HUNTER'S POV
Sudah hampir sebulan sejak insiden itu terjadi kepada Audrey. Sebulan sejak Audrey terkunci dalam pikirannya sendiri. Sebulan sejak terakhir kali aku mendengarnya berbicara. Sebulan sejak terakhir kali aku melihatnya bereaksi. Semua orang berusaha untuk membuat dia menjadi seperti dulu lagi.
Pertama kali dia tidak mau melakukan apa pun. Tidak ada yang bisa. Soraya mencoba untuk mengajaknya berbicara, tapi gagal. Aku selalu bersama dengannya. Hanya saat introgasi bersama polisi yang membuatku meninggalkannya. Tapi, aku tidak pernah meninggalkannya sendiri. Aku selalu memastikan ada seseorang di dekatnya.
"Audrey." Aku berbisik pelan berlutut didepannya. "Angel, please talk to me."
Mata birunya menatapku untuk beberapa saat sebelum kembali lagi menatap dinding kosong. Aku menghela nafas dan mengacak rambutku dengan frustasi. Aku tidak tahu berapa lama lagi aku bisa menghadapi semua ini. Bukan karena aku akan meninggalkannya. Aku hanya ingin dia berbicara lagi kepadaku. Melakukan sesuatu. Apa pun!
"Just give me something, please." Aku memohon dan menempatkan tanganku diatas tangannya dan Audrey menghindari sentuhanku.
"Mr Presscot," ujar Tanner mengetuk pintuku. Aku menghela nafas dan keluar dari kamar Audrey dengan tidak rela. Introgasi sialan! Chris sialan! Kalau saja dia tidak mati, aku akan menyiksanya habis–habisan. Membuatnya merasakan apa yang telah ia lakukan kepada Audrey.
Saat pertama kali dokter memberitahuku seluruh luka yang diderita oleh Audrey. Aku ingin menghidupkannya kembali dari alam kematian dan membunuhnya berkali–kali. Aku sudah hampir kehilangan kontrol ketika melihat bekas luka pada punggungnya tapi mom mengingatkanku kalau semua ini sudah cukup berat untuk Audrey tanpa aku harus kehilangan kontrol diriku.
*******
Setelah selama empat jam polisi mengintrogasiku, akhirnya mereka membebaskanku juga. Aku sangat mengantuk dan ingin beristirahat tapi kakiku malah mekangkah ke rumah sakit tempat Audrey berada. Aku tidak bisa membiarkannya di rumah sakit sendirian, tanpa pengawasan atau seseorang yang menemaninya. Aku tidak akan membiarkan dia merasa sendirian.
Mataku menangkap sosok wanita yang baru saja keluar dari elevator. "Reiko?" panggilku kepadanya. Reiko menoleh ke arahku dan tersenyum dengan polos. "Apa yang kau lakukan disini?"
"Liam..."
"Jangan memakai alasan Liam," ujarku kepadanya. "Karena aku tahu Liam tidak menyuruhmu kesini."
Bibir Reiko mengerucut mendengar ucapanku. "Oke. Aku hanya ingin mengunjungi tunanganmu yang sudah berubah menjadi mayat hidup."
"Shit!" runtukku pelan dan langsung memencet tombol elevator. "Kau tidak mengatakan apapun kan? Sudah cukup berat untuk Audrey menghadapi semuanya, tanpa kau tambahi dengan ucapanmu."
"Hunter Presscot!" teriak Reiko dengan marah. "Aku mencoba membuatnya melihat dengan akal sehatnya lagi dan dia malah mengungkapkan kata–kata mencemooh padaku."
Aku menoleh kearahnya. "Audrey berbicara?" tanyaku hanya menangkap kata itu saja.
"Seingatku tadi tunanganmu mengatakan kalau aku gila," ujar Reiko dengan jengkel. Aku langsung masuk ke dalam elevator dan memencet lantai kamar Audrey berada. "Setidaknya katakan terima kasih kepada Reiko."
Aku membuka kamar VVIP Audrey dan hatiku terasa sakit ketika melihatnya menangis sambil memegang sebuah kertas. Aku bersyukur karena dia sudah tidak seperti biasanya, dengan mata kosong melihat ke arah jendela atau dinding dan tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Tapi bukan berarti aku suka melihatnya menangis seperti sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty of Possession (REPOST, FINISH)
Storie d'amoreHunter Presscot, the most wanted bachelor meminta bantuan Audrey Kosasih seorang pianis muda untuk menjadi tunangan palsunya. Semua rencana mereka berjalan dengan baik, hingga suatu perasaan baru membuat dua anak manusia merasakan apa yang dinamakan...