CHAPTER 25

132K 3.9K 97
                                    

CHAPTER 25

Aku berusaha keras tidak menatap ke arah Hunter yang sekarang sedang menatapku dengan pandangan sedih. Damn. Hunter Presscot dan matanya yang indah. "Hunter, jangan melihatku seperti itu. Kau harus tahu, aku harus pulang ke apartemenku dan berganti pakaian," ujarku kepadanya berusaha keras tidak menggunakan nada tinggi.

"Kau bisa pindah ke apartemenku," ujarnya dengan tenang.

Oh, Dear. Ini semua berlangsung terlalu cepat. Reuni. Menikah. Anak. Dan sekarang, dia menyuruhku untuk pindah ke tempatnya. "Aku tidak bisa melakukannya Hunter. Aku tinggal bersama Alexa. Tidak mungkin, aku meninggalkannya tanpa persiapan."

"Alexa bukan anak kecil lagi," ujarnya dengan cepat. Damn. Mengapa, aku tidak langsung lari saja meninggalkan mobilnya dan masuk ke apartemenku? Mengapa aku harus beragumentasi dengannya di lobi apartemenku? Di dalam mobilnya? Oh great!

"Ini semua berlangsung terlalu cepat Hunter. Aku belum siap untuk tinggal bersamamu," ujarku berusaha mencari alasan yang lebih baik.

Hunter menatapku dengan tatapan tidak percaya. "Kau belum siap tinggal bersamaku? Tapi, beberapa jam yang lalu kau siap menyerahkan keperawananmu?" ujarnya mengingatkanku kepada kejadian memalukan tadi pagi.

Wajahku dengan cepat memanas mendengarkan perkataannya. "Kita belum terlalu mengenal satu dengan lainnya dan aku memiliki firasat buruk dengan idemu."

"Tinggal bersama denganku, semakin dapat membuat kita mengenal satu dengan lainnya." Hunter meremas rambutnya dengan frustasi. "God. Audrey, mengapa kau selalu membantahku?"

"Karena kau selalu bersikap irasional," bentakku.

Hunter sudah hendak melayangkan pembalasan ketika handphone miliknya bergetar. "Presscot," bentaknya dengan marah.

Siapapun yang menelepon Hunter, aku mengucapkan terima kasih karena sekarang aku berusaha untuk mencari alasan yang masuk akal untuk menolak idenya. Entahlah, aku merasa belum siap untuk pindah satu tempat tinggal dengannya. Dan, setelah otakku sudah dapat berpikir dengan jernih, aku bersyukur karena Hunter menolakku tadi pagi. Kemungkinan besar, aku akan merasa menyesal jika kami tetap melakukannya tadi pagi. Karena aku memang belum siap untuk menyerahkannya kepada siapapun.

Hormon sialan!

Hunter menutup teleponnya, dan menatapku dengan wajah lelah. "Kita akan membicarakannya di lain waktu. Aku harus menghadiri rapat dengan salah satu investorku. Aku akan menyuruh Tanner untuk mengantarmu ke tempat kuliahmu."

"Hunter, aku memiliki mobil dan aku bisa mengantarkan diriku ke tempat kuliahku sendiri, tanpa bantuan Tanner," ujarku berusaha keras menahan emosi.

"Tapi, kau bisa kecelakaan dan.."

"Oh, God. Aku sudah bisa menyetir sejak umurku tujuh belas tahun dan selama ini aku tidak pernah kecelakaan sekalipun."

"Aku tidak ingin resiko yang dapat membuatmu terluka."

"Terserah, jika kau menyuruh Tanner untuk mengantarkanku karena aku tetap pada pendirianku. Aku. Akan. Menyetir. Mobilku. Sendiri." Aku berteriak kepadanya. Kadang atau mungkin juga sering, dia berpilaku over protective dan irasional.

"BAIKLAH. Kau bisa menyetir mobil sialanmu sendiri," bentaknya kembali padaku.

Kami saling melotot satu dengan lainnya. Aku pertama kali yang melepas pandangan kami, dan aku memegang bagian atas hidungku dengan frustasi. "Okay. Jadi kita akan bertemu nanti malam?" tanyaku kepadanya, dengan suara datar.

"Nanti malam aku sibuk," ujarnya dengan suara sangat dingin. "Aku akan menghubungimu kapan kita bisa bertemu kembali."

Aku menghembuskan nafas panjang dengan lelah. "Baiklah. Sampai jumpa."

Beauty of Possession (REPOST, FINISH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang