CHAPTER 35

97.1K 3.9K 150
                                    

Aku menunggu di lobi apartemenku dengan tangan gemataran. Beruntung aku, masih memiliki kekuatan untuk segera berlari keluar dari kamar apartemenku menuju tangga darurat dan berlari turun dari lantai tujuh menuju lobi. Setelah berbicara dengan penuh perjuangan dengan salah satu security yang segera mengumpulkan personilnya untuk mengecek kamar apartemenku.

Seorang resepsionis wanita mengambilkanku segelas teh hangat dan menemaniku hingga mobil Hunter berhenti tepat di depan lobi apartemenku. Seorang pria tua botak yang kukenali sebagai manager bagian keamanan apartemen ini tampak meminta maaf berkali–kali.

Aku tidak menghiraukan wajah resepsionis itu yang tampak tercengang ketika melihat Hunter turun dari mobil dan berlari ke arahku. Ia segera memelukku dengan erat.

"Hey, it's okay. It's okay, Audrey. I'm here." Dia memelukku dengan sangat erat tapi aku seperti tidak memiliki tenaga untuk membalas pelukannya. "Bisakah anda menghubungi nomer saya setelah security memeriksa kamar Audrey Kosasih?" tanya Hunter dengan marah kepada pria malang tersebut yang mengerut ketakutan. Untunglah resepsionis wanita tersebut, berhasil menggangguk tapi terrlalu tercengang untuk mengatakan suatu kalimat.

Hunter mengeluarkan kartu nama dari dompetnya dan menyerahkan kepada wanita itu. "Ini nomer telepon saya. Segera periksa apa yang terjadi sebenarnya di sini. Saya bisa menuntut apartemen ini karena keamanan yang tidak terjamin. Saya yakin bagian direksi tidak akan menyukai berita ini."

Aku merasa sedikit kasihan ketika melihat wajah manajer tua itu tampak ketakutan setelah mengetahui siapa Hunter. "Saya akan segera mencari tahu siapa pelaku dibalik semua ini dan saya akan segera mengabari anda."

"Bagus!" ujar Hunter masih dengan tatapan tajamnya. Ia mengambil gelas tea dari tanganku yang terasa dingin dan menyerahkan kepada wanita resepsionis itu. "Dan, sebentar lagi ada bawahanku yang bernama Tanner. Ia akan membawa beberapa temannya untuk mencari tahu siapa pelaku yang memasuki kamar tunangan saya. Saya harap anda akan mengijinkan mereka untuk memeriksa sistem keamanan anda."

"Tentu saja. Tentu saja. Mr Presscot," ujar pria itu dengan terbata–bata.

Hunter segera memeluk dan menarikku untuk masuk ke dalam mobilnya. Ia melepaskan jaketnya dan membantuku mengenakannya. Aku merasakan tubuhku yang menggigil seketika menghangat ketika kain tipis di tubuhku sudah ditutupi oleh jaket tebal.

Hunter tidak mengajakku berbicara dan aku mensyukurinya karena aku butuh suasana tenang untuk mencerna apa yang terjadi. Mengapa orang itu mengejarku? Sebenarnya apa salahku kepadanya?

Aku tidak pernah mencari musuh atau berbuat jahat kepada seseorang. Oke, aku mengaku – kadang mungkin aku berbuat jalang, tapi aku bukan wanita yang akan menyakiti hati seseorang sehingga orang tersebut memiliki pikiran untuk membuatku ketakutan atau gila.

Hunter memegang tanganku dengan erat. Aku dapat merasakan tatapannya kepadaku, tapi aku menolak menatapnya dan memilih untuk menatap jalanan malam kota Jakarta. Harus kuakui kedatangan Hunter tadi, mampu membuat ketakutanku menguap seketika. Dia seperti memiliki suatu feromon untuk membuat pikiranku yang dipenuhi pikiran buruk dan ketakutan, menghilang seketika digantikan pikiran tenang.

Aku bingung bagaimana cara aku berpilaku kepadanya sekarang. Dia telah menolongku, tapi aku juga ingin mengtahui isi rahasianya. Dan cara agar dia memberitahuku adalah memberi jarak di antara kami agar dia tahu betapa seriusnya permintaanku atas jawabannya.

Ha! Bagaimana bisa aku memikirkan masalah lain, setelah beberapa jam yang lalu orang gila itu bisa memasuki kamarku? Kau memang gila Audrey Kosasih dan mungkin tidak normal. Tapi kurasa wanita normal sudah pasti akan menjauh dari Hunter Presscot setelah menyadari betapa gelap dan berantakannya masa lalu Hunter. Kusimpulkan, mungkin aku memang gila karena masih mencintai pria gila di sampingku ini.

Beauty of Possession (REPOST, FINISH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang