Treinta y ocho

277 22 2
                                    

"Sen, ada yang mau ketemu sama lo." Rafael datang dan langsung melemparkan tubuhnya ke atas sofa milik Sena. Sekarang laki-laki itu sedang berada di rumah yang ditinggali oleh Sena, bukan rumah Sena yang mereka jadikan markas utama solar system.

Sena seperti biasa, laki-laki itu sibuk mengotak-atik komputernya. Entah apa yang dilakukannya, Rafael tidak mengerti. Semua yang dilakukan oleh Sena terlihat rumit.

"Siapa?" tanya Sena tanpa beralih dari layar komputernya.

"Temen gue, cantik kok."

"Di mata gue Cuma Rahma perempuan yang cantik."

Rafael mencibir. "Bacot lo bucin." Rafael mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar Sena yang bagi Rafael sudah sebesar ruang tamunya. "Tumben si Adang gaada?"

Mendengar nama Adang disebut lantas membuat Sena teringat akan kejadian yang terjadi di sekolah yang pastinya berhubungan dengan Adang.

"Napa lo? Sawan?" ledek Rafael.

"Nggak anjir." Sena tertawa. "Si Adang kenak siram sama oli. Ga tau deh gimana ceritanya, pulang-pulang gue udah nemu tu anak dah coklat-coklat aja."

Rafael ikut tertawa. Ia senang melihat Adang yang selalu dikerjai entah dengan siapa kali ini. Laki-laki itu benar-benar jahil, makanya orang lain juga tak berbasa-basi untuk menjahilinya.

"Si bocah bule gimana? Udah nemu lo mantannya?"

"Nggak. Data dia ga lengkap."

Rafael hanya mengangguk paham. Sebagian dari dirinya merasa kasian dengan Sena, namun sebagian lagi tidak sama sekali. Karena ia juga tidak tahu harus melakukan apa dan dia juga malas untuk melakukan sesuatu yang kalau memang bisa membantu laki-laki itu.

Rafael berbalik, memilih menghampiri dapur Sena yang selalu dipenuhi oleh makanan. Makanan adalah daya Tarik utama rumah Sena. Siapapun akan bahagia jika sudah berkunjung ke rumah Sena. Sudah nyaman, pulang-pulang kenyang lagi. Bukankah begitu beruntung berteman dengan seorang Sena yang kaya raya?

Rafael meneguk segelas air putih dingin yang baru saja ia ambil. Begitu segar sampai laki-laki itu mengeluarkan kata 'Aaahh' setelahnya. Rafael mengambil hp dari dalam sakunya, kemudian mencari nama Kimo di sana.

Rafael : Kabar baik. lo bisa ketemu Sena.

Rafael : So, kapan lo mau ketemu?

***

Rafael : So, kapan lo mau ketemu?

Kimo membaca pesan tersebut, tetapi tidak langsung membalasnya. Ia cepat-cepat mematikan hpnya dan memasukkannya ke dalam tas kecilnya.

"Apa yang dia lakuin sama pacar kembarannya?" tanya Ray.

Kimo menghembuskan napas berat. Entah bagaimana ceritanya ia kini duduk berdua berhadapan dengan Ray di sebuah kafe ternama di dalam mall. Dan sekarang lihat lah mereka, sama-sama menggunakan kacamata hitam dan menunduk mencurigakan dengan sedikit curi-curi pandang ke arah Zea dan Vino yang tengah menjadi alasan kenapa sepasang remaja itu bersama sekarang.

Kimo melepaskan kacamatanya dengan kesal.

"Hey, jangan dilepas. Kalau ketahuan gimana?" kata Ray cemas.

Kimo memutar bola matanya. "Justru karena kacamata ini, gue jadi ketahuan." Kimo melempar kacamata tersebut ke arah Ray dengan kasar. Untung saja Ray menangkapnya dengan gerakan yang gesit.

Ray ikut membuka kacamatanya. "Terus gimana sekarang? Lo cuma mau liatin temen lo itu berduaan sama pacar brengsek kakaknya gitu aja?"

Kimo menjawab dengan dingin, "Pertama, ini bukan urusan lo. Kedua, Zea bukan lagi temen gue."

Sweet but PsychoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang