CHAPTER 17

141K 4.3K 78
                                    

Aku membuka mataku dan melihat sekelilingku. Dinding putih bersih, tempat tidur steril dan bau obat yang langsung membuatku mual. Bau rumah sakit, aku selalu membencinya. Mengingatkanku kepada tempat Kate di rawat. Tempat ini sangat gelap dan terlalu sunyi. Kepalaku terasa sangat sakit dan ketika aku menggerakkan badanku terasa sangat kaku. Aku memegang kepalaku dan menemukan perban di kepalaku tapi selebihnya badanku terlihat baik-baik saja. Sebuah infus diletakkan di tangan kananku, membuatku menutup mataku merasakan jarumnya.

Aku menggerakkan badanku sekali lagi dan sekarang terasa lebih baik. Hunter sedang tertidur, duduk di samping tempat tidurku. Rambutnya tampak berantakan dan wajahnya terlihat sangat lelah dan sebuah perban juga terdapat di kepalanya.

Lalu semuanya, ingatan tentang kejadian itu kembali menghantamku. Wajah Hunter yang pucat, sebuah mobil yang menyetir dengan kencang ke arahku, lalu sebuah tubuh yang menghantamku, menyelamatkanku dari kecelakaan yang akan terjadi.

"Audrey." Wajah Hunter yang baru saja bangun dari tidurnya tampak lega ketika melihatku terbangun. "Aku akan memanggil dokter." Hunter memencet sebuah tombol di dekat ranjangku.

"I'm sorry," ujarku menyesal menatapnya.

"Mengapa kau harus meminta maaf?"

"Membuatmu terluka."

"Audrey. God." Suaranya tampak frustasi. "Yang terpenting adalah kamu hidup dan berada di sini. Bersamaku."

Aku merasa kembali pada saat kejadian itu terjadi, bagaimana semuanya terjadi secara tiba-tiba dan juga perlahan secara bersamaan. Bagaimana saat Hunter mendorongku dengan keras. Bisa saja dia yang akan terluka karena menolongku, kalau sampai terjadi sesuatu kepada Hunter – aku tidak tahu apa yang akan kulakukan.

"Aku bahkan tidak melihat mobil itu sampai semuanya terlambat." Aku menggelengkan kepalaku, tenggorokanku terasa kering. "Aku tidak bermaksud mem.."

Hunter berdiri dari tempat duduknya dan duduk di ujung ranjangku. "Audrey, it wasn't your fault. Mobil itu yang salah. You did nothing wrong."

Jika aku tidak benar-benar merasa bersalah karena membuat nyawa Hunter hampir saja terancam, mungkin aku akan tersenyum mendengarkan perkataannya. Hunter sangat pintar membuat perasaanku terasa lebih baik.

Tidak beberapa lama kemudian seorang dokter masuk. "Glad to see you're up, Miss Kosasih. I'm Dr Carter. How's you feeling?"

"Sore."

Lalu dia mulai memeriksaku, sinar di mataku, munyuruhku untuk menyentuh lengannya, menyuruhku mengedipkan mataku beberapa kali, dan menyuruhku menggerakan badanku perlahan.Walaupun seorang pria tapi suara Dr Carter terdengar lembut menenangkan dan sentuhannya sangat lembut.

"You've got a major contusion to your head, some cuts and bruises. But other than that, you'll be okay. Tomorrow, we may let you go home. You were very lucky, Miss Kosasih."

Lucky? Aku menatap Hunter yang tampak tidak senang dengan komentar Dr Carter. "Lucky?" tanyanya dengan nada ironi setelah Dr Carter keluar.

"Yes, lucky," ujarku dengan bingung.

"Apakah kamu tahu siapa yang membuatmu terluka?" tanya Hunter dengan frustasi. "Aku yang membuatmu terluka. Jika aku tidak mendorongmu dan membuat kepalamu terantuk trotoar, kau tidak akan ada disini."

"Iya. Aku tidak akan disini tapi mungkin aku sudah ada di kuburan!" bentakku. Apa dia menyesal telah menyelamatkanku?

Mulut Hunter terbuka dan matanya membesar. Ada ketakutan di matanya. "Kau tidak boleh meninggal. Tidak boleh!"

Beauty of Possession (REPOST, FINISH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang