"What the hell?" tanyaku kepada pria tampan di depanku. Rambut cokelat tuanya tampak sedikit terang terkena sinar matahari sore yang terpantul dari kaca jendela. Apa hubungan Henry dengan Alexa? Ryan dan Alexa sudah meninggalkan cafetaria karena Ryan harus mengobati luka Alexa di ruang kesehatan.
"Language, Young Lady."
Aku berusaha keras tidak menatap mata abu-abunya yang mengingatkanku kepada mata intens adiknya. "Apa yang kamu lakukan disini Henry?"
"Seseorang memaksaku untuk mengunjungimu!"
Lalu terdengar sura kecil melengking memanggil namaku. "Aunty." Dalam beberapa detik, Aurely sudah berada dalam gendonganku dan pandangan seluruh orang tertuju pada kami – tepatnya pada Aurely dan pria tampan di depanku. "I miss you," ujarnya memeluk leherku dengan tangan kecilnya dan menatapku dengan mata hijau cemerlangnya. Oh.. God. She is so adorable like a barbie.
"Lalu, apa yang akan kamu lakukan setelah ini?" tanyaku merasa risih dengan pandangan semua orang dan segera ingin meninggalkan cafetaria kampus, segera.
"Taman bermain."
"What?" tanyaku tidak percaya mendengarkan jawaban Henry.
"Aurely ingin berkunjung ke dufan," ulangnya lagi. Tanpa persetujuanku, dia langsung menarik tanganku dan menggeretku keluar dari cafetaria, diiringi dengan tatapan semua orang. Good. Sebentar lagi, kedatangan Henry akan menjadi gosip selanjutnya di kampus.
Dan aku harusnya dapat menduganya. Huh. Kakak dan adik sama saja. Tukang pamer. Henry membuka kursi penumpang mobil ferrari warna silver dengan empat pintu. Pemandangan mencolok mobil mewah ini membuat semua orang yang melewati tempat parkir menatap mobil dan pemiliknya.
"Ferrari GTC4Lusso," ujarnya. "Hanya ini yang terbaik yang kudapatkan disini." Dasar tukang pamer. Aurely masuk di belakang, sedangkan aku di kursi penumpang. Pria dan mainannya.
"Let's go, Daddy!" teriak Aurely dengan semangat di belakang.
"Sebentar! Apa kau bisa menyetir di jalanan Jakarta yang selalu macet?" tanyaku agak histeris.
Henry memandangku dengan pandangan 'pertanyaan yang sangat bodoh'. "Keluargaku pernah tinggal di Indonesia selama tujuh tahun. Aku dan Hunter sudah terbiasa dengan kemacetan kota Jakarta."
*******
"Tidak. Aku tidak mau. Apakah kau bercanda?" tanyaku dengan histeris kepada Henry ketika dia memaksaku masuk ke dalam komedi putar. "Itu permainan untuk anak kecil."
"Aku ingin bermain bersama dengan Aunty," ujar Aurely dengan mata bundarnya yang membesar.
Damn. Aku lupa bahwa gadis kecil ini sudah memiliki kemampuan untuk merayu orang lain. "Okay."
Tangan kecil Aurely menarikku menaiki komedi putar. Sial. Sial. Aku menarik lagi ucapanku yang menginginkan anak, aku belum siap untuk memiliki anak. Mungkin suatu hari nanti tapi bukan sekarang. Ya ampun, Audrey memangnya kamu mau punya anak sama siapa? Pasangannya aja belum punya. Bahkan mungkin kamu tidak akan pernah menemukan lagi orang lain yang akan kamu cintai.
Aurely duduk di salah satu mainan kuda berwarna hitam dan aku duduk di kuda putih sebelahnya. "Smile!" teriak Henry memotret kami berdua dari luar pagar. Beberapa orang tergelak melihat Henry yang sedang sibuk memfoto kami menggunakan handphonenya.
Ini sangat memalukan. Aku tidak pernah pergi ke dufan sejak aku berumur tujuh tahun. Terakhir kali aku ke dufan dikarenakan Kate memberiku hadiah ulang tahun berupa empat tiket masuk ke dufan. Hari itu sangat menyenangkan. Kate selalu menemaniku bermain apa pun yang kusakai. Bahkan Ia rela masuk ke dalam rumah hantu yang sangat dibencinya – hanya karena aku ingin memasukinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty of Possession (REPOST, FINISH)
RomanceHunter Presscot, the most wanted bachelor meminta bantuan Audrey Kosasih seorang pianis muda untuk menjadi tunangan palsunya. Semua rencana mereka berjalan dengan baik, hingga suatu perasaan baru membuat dua anak manusia merasakan apa yang dinamakan...