"Angel, where are you?"
"Dapur!" teriakku, masih sibuk menggoreng masakan untuk kami berdua. "Aku ingin memasakkanmu sesuatu.. I hope you don't mind," ujarku ketika aku mendengar langkah kaki menuju dapur. Hunter meletakkan tangannya di sekitar pinggangku dan mencium bagian belakang leher membuatku sedikit bergidik. Kepalanya di letakkan di bahuku, melihat apa yang kumasak.
"Spaghetti? Itu makanan kesukaanku," ujarnya menghurup aroma masakanku.
"Kamu tahu spaghettiku sudah membuat banyak orang berlutut di hadapanku agar dapat memakannya."
"Angel, kau tidak memerlukan makanan untuk membuatku berlutut kepadamu."
Aku membalikan badanku dan meletakkan tanganku di sekirar lehernya. "Apakah kau bersungguh-sungguh?"
"Yes."
"Good. Becauce I like you on your knee." Aku mencium pipinya sekilas. "Sekarang jadilah anak baik dan tunggu di ruang makan." Hunter tersenyum miring, senyum favoritku sebelum dia meninggalkanku. Tidak beberapa lama kemudian terdengar sebuah lagu mengalun dari ruang makan.
Setelah aku menceritakan masalah orangg tuaku – kami berdua menghabiskan waktu hingga sore hari. Kami berdiam dalam kesunyian dan tidak melakukan apa pun tapi aku menikmatinya. Sebelum Hunter akhirnya memecahkan kedamaian kami, menanyakan apa yang ingin kulakukan malam ini. Tanpa berpikir dua kali aku menjawab memasakkan makanan untuknya.
Ketika aku selesai memasak dan hendak meletakkan makanan di ruang makan yang sekarang sudah setengah gelap dan nyala lilin di tengah meja dan Hunter menatapku dari pintu masuk ruang makan, tangannya memegang sebuah botol wine. "Dinner's ready. Apakah kau mau makan sekarang?"
"Hanya jika kau juga sudah siap."
Aku berjalan menuju ke pintu masuk untuk menciumnya. "I've joined you every night for a week. I'm not stopping now." Aku mengambil gelas kosong untuk wine kami. Hunter menarik kursi untukku dan menuangkan wine ke dalam gelasku.
Ketika kami berdua menikmati makanan, aku dapat merasakan tatapan Hunter yang selalu tertuju kepadaku. "Apa ada yang salah?' tanyaku dengan bingung.
"Apa kau baik-baik saja?" tanyanya dengan pandangan khawatir. "Maksudku setelah kau harus mengingat kembali masa lalumu."
"Percayalah aku tidak pernah merasa sebaik ini selama dua tahun hidupku." Aku tersenyum kepadanya. "Kau adalah orang pertama yang mengetahui keseluruhan kejadiannya."
"Aku? Pertama?" tanya Hunter terkejut.
"Kau tahu aku bukan orang yang gampang terbuka dengan siapapun." Aku berdehem, berusaha membersihkan tenggorokanku dan mengontrol wajahku yang mulai memerah. "Mari kita makan saja!" ujarku agak ketus. Dan dia hanya tersenyum menatapku, memasukkan spaghetti ke dalam mulutnya
"Hadiah lagi?" tanyaku tidak percaya ketika Hunter menyerahkanku sebuah kotak kecil dilapisi kertas alumunium berwarna hijau setelah kami berdua menyelesaikan makan dan memutuskan untuk bersantai di ruang tamu. Bergelung di sebuah sofa besar di samping perapian yang hangat ditemani lagu yang mengalun. Aku membuka penutup lalu terpampang sebuah kotak. Aku mendesah, menyerah. Well, aku bisa menebak apa yang diberikan Hunter kepadaku. Sebuah gelang dengan batu sapphire berwarna biru tua besar. Lagi, hadiah mahal yang diberikan olehnya membuatku merasa jarak diantara kami semakin jauh. Tapi, gelang ini sangat indah, hingga aku tidak bisa berkata-kata sejenak. Aku ingin meneteskan air mata entah karena frustasi, marah, sedih atau terharu dengan hadiah yang diberikan oleh Hunter.
"Katakan kepadaku apa yang sedang kau pikirkan!" tanya Hunter dengan tegang.
"I'm thinking it's beautiful but way too expensive and I can't accept it."
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty of Possession (REPOST, FINISH)
RomanceHunter Presscot, the most wanted bachelor meminta bantuan Audrey Kosasih seorang pianis muda untuk menjadi tunangan palsunya. Semua rencana mereka berjalan dengan baik, hingga suatu perasaan baru membuat dua anak manusia merasakan apa yang dinamakan...