CHAPTER 6

180K 4.9K 98
                                    

"Apa kau tidak bisa tidur semalaman?" tanya Hunter kepadaku, setelah aku menguap beberapa kali selama perjalan ke bandara.

Wajahku memerah, mengingat kejadian kemarin malam. Aku dan Hunter tidur di satu ranjang dan dia memelukku semalaman, seakan takut aku akan menghilang tiba-tiba. Seolah-olah aku dapat memisahkan diri saja darinya. Di tempat Hunter terdapat lima kamar. Dua telah digunakan oleh Tanner dan pengurus rumahnya, Catlyn. Satu kamar telah digunakan Hunter untuk ruang kerjanya. Sedangkan kamar yang tersisa adalah tempat gudangnya.

Sesungguhnya, aku telah menolak untuk tidur seranjang dengannya dan memilih untuk tidur di sofa tapi tatapan Hunter yang mematikan membuatku akhirnya mengurungkan niatku dan menuruti keinginannya.

Aku harus menelan ludahku semalam ketika Hunter keluar dari kamar mandi hanya menggunakan celana piama, tanpa atasan menampilkan bentuk tubuhnya yang sangat indah. Tubuhku seakan mematung ketika melihatnya bertelanjang dada, selama ini aku sudah mengira kalau dia memiliki bentuk tubuh atletis dan keinginan terliarku adalah ingin melihat dan menyentuhnya.

"Apa?" tanyaku dengan bingung kepadanya ketika dia menanyaiku. Apa yang terjadi kepadaku? Otakku seakan berjalan pelan ketika melihatnya bertelanjang dada.

Aku menggigit bibirku ketika melihatnya tersenyum kepadaku.

"Kau tidak menggunakan kamar mandi?" tanya Hunter sekali lagi. Dan aku hanya membalasnya dengan anggukan, mulutku serasa menempel dan tidak dapat mengeluarkan suara. "Audrey, apa kau baik-baik saja?" tanya Hunter dengan wajah khawatir, mendekatiku. Reflek aku menjauhinya. Oh, no, Presscot. Jika dia menyentuhku saat ini juga, aku tidak akan sanggup lagi untuk mempertahankan keperawananku.

"I'm okay!" ujarku dengan tercekat. Aku segera mengambil peralatan mandiku dan menutup pintu kamar mandi terlalu keras lalu merosot terduduk di lantai sambil berusaha menenangkan debaran jantungku. Oh, no. Apa yang harus kulakukan?

"Aku suka dengan pakaianmu kemarin malam." Hunter mengatakannya sambil mencium pipiku sekilas ketika kami berdua berjalan melewati segerumbulan orang di bandara.

Apa maksudnya baju kebesaran dan celana piama panjang yang kukenakan? Kalau memang benar pakaian itu yang dia maksud, berarti dia sedang berbohong. Karena aku memang sengaja mengenakan pakaian tidur yang tidak menampilkan sex appeal ku sama sekali. Tanpa perlu diberitahu, aku sudah mengerti seberapa berat perjuangan Hunter untuk menekan libidonya untuk tidak merobek pakaianku dan bercinta denganku. Aku yakin dia juga sadar bahwa aku akan menuruti apa pun yang diinginkannya, ketika dia mulai menciumku dan membuatku tidak fokus dengan segala sesuatu yang ada disekelilingku. Tapi, dia menghormatiku dengan tidak menggunakan pengaruhnya itu untuk membuatku melakukan sex dengannya.

"And I love your smell. Lavender, yummy." Hunter mencium leherku, membuatku mendesah.

Beberapa orang menatap kami dengan terpukau. Oke, lebih tepatnya menatap Hunter yang hari ini tampak lebih seksi. Aku menyukainya ketika mengenakan suit, tapi aku juga sengat menikmati penampilan Hunter yang sedang mengenakan pakaian santai. Ia tampak lebih muda dengan mengenakan celana khaki dan baju polo berwarna putih. Dia tidak tampak seperti Hunter Presscot, CEO of Presscot Group yang memimpin ribuan karyawan di perusahaannya.

Hunter menggeram pelan dan memelukku. "Ada apa?" tanyaku dengan bingung ketika Ia mulai mencium pipiku sekali lagi.

"Laki-laki di sebelah kirimu menatapmu terlalu lama," ujarnya berbisik. Aku menatap ke arah yang dimaksud Hunter dan menemukan seorang laki-laki berambut cooper sedang menatapku. Lalu dia tersenyum manis kepadaku ketika mata kami bertemu.

"Aku tidak peduli!" ujarku mencium sekilas di bibir Hunter tanpa membalas senyuman pria berambut cooper tersebut. Laki-laki itu memang tampan, tapi entah mengapa aku sama sekali tidak tertarik dengannya. "Look at me!" pintaku kepada Hunter, yang membuatku terkejut Ia mengikuti apa yang kukatakan, menatapku lekat -lekat. "Sekarang mataku hanya tertuju kepadamu, tidak akan ada pria lain." Bahkan perkataanku sendiri, mengagetkanku. Hunter tampak lega setelah mendengar pernyataanku.

Beauty of Possession (REPOST, FINISH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang