Aku menatapnya dalam diam, otakku berpikir untuk memberikan jawaban kepadanya. Di satu sisi, aku sangat marah kepadanya karena menggunakan perempuan tidak berdosa untuk membalaskan dendamnya kepada wanita itu. Ava Throne tidak bersalah dan dia tidak pantas menerima perilaku seperti itu.
Di sisi lainnya, aku sangat menyayangi Hunter dan aku dapat mengerti bagaimana rasa sakit hati dan marahnya Hunter kepada sikap wanita gila itu. Hunter memendam perasaannya terlalu lama dan tidak ada seorang pun yang diajaknya untuk berbagi.
"Kau harus meminta maaf kepada Anna dan menceritakan segalanya," ujarku kepadanya dengan serius.
"Aku sudah menceritakannya kepada Anna perilaku ibunya kepadaku."
Aku menatapnya berusaha untuk menyembunyikan apa yang kurasakan. "Aku tidak menyalahkan Anna untuk membencimu. Jika hal itu yang terjadi kepada Kate, entahlah aku mungkin juga ingin membunuhmu."
Wajah Hunter tampak memohon dan aku dapat melihat ketakutan disana. "Kau berjanji tidak akan meninggalkanku. Kau sudah berjanji."
"Tenang, Hunter. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu atau melanggar janjiku," ujarku sedikit menampilkan ekspresi kecewaku. "Tapi, bukan berarti aku akan membelamu di depan Anna. Wanita itu, Dominique Throne.."
"Jangan sebutkan nama wanita sialan itu di depanku!" bentak Hunter dengan marah.
Aku menatapanya dengan tatapan jengkel. "Oke. Aku tidak akan menyalahkanmu atau apa pun itu. Karena aku tahu kau juga sangat menderita dengan perilaku wanita itu."
Ekspresi wajah Hunter yang sebelumnya tampak keras sekarang sudah terlihat melembut. "Thank you, Angel."
"Tapi...." Ekspresi Hunter yang melembut sudah tampak tegang kembali. "Kau harus berjanji untuk menemukan Ava Throne dan mengembalikannya kepada Anna."
Hunter segera menganggukan kepalanya. "Tentu saja, Angel. Aku akan melakukan apa pun untuk menemukan Ava Throne."
"Thank you," bisikku pelan kepadanya.
"Untuk apa?" tanyanya kebingungan.
"Karena mempercayaiku untuk mendengar masa laluku," ujarku berterus terang. "Walau pun, aku menjadi orang kedua yang mendengarnya setelah Anna," ujarku agak ketus – mengingat kalau Hunter telah menceritakannya kepada Anna terlebih dahulu.
"Anna tidak mendengar semuanya. Dia hanya tahu garis besarnya dan kurasa Anna sudah curiga dengan perilaku menyimpang wanita gila itu," ujar Hunter meringis mendengar komentarku.
Aku menyenderkan kepalaku di bahunya dan reflek Hunter memeluk bahuku dengan pelukan posesif yang menenangkan. "Bagaimana dengan perasaanmu?"
Ia menghembuskan nafas yang dapat kurasakan di kepalaku. "Aneh. Aku merasa sangat lega ketika telah menceritakannya ke seseorang yang kusayangi. Seperti tidak ada lagi beban yang memenuhi pikiranku."
"Aku bersyukur hatimu bisa lega setelah menceritakan segalanya."
Pelukan Hunter semakin erat. "Tapi, kau belum mengetahui keseluruhan masa laluku. Aku takut – jika suatu hari kau menyadari, betapa hancurnya diriku yang sesungguhnya, kau akan meninggalkanku."
"Tapi, aku tidak akan meninggalkanmu. Lihatlah sekarang, aku tidak meninggalkanmu."
"Kau tidak dapat meninggalkanku karena kau berada di ketinggian tiga puluh lima ribu kaki," ujarnya dengan nada humor. Aku ikut tertawa bersamanya. Hunter yang kukenal sudah kembali lagi.
Mungkin, aku sangat kecewa jika apa yang dilakukannya kepada Ava. But, I love him. And, I know he has a kind heart. Aku tidak akan meninggalkannya karena aku dapat melihat penyesalan yang begitu besar di matanya. Aku berdoa semoga saja tidak terjadi apa pun kepada Ava karena aku tahu Hunter akan merasa sangat bersalah jika terjadi sesuatu kepada Ava.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty of Possession (REPOST, FINISH)
Storie d'amoreHunter Presscot, the most wanted bachelor meminta bantuan Audrey Kosasih seorang pianis muda untuk menjadi tunangan palsunya. Semua rencana mereka berjalan dengan baik, hingga suatu perasaan baru membuat dua anak manusia merasakan apa yang dinamakan...