau dirinya adalah kembarannya dan mungkin benar juga Zia menganggap bahwa tidak ada yang tau kalau dirinya adalah adalah kembarannya, namun faktanya tidak. Mereka semua tau, namun hanya berpura-pura tidak tahu agar Zia tidak kesal dengan mereka semua. Mereka takut membuat seorang primadona sekolah yang memiliki citra yang sangat bagus geram kepada mereka.

Semua itu terbukti dari ucapan anak sekolah yang menyebutnya pelakor saudara sendiri. Memang kejam, tetapi Zea berusaha untuk tidak mendengarnya.

"Sebenarnya lo cinta ga sih sama kakak gue?" tanya Zea seraya menunduk.

"Kenapa lo bertanya? Itu bukan urusan lo."

Mata Zea mulai berkaca-kaca. "Kalau lo cinta sama kakak gue kenapa lo malah menjadikan foto Zia yang bugil sebagai ancaman?" Dada Zea terasa begitu sesak saat melihat tawa Vino yang begitu ringan. Apakah Vino serius dengan kembarannya atau tidak? Demi apapun ia tidak ingin Zia disakiti juga oleh laki-laki berengsek ini.

"Bukan urusan lo." Lagi-lagi jawaban itu yang keluar dari mulut Vino.

"Sebenarnya dari mana lo dan Radit dapat foto itu?"

Vino berhenti. Tatapan Vino yang awalnya santai kini berubah menjadi tajam dan penuh amarah.

"Kalau lo bertanya lagi, gue gak akan segan-segan nampar lo, jalang!" desis Vino.

Tubuh Zea bergetar, ia ketakutan. Pada akhirnya Vino jalan duluan meninggalkan Zea yang pada awalnya ia paksa untuk mengikutinya kemanapun laki-laki itu pergi.

Tuhan, bantu gue untuk sekali ini saja.

***

Sena menyeruput minuman yang ia pesan. Kini Sena berada di sebuah kafe di dalam mall besar yang cukup terkenal. Ia sedang menunggu seseorang yang memaksanya untuk bertemu.

"Lo sangat cepat."

Sena mendongak ketika ia masih sedang menyeruput minumannya. Di depannya sudah berdiri Kimo yang sudah berpakaian santai, berbeda dengan Sena yang masih memakai seragam sekolah.

"Bukan cepat, tapi lo nya saja yang terlalu lama. Gue tepat waktu."

Kimo duduk dan tidak terlalu menghiraukan kata-kata Sena barusan.

"Sekarang beritahu gue apapun yang lo tau tentang Faras, Radit, dan Vino." Kimo tanpa basa-basi duduk dan menatap Sena dengan sangat serius.

"Wow, lo tau semua tokoh utamanya. Lo tidak mau mesen makanan atau minuman dulu?" tanya Sena.

Kimo menggelengkan kepalanya.

"Karena gue dibayar, maka gue akan menceritakan semuanya. Termasuk soal apa yang menjadi misteri juga buat gue."

Kimo mengangguk paham, ia mulai mendengarkan.

"Tiga orang itu berada di dalam satu geng yang sama. Mereka selalu bertentangan dengan gue dan teman-teman gue sejak kapan mulainya gue juga lupa. Bahkan gue lupa apa masalah sebenarnya antara gue dan mereka. Mereka bertiga sering banget keluar masuk kantor polisi dan masalahnya macam-macam. Tetapi anehnya mereka ga bertahan lama di sana dan selalu berakhir bebas."

Sena menghela napas sejenak, lalu kembali melanjutkan ceritanya, "Dan baru-baru ini kami mengungkap sesuatu yang besar tentang mereka. Jadi gue nemu website untuk perkumpulan komunitas-komunitas seperti gue dan teman-teman gue. Niat awal, gue dan teman-teman mau bergabung di sana karena terbuka forum untuk siapa saja. Nah saat gue buka ternyata website itu adalah website gelap yang entah bagaiamana ceritanya bisa dengan mudah gue temukan. Mungkin gue sedang beruntung. Dan lo tau apa yang mengerikan? Sejauh gue memeriksa tentang website itu, ternyata mereka memberikan uang kepada komunitas tertentu yang mau menjalankan misi yang mereka kasih. Uang yang didapatkan bisa sampai miliaran besarnya."

Kimo mulai tertarik. Kisah ini mulai intens menurutnya.

"Semua itu menjelaskan darimana semua uang yang didapatkan geng Radit untuk membeli obat terlarang dengan harga yang sangat mahal."

"Mereka narkoba?" tanya Kimo tidak percaya.

"Tidak mengejutkan untuk orang badungan seperti mereka, Kim." Kimo mengangguk paham. "Selain itu karena misi itulah kenapa mereka jadi keluar masuk polisi karena misi yang diberikan benar-benar hanya untuk orang gila."

Kimo menaikkan sebelah alisnya, "Misi seperti apa?"

Sena menghela napas lagi. "Membunuh orang misalnya."

"Are you joking?"

"Gue serius, tapi misi itu dilakukan oleh komunitas lain. Gue tidak mengarang oke, karena mencari semua informasi ini sampai sekarang komputer gue masih bervirus."

Kimo melipat kedua tangannya di depan dada, lalu menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Pernyataan Sena tadi tak urung membuat dirinya termenung. Ternyata Faras dan teman-teman tidak bisa dianggap remeh. Mereka berbahaya.

"Hanya semua itu yang lo tau?" tanya Kimo lagi.

"Ya, untuk sejauh ini."

Kimo mengangguk lagi tanda ia mengerti.

"Jika lo mengetahui hal lain apapun itu tentang Faras dan teman-temannya termasuk masalah yang lo punya dengan mereka, sekecil apapun itu, lo harus beritahu gue. Hanya itu tugas yang harus lo kerjakan dari bayaran yang udah gue kasih ke elo."

Sena mengangguk, "Oke. Lo mau pergi sekarang? Have a nice day."

Kimo berdiri lalu pergi meninggalkan Sena yang masih betah di dalam kafe sambil menyeruput minumannya.

Sekarang apa yang akan Kimo rencanakan selanjutnya?

Tbc.

Sweet but PsychoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang