CHAPTER 32

113K 3.7K 143
                                    

LOST STARS BY ADAM LEVINE>>

....................................................................................

Aku berusaha menyembunyikan senyumanku ketika membantu Hunter berjalan menuju mobilku. Henry meletakkan tas milik Hunter di bagian belakang mobilku.

"Terima kasih atas bantuanmu, Henry," ujarku sambil membantu Hunter masuk ke dalam kursi penumpang.

"Telepon aku jika kau terkena masalah lagi," ujarnya tersenyum kepadaku.

Lalu aku melirik Hunter dengan tatapan membunuh dan pria itu menatapku dengan wajah jengkel. "Thank you, Henry," ujarnya dengan nada tidak rela.

Aku tersenyum ketika melihat raut wajah Henry yang tampak senang. "Tidak masalah, Hunter." Lalu dia berpamitan kepada kami berdua dan berjalan menuju mobilnya sendiri.

"Bisakah kau antar aku ke suatu tempat?" tanya Hunter ketika aku mulai menyalakan mobilku.

Aku menoleh ke arahnya. "Tidak. Kau harus beristirahat total. Ingat, apa yang dikatan dokter tadi sebelum kita meninggalkan rumah sakit."

"Aku baik–baik saja," ujarnya menepuk bahaku dengan lembut. "Aku perlu ketempat ini untuk melanjutkan hidupku. Aku ingin kau membawaku ke tempat kakakmu di rawat."

Aku menoleh ke arahnya dengan terkejut. "Apa kau serius?"

"Angel. Jangan pernah menyetir dengan memalingkan wajahmu. Demi Tuhan. Mengapa kau tidak menyuruh Tanner untuk menyetir?" Aku berusaha keras untuk tidak tersenyum. Aku memang sengaja, tidak mengatakan apa pun kepada Hunter siapa yang akan menyetir mobil.

"Kembali ke topik kita, Presscot. Apa kau serius ingin melakukannya?" tanyaku dengan cemas. "Kita bisa melakukannya dengan perlahan."

"Aku serius ingin melakukannya. Jika aku ingin mempertahankan hubungan kita – aku harus berusaha menghilangkan ketakutanku."

Aku meliriknya dan memperhatikan wajahnya yang penuh tekad. Aku segera mengambil jalur ke arah rumah sakit jiwa. "Kau harus berjanji. Jika kau merasa tidak tahan berada di sana segera beritahu aku."

Hunter tersenyum lemah dan mengangguk kepadaku. "Dan tentang mobilmu. Aku merasa mobilmu terlalu kuno." Aku menatap interior dalam mobil jazz putihku. Mobil ini baru saja kubeli satu tahun yang lalu jadi mobil ini tidak bisa dibilang kuno.

"Kau hanya mengatakan mobil ini kuno karena tidak berharga miliaran rupiah seperti mobilmu, Mr Presscot!" hardikku dengan jengkel kepadanya. "Karena aku merasa baik–baik saja dengan mobilku."

"Aku akan membelikanmu mobil baru yang lebih cantik."

"Tidak tertarik."

"Oh, ayolah Audrey. Apa kau tidak ingin memamerkan mobil barumu di depan teman–temanmu?" bujuknya

"Tidak!"

*******

Aku menggenggam erat tangan Hunter yang terasa bergetar. "Apa kau baik–baik saja?" tanyaku kepadanya dengan khawatir.

Wajah Hunter tampak pucat ketika kami berdua berjalan menelusuri koridor rumah sakit jiwa. Mata Hunter tampak liar menatap sekelilingnya dan aku dapat melihat raut ketakutan dari wajahnya. Dia membisikkan namaku berulang–ulang di mulutnya seperti mantra – membuatku ingin memelukanya erat.

Secara tidak langsung, aku menyeret Hunter untuk terus mengikuti karena kaki Hunter seperti sulit berjalan. Aku ingin segera menarik Hunter ke dalam mobilku kembali dan mengantarnya pulang – jika, aku tidak teringat pesannya. Ia akan mengatakannya kepadaku, jika ini semua sudah keterlaluan dan dia belum mengatakannya.

Beauty of Possession (REPOST, FINISH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang