Prolog

30K 974 117
                                    

Aku kedinginan berdiri di atas istana yang retak
Gemeletuk mulutku getir berkata lirih
Adakah cinta yang sempurna di dunia
Adakah hati yang tak bisa luka
Apakah ku pantas bahagia

Sejuta penyair sedunia ingin aku hampiri
Bertanya apakah cinta sejati itu ada
Pantaskah aku marah pada takdir
Berteriak lantang melawan nasib
Sedangkan ku hanyalah manusia

Namun demi engkau
Namun demi cinta
Demi janji kepada Maha Memberi cinta

Aku relakan kau bersama dengan yang lain
Dan sebelum ku pergi
Ku ingin kau bahagia

Penggalan syair dari sebuah lagu yang dinyanyikan oleh penyanyi Dewi Sandra itu memang pantas jika diibaratkan dengan kisah cinta Alta yang begitu pilu.

Dirinya yang sebagai orang ketiga dalam biduk rumah tangga sahabatnya, harus menelan pil pahit karena cintanya yang setinggi langit harus rela ia hempaskan demi sebuah persahabatan.

Dirinya yang sejatinya tak pernah membayangkan akan bertemu kembali dengan cinta lamanya yang masih tertanam kuat dalam hatinya itu, kini harus menerima sebuah kenyataan bahwa sahabatnya sendirilah yang berhasil merebut hati seseorang yang dicintainya itu dulu bahkan sampai saat ini.

Semua bermula sejak kepergiannya lebih dari sewindu yang lalu meninggalkan negeri ini untuk meneruskan pendidikannya di belahan Eropa sepeninggal ayahnya hingga ke jenjang perguruan tinggi, sekaligus memulai karirnya di sana.

Demi sebuah baktinya pada sang ayah, maka ia rela pergi jauh dari tanah air. Meninggalkan segala kenangan yang ia pupuk dalam sanubarinya termasuk kenangannya bersama seseorang yang dicintainya itu.

Pertemuannya saat ini membawa kisah manis sekaligus pahit dalam dirinya kini. Tak disangka seseorang yang dicintainya itu kini telah menikah dan bahagia dengan salah satu sahabat terbaiknya sejak SMA.

Langit seakan runtuh di hadapannya saat untuk pertama kalinya setelah sembilan tahun berlalu ia melihat binar mata itu kini berkilat penuh amarah dan benci saat memandangnya, setelah sekian lama mereka berpisah.

Salahnyalah karena selama hijrah untuk menimba ilmu di belahan Eropa, tak satu pun kabar yang ia berikan untuk lelaki itu. Surat tak pernah ia layangkan, telepon pun tak pernah ia deringkan hanya untuk menanyakan bagaimana kabarnya.

Ia sadar bahwa kesalahan fatal yang ia lakukan dulu tak mungkin termaafkan begitu saja olehnya. Dia pergi bukan tanpa alasan. Namun lelaki di hadapannya ini takkan mungkin begitu saja percaya jika dia memberikan alasannya setelah hampir satu dasawarsa berlalu tanpa sepatah kata.

Sembilan tahun mungkin takkan cukup untuk menebus sakit hati yang diterima sang kekasih. Wajar jika lelaki di hadapannya kini menjalin cinta dengan orang lain untuk mengisi hari-harinya yang kosong setelah kepergiannya.

Alta tak ingin menyalahkan siapa pun. Semua ini terjadi karena sudah suratan takdir. Tak mungkin ia menyalahkan Tuhan yang dengan segala kuasa-Nya mempertemukan kembali dirinya dengan lelaki yang dicintainya itu. Dan bukan salah Tuhan pula jika ia masih menaruh harapan besar akan cinta suci yang diagung-agungkannya setelah sekian lama jauh dari lelaki yang ada di hadapannya saat ini.

Akankah ia mampu bertahan dengan perasaan cintanya setelah semua yang terjadi tak pernah hilang dari hatinya, atau justru ia akan menyerah pada kenyataan yang terpampang nyata di depannya?

Pilihan yang sulit untuk Alta saat dirinya harus dihadapkan pada cinta dan persahabatan. Kepada-Nya lah ia akan menggantungkan kisah cintanya. Karena dari Dia-lah cinta itu tumbuh dan bersemi pada lelaki yang berdiri gagah di hadapannya kini.

"Di-Dito ...?!"

--oOo--

BETWEEN YOU & USTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang