Aku sudah terbiasa
Merawat luka sendirian
Dan terlihat perkasa
Seolah punya kekebalanDi belakang pandangan
Aku nangis diam-diam
Suaraku tak kedengaran
Raungku dipendam-pendamAku ingin selalu jujur
Memperlihatkan rasa-rasa
Namun tak diizinkan gugur
Tak pantas diketahui bondaTerlalu banyak tuntutan
Memerlukan aku kuat
Terlalu banyak kewajipan
Memerlukan aku buatMenaruh sebarang perasaan
Bagaikan dosa untuk ku
Maka lekas aku sisihkan
Huluran salam buatkuBonda, mengapa jatuh cinta
Sebegitu perit untuk dirasa?
Aku terseksa meruntun jiwa
Membuang bayangannyaBonda, setegar itukah dulu
Bila laki-laki mendatangi
Memujuk-mujuk merayu
Mengemis mahu mengasihiBonda, harus seperti mana
Aku menjadi seorang gadis?
Serta harus seperti apa
Aku mengelak yang manis?Bonda, sejarah hidup kita
Dizalimi seorang lelakimu
Bikin aku terlalu waspada
Memilih peneman hidupkuAku enggan tersalah terima
Seperti bonda pernah alami
Tak bolehkah kita berdua saja
Selamanya sehidup semati?Aku telah menolak lamarannya
Kerana Kekhuatiran mendepan
Sedangkan Keyakinan tak ada
Lantas dia menjauh tak ketahuanSaat dia pulang dan hilang
Alunan rindu berkumandang
Aku gila terkenang-kenang
Teresak getar berhati walangPercintaan terlalu mahal
Untukku bayar harganya
Dengan helaian kesal
Dan kepingan air mataBonda, apakah aku silap
Menafikan fitrah manusia?
Hidup tak kan pernah siap
Untuk dikatakan cukup sedia
YOU ARE READING
Debu yang Terconteng
PoetryHanya kata-kata usang yang bila-bila masa boleh ditiup terbang lantas hilang. Barangkali bisa menebal namun mana mungkin kekal, satu masa debu ini akan tertanggal. Debu-debu yang tak dipeduli, meski terlihat kotor namun masih suci; berbanding hatiku...