"Bagaimana kau tahu?" tanyaku berbisik kepadanya.
Hunter menatapku dengan tatapan takjub. "Angel!" ujarnya dengan nada meremehkan. "Aku tahu semua tentang dirimu."
Perasaan dingin segera menghantuiku. Aku membeku mendengar perkataannya. Dia tahu semua tentang diriku? Semua tentang masa laluku? Crap. Harusnya aku sadar jika Hunter Presscot akan menyelidiki tentangku terlebih dahulu sebelum menawari perjanjian. Apa dia mengetahui tentang orang tuaku? Tentang Kate?
Mata Hunter menatapku, seperti berusaha membaca pikiranku. "Relax. Audrey." Ia menyentuh lenganku dengan lembut. "Aku hanya memeriksa sedikit saja. Hanya informasi dasar, bukan informasi yang mungkin dapat membuatmu tidak nyaman." Seketika, punggungku merileks mendengarkan penjelasannya. Hunter tidak boleh mengetahui tentang masa laluku, belum – aku belum dapat mempercayainya. Kami berdua baru saja saling mengenal. Dan aku juga tidak siap untuk kembali membuka luka lama yang ingin kuhilangkan dari memoriku.
"Walaupun aku penasaran dengan keberadaan kakak perempuanmu, Kate. Kate adalah kakak perempuanmu, bukan?" tanyanya membuatku menegang sekali lagi mendengar pertanyannya. "Wanaita yang selalu kau impikan disetiap mimpi burukmu adalah kakak perempuanmu, bukan?"
Perasaan sedih dan tertekan seakan menghantam jiwaku. "Hunter.."
Telunjuk Hunter segera berhenti di depan bibirku. "Shhh. Don't. Jika kamu belum siap menceritakannya, jangan katakan apapun. Aku tidak akan pernah memaksamu untuk melakukan hal yang tidak ingin kau lakukan. " Tangannya membelai wajahku dan berhenti di dahiku. "Aku tidak suka melihat kerut di dahimu. Berhentilah mencemaskan sesuatu!" Wajahnya tampak tidak senang ketika menyelusuri dahiku.
"Di mana kita?" tanyaku berusaha mengalihkan topik pembicaraan.
"Salah satu vilaku."
"Vilamu?" tanyaku melihat sekelilingku. Damn. Hunter and his money.
"Aku menyukai tempat ini," ujarnya dengan tampang inosen. Sekarang, aku menyadari kalau Hunter selalu menggunkan raut wajah polos ketika kami membahas tentang kekayaannya.
"Kenapa kamu memilih Surrey?"
"Udara di sini sangat baik."
What the hell? Dia membeli vila di Surrey hanya karena udaranya sangat baik? Let me guess. Dia tidak berpikir dua kali ketika membeli tempat ini. Dan dia menyebut tempat ini vila? Holy shit. Tempat ini bukan vila, melainkan mansion. Walaupun, aku sedikit terkejut dengan pilihan Hunter. Mansion, astaga vila – aku memutar bola mataku ketika pikiranku mengatakan vila. Tempat ini terasa sangat kuno terdiri dari batu berwarna abu-abu terdengar suara ombak menderu membuatku tersadar kalau mansion ini berada di pinggir laut. Separuh nafasku terasa meninggalkanku ketika menyadari betapa indahnya vila ini – aku mengingatkan diriku sendiri untuk menyelusuri vila ini, nanti.
"Beautiful."
Hunter menyelisipkan jari-jarinya diantara jariku, membuat tangan kami berdua terjalin. Ia mengecup tanganku sekilas. "I know. Maka dari itu aku membelinya. Saat aku merasa penat dengan segala kesibukanku di London, aku akan datang ke sini di akhir pekan untuk mengilangkan segala penat. Lagipula, paparazzi tidak pernah mengetahui kalau aku memiliki di tempat ini." Hunter menghirup nafas panjang dan memejamkan matanya, menikmati angina malam. "Tempat ini sangat indah dan entah mengapa aku ingin memperlihatkannya kepadamu."
Aku tersenyum melihat matanya yang berkilau. "Thank you Mr Presscot untuk kejutan yang kauberikan untukku. I really love it!"
"Really?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty of Possession (REPOST, FINISH)
RomanceHunter Presscot, the most wanted bachelor meminta bantuan Audrey Kosasih seorang pianis muda untuk menjadi tunangan palsunya. Semua rencana mereka berjalan dengan baik, hingga suatu perasaan baru membuat dua anak manusia merasakan apa yang dinamakan...