Keringat bergulir dengan deras dari tubuh dan wajahku. Beberapa orang menatapku dengan tatapan bertanya melihat betapa gilanya aku berlari mengelilingi St. James Park. Aku selalu berlari ketika menghadapi masalah. Aku berlari ketika kedua orang tuaku meninggal. Aku berlari ketika mengetahui pria gila itu meninggal. Aku berlari ketika harus memutuskan apa yang harus kulakukan dengan penawaran Hunter.
Aku duduk di salah satu bangku taman dan mencoba untuk mengatur napasku setelah berlari selama satu jam. Aku belum dapat memutuskan apakah aku akan menyetujui penawaran Hunter atau tidak.
Ini gila. Aku tidak dapat tidur semalaman karena memikirakan masalah ini. Aku ingin menjauhinya tapi aku juga ingin bertemu dengannya lagi. Seumur hidupku aku tidak pernah merasa membutuhkan seseorang sampai separah ini.
Aku mengencani segudang pria di Jakarta tapi tidak pernah sekalipun sosok seorang pria menghantuiku semalaman. Aku baru mengenalnya dua hari yang lalu dan kebutuhanku akan dirinya, bagaikan sesuatu yang baru bagiku.
Wajah Hunter selalu membayangiku semalaman. Mata abu-abunya yang selalu menatapku dengan intens. Bibirnya yang penuh selalu membuatku kecanduan untuk menciumnya dan aku tidak ingin berhenti menciumnya. Wajahnya yang tampan bagaikan dewa. Pelukannya yang posesif membuatku merasa terlindungi. Suaranya yang sexy, selalu membuat libidoku terbangun.
Oh, dear. I really miss him. Bisakah aku menjauhinya? Bisakah aku melupakannya? Bayangan aku tidak akan bertemu lagi dengannya membuat hatiku terasa sangat sakit. Aku tidak dapat meninggalkannya dan aku juga tidak menginginkannya. Berarti hanya satu pilihan yang aku punya yaitu menyetujui perjanjiannya.
*******
Aku mengrenyit ketika menemukan sebuket bunga di depan kamar hotelku, sebuket bunga lavender kering yang telah mati. Aku melihat sebuah kartu, tanpa nama pengirim.
You are mine. You are mine. You are mine.
Sepertinya ada orang yang salah meletakkan bunga itu di depan kamarku. Walaupun hadiah itu terlihat sangat aneh – bunga mati? Serius? Mana ada orang yang ingin mendapatkan hadiah berupa bunga mati. Aku membuka kamarku dan menemukan seseorang di dalamnya – kehadirannya membuat tubuhku langsung memanas.
"Good morning, Angel," bisiknya dengan suaranya yang oh – so – sexy. Hunter Presscot duduk di salah satu sofa dalam kamar hotelku. Ia tampak sangat tampan menggunakan hem berwarna hitam ketat yang menampilkan bentuk badannya yang indah dan sebuah jas berwarna navy. Sekali lagi, ia tidak mengancing dua kancing teratasnya menampilkan lehernya yang membuatku ingin menciumnya.
Hunter menatapku dari atas ke bawah dengan tatapan bergairah membuat seluruh tubuhku gemetaran. "Bagimana.. bisa?" tanyaku dengan suara gemetaran, tidak dapat berpikir karena tatapannya. Aku menjatuhkan karangan bunga yang kutemukan di depan kamar dan balas menatapnya.
"Bagaimana caraku masuk ke dalam sini?"tanyanya bangkit dari kursi dan menghampiriku. Ia mengelus tanganku dengan lembut, membuat bulu kudukku berdiri. "Aku memiliki saham di hotel ini," ujarnya menggigit kecil daun telingaku, membuatku menahan napasku. "Kau habis dari mana?" Dia mencium bagian leherku, membuatku tidak dapat berpikir. "Angel?" tanyanya menghentikan ciumannya.
"A... Aku pergi lari pagi," ujarku dengan suara serak yang sama sekali tidak kukenali. Oh come, on – Audrey. Ini bukan pertama kalinya aku make out dengan pria lain, tapi mengapa kali ini aku seperti tidak dapat mengontrol reaksi tubuhku. Seluruh kulitku terasa memanas di bawah sentuhannya, nafasku terasa sangat berat, bulu kudukku terasa meremang dengan gairah yang baru saja kurasakan. Dan aku merasa otakku tidak dapat berjalan dengan normal.
Tangannya yang besar mengelus pipiku dengan lembut. Hal seperti inilah yang membuatku jujur mengatakan kalau aku tidak ingin melakukan hubungan sex dengannya karena saat aku berada di dekatnya – tubuhku bukan lagi milikku tapi miliknya. Aku tidak dapat berpikir selama dia berada di dekatku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty of Possession (REPOST, FINISH)
RomanceHunter Presscot, the most wanted bachelor meminta bantuan Audrey Kosasih seorang pianis muda untuk menjadi tunangan palsunya. Semua rencana mereka berjalan dengan baik, hingga suatu perasaan baru membuat dua anak manusia merasakan apa yang dinamakan...