CHAPTER 28

1.6K 123 0
                                    

"Apa kau tahu siapa yang mengirimkanmu?" tanyanya dengan penuh kekhawatiran.

Aku menggelengkan kepalaku dengan linglung, berpegangan dengan tembok agar aku tidak terjatuh. Hunter menuntunku untuk duduk di ranjangku. "Aku tidak tahu siapa pengirim amplop–amplop itu. Aku hanya mendapatkannya dari resepsionis depan."

"Wait. Kau bilang amplop–amplop?" tanynya bingung.

Aku mengangguk. "Aku tidak tahu apakah pengirimnya adalah orang yang sama. Tapi sebelum ini ada orang yang mengirimku bingkisan boneka rusak di depan apartemenku."

Hunter segera mengambil handphonenya dan menelepon seseorang. "Tanner. Segera ketempatku sekarang juga!" bentaknya dengan marah membuatku terlonjak. "Berpakaianlah! Sebentar lagi Tanner akan kemari." Hunter segera keluar dari kamarku, meninggalkanku sendiri.

Dengan lunglai, aku menatap sekali lagi foto–foto itu. Aku sama sekali tidak merasa ada orang yang mengikutiku atau ada orang yang memotretku. Tapi hal aneh yang terjadi saat di London... Aku tiba–tiba teringat sejak bunga mati yang berada di depan hotelku, selalu saja ada surat atau bingkisan yang aneh yang selalu kuterima.

Bel apartemenku membuatku kembali lagi kepada realita. Aku segera mengganti baju tidurku dengan baju kebesaran dan celana pendek. Ketika aku keluar dari kamarku aku mendapati Tanner dan Hunter sedang berbincang dengan wajah serius di ruang tamu. Aku mendekati mereka dan duduk di samping Hunter, menyerahkan foto–foto dan amplop kepada Tanner yang sekarang sedang meneliti foto itu dengan wajah serius.

"Miss Kosasih. Sejak kapan anda menerima barang yang mencurigakan?" tanyanya dengan wajah serius.

"Yes." Aku dapat merasakan tubuh Hunter menengang di sebelahku. "Pertama kali aku mendapatkan bunga mati saat berada di London. Bunga itu diletakkan di depan kamar hotelku."

"Apakah bunga mati yang pernah kulihat? Saat kau menyetujui perjanjian kita?" tanya Hunter dengan wajah khawatir.

Aku menganggukan kepalaku. "Setelah itu, aku mendapatkan sebuah surat yang diletakkan di meja tempatku latihan di London." Hunter segera memelukku dengan posesif, membuatku merasa tidak nyaman karena keberadaan Tanner. Tapi sepertinya, pria besar yang duduk di depanku ini sama sekali tidak terpengaruh dengan pelukan Hunter di pundakku.

"Apa yang tertulis dalam surat itu?" tanya Tanner.

Aku berusaha mengingat tulisan pada surat itu. "Aku tidak terlalu mengingatnya. But, it's like he or she is obssessed with me. And I can't hide from him or her. It's something like that."

"Apakah ada yang lain?"

"Di depan apartemenku. Ada sebuah boneka rusak dan sebuah memo. Sehari sebelum Henry datang ke kampusku." Aku menarik nafas berusaha menenangkan diriku. "That's all."

"Audrey. Bisakah kau kembali ke kamar dulu? Aku harus berbicara sebentar dengan Tanner," ujar Hunter kepadaku. Aku menatapnya dengan curiga. Apakah ada sesuatu yang disembunyikannya dariku? Aku mengangguk dan segera meninggalkan mereka berdua. Aku duduk di pinggir kasur dengan gelisah. Mengapa aku baru menyadarinya sekarang?

Tidak beberapa lama kemudian Hunter masuk ke dalam kamarku dan menatapku dengan pandangan yang sulit ditebak. "Mengapa kau tidak pernah menceritakan semuanya kepadaku?"

"Aku tidak menyadari kalau semua surat dan benda itu ditujukan untukku. Aku selalu mengira kalau surat–surat itu hanya salah mengirim. Lagipula terlalu banyak masalah yang kuhadapi hingga aku bisa menyadari ada orang gila di luar sana yang ternyata terobsesi kepadaku."

Hunter mengacak rambutnya dengan marah. "Aku akan membunuh orang itu. Siapa pun orang itu. "

"Apakah menurutmu orang itu ingin membunuhku?" Lalu aku teringat kembali kejadiaan itu. Aku mengalami kecelakaan mobil setelah aku menerima surat itu. Apakah menurutmu orang itu yang menabrakku."

Beauty of Possession (REPOST, FINISH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang