CHAPTER 40

93.1K 4K 126
                                    

Aku membuka mataku dan menatap sekeliling ruanganku. Aku berada dalam kamarku di Madrid, pemandangan ruangan ini sudah sangat kukenal sejak kecil. Langit yang sudah berwarna oranye tampak jelas dari jendela ruangan ini. Aku menatap Hunter yang tertidur dengan tenang di sebelahku. Aku turun dari ranjang dan menuju kearah cermin.

Tentu saja setelah menghabiskan waktu beberapa jam menangis membuat penampilanku terlihat menjijikan. Rambutku tampak acak–acakan, mata yang sembab, hidungku memerah, dan kulit di wajahku yang tampak semakin pucat.

Kate. Kate dan janinnya yang malang. Mereka menghilang. Mereka berdua pergi. Dan itu semua karena kesalahanku. Aku mulai merasakan air mataku mulai merebak kembali di pelupuk mataku.

Udara. Aku membutuhkan udara segar, sebelum aku gila berada dalam ruangan ini. Aku segera mengambil jaket dari lemariku, dan membuka pintu perlahan agar tidak membangunakan Hunter yang sedang tertidur. Aku menuruni tangga dengan langkah perlahan dan aku tidak mendapati keberadaan abuela hingga aku keluar dari rumah ini.

Udara dingin kota Madrid mampu membuat tubuhku bergetar. Jalanan ramai dengan para pejalan kaki yang berjalan bersama keluarga atau pasangan kekasih mereka – merayakan malam natal dengan gembira. Aku menatap mereka dengan iri. Seandainya, saja jika pria sialan itu tidak pernah masuk dalam kehidupan kami – apakah sekarang aku akan berjalan bersama kedua orang tuaku dan juga Kate yang mungkin sekarang sudah memiliki anak dan suami – merayakan malam natal dengan senyuman?

Apakah aku dan Hunter akan bertemu jika seandainya saja tidak ada orang yang terobsesi denganku? Mungkin iya dan mungkin juga tidak. Aku menyadari, mungkin Hunter tertarik kepadaku karena kami berdua memiliki masa lalu kelam. Jika, aku tidak bertemu dengannya – apakah Hunter akan terbuka dengan orang lain? Atau mungkin dia menemukan Audrey lain yang memiliki masa lalu yang kelam sepertinya? Perasaan marah segera menyergapku ketika kau memikirkan Hunter bersama Audrey yang lain.

Aku tidak menyadari kemana langkahku berjalan dan ketika aku mulai menyadarinya – aku sudah berada jauh dari rumah dan berada di sebuah jalanan yang sepi. Menyadari keteledoranku, aku segera berputar dan berjalan cepat menuju kembali ke rumah. Kalau Hunter atau abuela menyadari aku telah keluar dari rumah sendirian dalam situasi segenting ini – mereka berdua pasti akan marah kepadaku.

Awan telalu berubah warna, dari berwarna oranye menjadi gelap. Angin keras membuat rambutku menjadi berantakan. Aku merasakan sebuah langkah kaki di belakangku. Aku berputar dan menatap, seorang pria tinggi menggunakan topi rajut, jaket panjang tebal, dan syal yang menutupi mulutnya hingga membuat wajahnya tidak terlihat jelas dalam kegelapan ini.

Oke, sepertinya berjalan–jalan di jalanan yang sepi pada malam hari merupakan ide yang sangat buruk. Perutku terasa jungkir balik. Bagaimana bisa aku tidak menyadari selama ini jika ada orang di belakangku? Apa selama ini dia bersembunyi di salah satu lorong?

Pria itu mendekatiku. "Audrey Kosasih," bisiknya dengan suara berat. Aku mengambil beberapa langkah ke belakang. Aku menatap sekelilingku, berharap ada seseorang berada di sini. Aku dapat mendengar detak jantungku berdegup dengan kencang. Pria itu menatapku – entahlah dia seperti menatapku, aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas dalam kegelapan seperti ini. Dan situasi ini membuaku merasa ingin muntah.

Sebelum aku dapat berkedip, pria itu menangkapku dan memegang tanganku yang membengkak. Aku berteriak dengan keras, tapi dia menutup mulutku membuat teriakanku teredam. Apa yang dia lakukan? Aku meronta berusaha untuk lepas dari pelukannya. Oh, God. Air mata mulai merebak dari pelupuk mataku. Jantungku berdetak dengan keras sehingga aku mengira aku akan mati.

Pria itu menarikku hingga berada di pelukannya dan menindihku sehingga wajahku menatap aspal jalanan – sehingga punggungku menekan dadanya dengan keras. Tangannya masih menutup mulutku. Pria itu membantuku berdiri, dengan satu tangan menekan kedua tanganku dan satunya lagi menutup mulutku.

Beauty of Possession (REPOST, FINISH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang