CHAPTER 43

83.4K 3.8K 130
                                    

Hal pertama yang kurasakan ketika aku mulai sadar adalah rasa sakit. Sakit yang teramat sangat pada punggungku juga lenganku yang membuatku mengerang dan air mata keluar dari pelupuk mataku. Rasa sakit pada hidungku yang terasa kebas. Rasa menyakitkan itu bisa membuatku pingsan kalau aku tidak berusaha untuk menjaga diriku agar tetap sadar.

"Kau sudah bangun?" tanya sebuah suara lembut. Aku sadar sedang tertidur di pangkuan seseorang yang sekarang sedang mengelus rambutku dengan lembut.

"Ha...us..." bisikku pelan kepadanya ketika aku merasa tenggorokanku terasa sangat kering hingga membuatku ingin muntah.

"Dia haus," ujar suara itu memberitahu seseorang.

Aku menggerakan pelan tangan dan kakiku dan merasakan rantai yang mengikat alat gerakku sudah menghilang. Aku masih memejamkan mataku, tidak memiliki tenaga hanya untuk membuka mataku. Tubuhku terasa lemas bahkan untuk menggerakan jariku saja terasa sulit. Untuk mengeluarkan suaraku, membutuhkan segenap tenagaku untuk melakukannya.

Aku merasakan seseorang membantuku meminum air putih dingin yang membuatku mengerang lega ketika merasakan air yang mengalir pada tenggorokanku yang kering.

Sesuatu yang dingin pada punggungku membuatku berteriak kesakitan. Sebuah tangan mengelus lembut punggungku yang telanjang dan aku segera menyadari kalau orang itu berusaha mengobati. "Kate, tutup mulutnya agar suara teriakannya tidak terdengar," bisik suara wanita yang sedang mengobatiku.

Aku berusaha untuk menutup mulutku dan tidak berteriak, tapi semua itu terasa mustahil. Tanpa disentuh pun lukaku sudah terasa sangat menyakitkan – apalagi ketika tangan itu menyentuh punggungku. "Entahlah, aku tidak ingin...."

"Kate, apakah kau ingin melihat mereka berdua datang kemari dan menyiksa adikmu kembali?" tanya suara wanita itu tampak jengkel. "Kalau memang tidak – sekarang tutup mulutnya dengan tanganmu. Dan kau Audrey – aku tahu ini sangat menyakitkan, tapi kau harus berusaha untuk tidak berteriak."

Aku mengangguk dengan lemah. Aku mengerang ketika sebuah tangan mengobati punggungku kembali menyentuh luka yang dibuat oleh Chris. Aku merasakan keringat dingin dan air mata kesakitan segera membasahi wajahku. Setiap, tangan itu menyentuh lukaku – kepalaku terasa dipukul oleh seseorang ketika merasakan perihnya. Kapan ini semua berakhir?

"Mengapa kau tidak membiarkan Audrey makan terlebih dahulu?" tanya Kate.

"Tidak. Aku tidak ingin melihatnya memuntahkan makanan ketika aku akan mengobatinya. Karena aku dapat menduga bahwa sakitnya luka itu seperti......" Lalu, dia terdiam dan menghembuskan nafas panjang. "Aku tidak ingin memikirkannya."

"Mengapa kau membantu mereka?" tanya Kate

"Oke. Pertama. Aku tidak tahu ternyata dia adalah psikopat gila yang tidak memiliki otak. Kedua. Aku tidak tahu ternyata dia memiliki partner yang juga adalah psikopat gila yang tidak memiliki otak walaupun masih lebih normal sedikit. Ketiga. Chris terlihat seperti pria normal dan bukannya psikopat gila yang tidak memiliki otak. Keempat. Aku mengira Chris adalah pria yang sangat mencintai Audrey. Kukira itu satu–satunya jalan agar Audrey meninggalkan Presscot dan bersama orang lain yang kurasa cukup mencintainya – aku tidak tahu ternyata pria yang kukira mencintai Audrey dengan tulus berubah menjadi psikopat gila yang tidak memiliki otak," ujar wanita itu tanpa jeda sedikit pun. "Dan, sekarang aku terjebak di tengah permainan gila ini bersama dua psikopat gila yang tidak memiliki otak."

Aku dapat mendengar seseorang tertawa dan ketika mendengar suara itu aku segera menyadarinya kalau suara tawa itu adalah milikku. "Apakah Audrey sedang mentertawaiku?" Dia bertanya kepada seseorang yang kemungkinan besar adalah Kate. "Apa kita harus memeriksakan otaknya mungkin dia juga menjadi gila karena disiksa Chris habis–habisan?"

Beauty of Possession (REPOST, FINISH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang