Mobil itu sudah mencapai pintu keluar parkiran lalu berhenti. Aku berusaha melihatnya dengan jelas tapi air mata dan hujan yang membasahi wajahku, membuatku tidak bisa melihatnya dengan jelas. Ketika aku melihatnya dengan lebih jelas – aku melihat mobil itu berhenti dan pintu pengemudi terbuka .
Dia keluar dari mobilnya dan berdiri di tengah hujan memandangiku. Aku tidak tahu bagaimana harus bereaksi, karena badanku tiba-tiba berubah menjadi kaku tapi, aku segera berdiri dan berlari ke arahnya. Aku mendorongnya hingga punggungnya menyentuh mobil, ketika aku mencapainya dan memelukanya dengan sangat erat. Kakiku terasa sangat lemas dan aku yakin akan terjatuh kalau tanganku tidak mengalungkan di lehernya. Aku membenamkan wajahku di lehernya dan menghirup aroma tubuhnya. Disinilah tempat aku ingin berada selamanya – di pelukan Hunter Presscot.
Aku agak melonggarkan pelukanku, sehingga aku dapat menatap matanya. Aku menyentuh wajahnya karena aku tidak percaya Hunter benar-benar berada di dalam pelukanku. Ketika sekali lagi aku menatap wajahnya, aku terganggu dengan apa yang kulihat. Seharusnya, ini menjadi momen bahagia dalam hidup kami, untukku – tapi ekspresi wajah Hunter terlihat tidak bahagia. Sesuatu mengganggu pikirannya. "What's wrong?"
Wajahnya terlihat terluka. "We need to talk."
Tentu saja kami harus berbicara, tapi nada suaranya membuatku ketakutan karena terdengan dia tidak suka dengan momen kami bersama. "Okay."
"Apakah ada barang milikmu yang harus kamu ambil di dalam?"
"Yes. Tapi, aku hanya memerlukan beberapa menit." Aku menggenggam tangannya dengan erat karena aku tidak ingin berpisah dengannya walaupun hanya untuk beberapa detik. Aku takut dia akan menghilang kembali. "I want you to come with me."
Hunter mengangguk dan aku menggenggam tangannya dengan erat ketika kami berdua berjalan ke dalam kampus kembali. Aku hampir yakin kalau dia melihatku mencium Chris. Dia mungkin berpikir kalau aku memiliki perasaan kepada Chris. Tapi, aku akan menjelaskannya. I'll make him see that he'll always be the only one for me.
Ketika kami sampai di backstage panggung, dia berhenti. "Ku pikir lebih baik aku menunggu di sini."
Yeah. Aku yakin dia melihatku mencium Chris.
"Please. Come with me!" ujarku memohon kepadanya. Mungkin, aku telihat konyol atau aneh tapi, aku takut Hunter akan pergi meninggalkanku karena keputusan konyolku untuk mencium Chris.
Mata kami berdua bertemu. "Let's go!" ujar Hunter menarik tanganku untuk masuk ke ruang ganti. Ketika aku masuk – aku melihat Chris masih duduk di tempat yang sama ketika aku meninggalkannya dan Sam sudah menghilang entah kemana. Aku tidak memiliki ide harus mengatakan apa kepadanya.
Hunter menatap Chris dengan tatapan membunuh. Ia memeluk pinggangku dengan pelukan posesif. Aku buru-buru mengumpulkan barangku, dan hadiah dari Hunter yang kujtuhkan di lantai.
"I'm sorry," ujarku kepadanya sebelum aku menutup pintu ruang ganti, tapi Chris tidak menoleh ke arahku sedikit tapi, aku yakin dia mendengarnya. "
"Kemana kamu akan pergi?" tanya Hunter menatapku, dengan wajah sedih.
Aku akan pergi kemanapun dia akan pergi dan dimanapun aku dapat menunjukan kepadanya seberapa besar aku merindukannya. "Where are you staying?"
"Aku menginap di sebuah apartemen."
"I want you to take me there."
Kami berdua terdiam ketika kami memasuki mobilnya munuju ke apartemennya. Dia menatap jalanan Jakarta yang macet, menolak untuk memandangku. Aku menatapnya terus menerus, tidak mengalihkan tatapanku ke arah lain. Aku tahu dia sadar kalau aku menatapanya, tapi dia masih menolak untuk membalas menatapku. Aku tidak dapat berhenti menatapnya karena aku takut dia akan menghilang seperti hantu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty of Possession (REPOST, FINISH)
RomanceHunter Presscot, the most wanted bachelor meminta bantuan Audrey Kosasih seorang pianis muda untuk menjadi tunangan palsunya. Semua rencana mereka berjalan dengan baik, hingga suatu perasaan baru membuat dua anak manusia merasakan apa yang dinamakan...